Tautan-tautan Akses

Dorong Reformasi PBB, Indonesia Bergabung dengan BRICS


Menteri Luar Negeri Indonesia Sugiono menghadiri KTT BRICS di kota Kazan, Rusia, 24 Oktober 2024 (foto: dok).
Menteri Luar Negeri Indonesia Sugiono menghadiri KTT BRICS di kota Kazan, Rusia, 24 Oktober 2024 (foto: dok).

Indonesia adalah salah satu negara yang menyuarakan perlunya reformasi PBB, dalam sebuah pidato pada 1960 yang disampaikan oleh Presiden Sukarno pada Sidang Umum PBB.

Indonesia resmi bergabung dengan blok negara-negara berkembang BRICS, yang dimotori oleh Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan, menandai berkembangnya jangkauan kelompok ini hingga ke Asia Tenggara.

Keanggotaan Indonesia diumumkan pada 6 Januari lalu oleh Brazil, yang tahun ini memegang presidensi BRICS, mengikuti jejak Mesir, Ethiopia, Iran dan Uni Emirat Arab yang telah bergabung tahun lalu. Sementara itu, Malaysia, Thailand dan Vietnam telah menjadi negara mitra pada Oktober lalu, yang menandakan ketertarikan mereka untuk bergabung dengan BRICS, namun belum menjadi anggota penuh.

Indonesia adalah satu-satunya negara Asia Tenggara yang telah diterima sebagai anggota penuh.

Teuku Rezasyah, seorang dosen diplomasi dan kebijakan luar negeri di Universitas Padjajaran mengatakan, keanggotaan ini akan memungkinkan Indonesia bekerja sama dengan negara-negara berpengaruh lain yang punya jumlah populasi cukup banyak untuk mereformasi organisasi multilateral seperti PBB.

"Saat ini, Rusia dan China adalah anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Tapi, BRICS telah menjadi landasan kuat bagi Indonesia untuk menggalang dukungan dari negara-negara seperti India, Brazil dan Afrika Selatan untuk mendesak reformasi DK PBB," jelasnya kepada VOA pada 15 Januari lalu.

Rezasyah mengatakan belum ada perubahan struktural berarti dalam PBB selama 80 tahun.

Lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB - China, Prancis, Rusia, Inggris dan Amerika Serikat - punya hak veto dan mereka "sebagian besar dari peradaban Yunani-Romawi dan Yahudi-Kristen," ujarnya.

"Negara dengan populasi terbesar dan keempat terbesar yaitu India dan Indonesia, yang mewakili populasi besar Hindu dan Islam, tidak selalu terwakili baik di Dewan Keamanan," tambah Rezasyah.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Roy Soemirat merujuk pada bagian-bagian dalam tubuh PBB yang perlu mengalami perubahan.

"Indonesia terus mendorong revitalisasi Sidang Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB. Harus ada perubahan dalam metode kerja, pembatasan penggunaan hak veto, dan perbaikan masalah keterwakilan dalam Dewan Keamanan. Dewan Keamanan terakhir diperluas dari 11 menjadi 15 negara pada tahun 1970an. Dengan semakin banyaknya negara bergabung dengan PBB, komposisi Dewan Keamanan harus berubah," jelasnya pada VOA pada 18 Januari.

Ia menambahkan bahwa Indonesia telah aktif di kelompok kerja PBB terkait reformasi PBB, khususnya sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan dari 2019 hingga 2020. PBB dengan suara bulat sepakat untuk mendorong perbaikan regulasi penggunaan hak veto pada 2015. Bersama dengan Prancis dan Meksiko, Indonesia mendesak negara-negara Dewan Keamanan untuk lebih transparan dan dengan suka rela menjelaskan alasan mereka untuk mengajukan veto, tambah Roy.

Aspirasi untuk mereformasi PBB

Menteri Luar Negeri Sugiono, dalam pidato tahunannya pada 10 Januari, mengatakan adanya ketidakpatuhan terhadap hukum internasional dan Piagam PBB. Ia juga menyebut desain ekonomi global tidak memenuhi masalah dan kebutuhan modern yang dihadapi sebagian besar negara-negara anggota PBB.

Indonesia adalah salah satu negara yang menyuarakan perlunya reformasi PBB, dalam sebuah pidato pada 1960 yang disampaikan oleh Presiden Sukarno pada Sidang Umum PBB.

Mohammad Faisal, direktur eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), mengatakan "jalannya masih panjang untuk benar-benar mereformasi PBB, tapi semakin meningkatnya kekuatan emerging countries (negara berkembang yang bertransisi menjadi negara maju-red), termasuk negara-negara yang tergabung dalam BRICS, setidaknya akan membuat PBB lebih seimbang."d.

