Presiden Prabowo Subianto menyambut hangat kedatangan Sekretaris Dewan Keamanan Federasi Rusia Sergei K. Shoigu dalam pertemuannya Selasa (25/2) siang,
"Terima kasih kedatangan Yang Mulia. Kita sahabat lama, dan saya sangat gembira Yang Mulia di sini. Tapi, kurang lama di sini,” ungkap Prabowo.
Bahkan dalam kesempatan itu, Prabowo sempat menanyakan kabar Presiden Rusia Vladimir Putin, yang telah dianggapnya sebagai seorang sahabat. "Bagaimana (kabar) sahabat saya, Presiden Putin? Sehat?" tanya Prabowo.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Sergei Shoigu menyampaikan salam hormat dari Presiden Putin kepada Presiden Prabowo, dan menyerahkan surat pribadi dari pemimpin Rusia tersebut.
"Semuanya baik-baik. Presiden Putin minta kepada saya untuk menyampaikan salam hormat kepada Yang Mulia dan lebih daripada itu saya membawa surat pribadi dari Presiden Putin kepada Yang Mulia," ungkap Sergei.
Kunjungan ini mencerminkan komitmen kedua negara untuk terus mempererat kerja sama di berbagai bidang, termasuk di sektor keamanan dan pertahanan. Presiden Prabowo dan Sergei Shoigu juga bertukar pandangan mengenai isu-isu strategis global serta potensi peningkatan hubungan bilateral antara Indonesia dan Rusia, yang ditutup dengan jamuan santap siang.
Indonesia Tetap Netral
Sebelum bertemu Prabowo, Sergei telah melangsungkan pertemuan dengan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta.
Menjawab pertanyaan wartawan tentang potensi kedekatan Indonesia-Rusia setelah menjadi anggota BRICS, Kepala Biro Informasi Pertahanan Kementerian Pertahanan (Kemhan) Brigadir Jenderal TNI Frega Wenas Inkiriwang menegaskan Indonesia tetap memiliki prinsip bebas aktif.
"Kalau namanya kunjungan ini (Sergei Shoigu) kan pastinya ada proses, enggak tiba-tiba. Dan kita juga memperlakukan semua negara itu sama, lagi dengan politik luar negeri bebas aktif," ungkap Frega.
Menurutnya, keputusan Indonesia untuk bergabung ke dalam BRICS hingga ke OECD kelak mencerminkan implementasi politik bebas aktif Indonesia, yang tujuannya untuk dapat merangkul mitra strategis dengan banyak negara.
“Intinya ini untuk kepentingan nasional Indonesia, dan kalau bcara pertahanan adalah kedaulatan. Ketika kedaulatan itu terganggu, otomatis kita tidak bisa menikmati seperti saat ini dan untuk bisa menjaga kedaulatan, kita butuh bukan hanya SDM, tapi juga butuh alutsista yang unggul, tentunya kerja sama pertahanan termasuk salah satunya dengan Rusia untuk membangun kapasitas itu,” jelasnya.
Ditambahkannya, Indonesia juga masih menjalin kerja sama pertahanan dengan negara-negara lain seperti salah satunya Amerika Serikat. Ia menyinggung latihan bersama TNI dengan pihak angkatan bersenjata Amerika Serikat dan Rusia, hingga mengirimkan personil ke masing-masing negara itu untuk belajar.
"Jadi intinya bukan kita mau ke kiri-kanan Amerika, Rusia, dan China, kita melihat dalam kerangka yang lebih besar, dalam kepentingan nasional Indonesia, dan saat ini ketika kita ingin membangun, kita butuh stabilitas. Ketika salah melangkah, memilih salah satu pihak, itu tentunya akan menimbulkan konflik strategis," tegasnya.
Ada Apa di Balik Lawatan Shoigu?
Pengamat Hubungan Internasional Dinna Wisnu menilai kunjungan Sergei ke Indonesia bukan hanya sekedar untuk meningkatkan kerja sama antar kedua negara mengingat secara historis kerja sama antara Indonesia dengan Rusia bisa dibilang cukup minim.
“Urusan (kerja sama) teknis di bidang militer sama Rusia itu sebenarnya dari dulu susah banget. Kita mau beli senjata dari Rusia pun selalu di hadang sama Amerika sehingga tidak bisa. Jadi sebenarnya memang layak kalau kita kemudian bertanya-tanya dalam rangka apa,” ungkap Dinna.
Dinna menjelaskan, sebelum Donald Trump menjabat untuk yang kedua kalinya sebagai Presiden Amerika Serikat, Rusia seakan dikucilkan dari dunia internasional. Momentum bagi Rusia untuk “bergaul” dengan dunia internasional hanya lewat forum BRICS, yang juga tidak terlalu dominan, tambahnya.
Lebih jauh Dinna menilai meskipun saat ini Amerika sedikit melunak kepada Rusia pada era Trump, namun Rusia masih dihadapkan pada berbagai sanksi terutama dari Eropa akibat perang dengan Ukraina yang tidak kunjung usai. Tidak mengherankan jika Rusia kini mencari alternatif lain untuk bisa menjalin berbagai kerja sama dengan banyak negara salah satunya di Asia Tenggara.
“Dugaan saya ini salah satu permainan Rusia untuk memastikan bahwa dia punya kartu baru untuk bergerak seandainya pun dari sisi negosiasi dia sama Amerika tidak sesuai dengan harapan. Paling engga dia punya pintu lain, selain lewat BRICS, itu ada Indonesia. Indonesia bisa membuka pintu buat ke Asia, ke ASEAN,” jelasnya.
Rusia dinilai masih tetap membutuhkan mitra strategis jangka panjang.
“Artinya pintu ekonominya bisa mati kalau tidak cari alternatif, makanya dia pergi ke Eurasia, di Asia Tengah terus ke Asia Tenggara termasuk Indonesia. Jadi gula-gula saja itu dibilang menjalin kerja sama pertahanan dan keamanan, karena itu tadi kita tidak pernah ada sejarah kedekatan secara militer. Saya kira Rusia tahu bahwa dia tidak akan memproyeksikan Indonesia akan beli banyak senjata, jadi bukan itu, that’s not the point,” pungkasnya. [gi/em]
Forum