"Jadi, suara emerging countries (negara-negara berkembang yang bertransisi menuju negara maju-red) dan developing countries (negara-negara berkembang pada tahap awal-red) bisa didengar lebih baik dalam arena global," ujarnya.

Lalu Muhammad Iqbal, juru bicara Kementerian Luar Negeri dikutip oleh Antara, mengatakan bahwa ia yakin reformasi Dewan Keamanan PBB sangat penting karena bisa mengambil keputusan yang harus diikuti oleh semua negara anggotanya. Namun, tidak ada kesepakatan di antara negara-negara anggota PBB terkait sistem untuk perubahan.

Sejumlah petugas keamanan bersama anjing pelacak memeriksa aula Dewan Keamanan PBB sebelum pertemuan membahas konflik Israel-Hamas di Gaza, di markas besar PBB di New York, 3 Agustus 2024. (Foto: Eduardo Munoz/Reuters)
Sejumlah petugas keamanan bersama anjing pelacak memeriksa aula Dewan Keamanan PBB sebelum pertemuan membahas konflik Israel-Hamas di Gaza, di markas besar PBB di New York, 3 Agustus 2024. (Foto: Eduardo Munoz/Reuters)

Beberapa negara anggota mengusulkan untuk mengubah hak veto, sementara yang lain mengusulkan status anggota tetap atau semipermanen.

Dinna Prapto Raharja, penasihat kebijakan senior di Synergy Policies - konsultan kebijakan politik - dan lektor kepala hubungan internasional menjelaskan adanya perbedaan pendapat di antara negara-negara berkembang terkait reformasi PBB.

"Semua punya calon unggulan untuk menjadi anggota tetap baru Dewan Keamanan PBB, misalnya. Bagaimana hak veto DK PBB bisa bisa dihentikan dan siapa yang seharusnya mendapatkan hak veto. Itu sebabnya kenapa saya pikir Indonesia harus punya usulan terkait reformasi PBB yang benar-benar bisa dicapai," ujarnya.

Kementerian Luar Negeri Indonesia menggarisbawahi pentingnya BRICS sebagai sebuah platform untuk menyuarakan kepentingan Global South atau negara-negara di selatan.

"BRICS adalah sebuah platform penting bagi Indonesia untuk memperkuat kerja sama Selatan-Selatan, memastikan suara dan aspirasi negara-negara Global South didengar dan diwakili dalam proses pengambilan keputusan global. Kami berdedikasi penuh untuk bekerja sama dengan semua anggota BRICS, atau dengan pihak-pihak lain, untuk menciptakan dunia yang adil, damai dan sejahtera," menurut Kemlu pada sebuah pernyataan kepada pers pada 7 Januari.

Ada juga kekhawatiran di kalangan anggota DPR Indonesia, dan analis hubungan internasional bahwa dengan bergabungnya Indonesia dengan BRICS, Indonesia semakin mendekat ke Rusia dan China dan semakin menjauhkan diri dari kekuatan Barat seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Vinsensio Dugis, kepala Pusat Riset Studi ASEAN di Universitas Airlangga, mengatakan, ia prihatin negara-negara Barat melihat BRICS sebagai sebuah forum yang dipimpin oleh China dan Rusia untuk menentang kepentingan politik dan ekonomi Barat, yang bisa menyebabkan negara-negara Barat membatalkan investasi di Indonesia di masa depan.

Secara gabungan, negara-negara anggota BRICS memiliki populasi penduduk 3,5 miliar jiwa atau 45 persen dari populasi penduduk global. Tidak termasuk Indonesia, ekonomi negara-negara BRICS menyumbang sekitar 28 persen ekonomi global.

Selain reformasi PBB, Indonesia juga mengatakan siap untuk mengirimkan lebih banyak pasukan penjaga keamanan ke Gaza.

Soemirat, yang berbicara sebelum gencatan senjata antara Israel dan Hamas mulai berlaku pada Minggu (19/1) mengatakan konflik yang berlarut-larut di Gaza "sebagai contoh kegagalan Dewan Keamanan PBB untuk dengan cepat memenuhi mandatnya untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional berdasarkan Piagam PBB."

Sugiono, in a January 16 posting on X, expressed hope that the ceasefire agreement that had been reached could be “a momentum to push for peace in Palestine.”

Sugiono, dalam pernyataan melalui X pada 16 Januari menyampaikan harapannya bahwa kesepakatan gencatan senjata yang telah dicapai bisa menjadi "momentum untuk mendorong perdamaian di Palestina." [dw/pp/ft]

Recommended

XS
SM
MD
LG