Bulan lalu, jaksa penuntut mendakwa Yoon setelah menuduhnya memimpin pemberontakan dengan memberlakuan darurat militer yang hanya berlangsung singkat pada tanggal 3 Desember.
Iring-iringan mobil kementerian kehakiman membawa Yoon dari Pusat Penahanan Seoul, tempat dia ditahan, ke pengadilan, di mana di bagian luar terparkir barisan bus polisi untuk memastikan keamanan.
Jaksa penuntut meminta proses yang cepat mengingat beratnya kasus ini, namun pengacara Yoon mengatakan mereka membutuhkan lebih banyak waktu untuk meninjau catatan.
Yoon “tidak berniat melumpuhkan negara,” kata salah seorang pengacaranya di pengadilan, seraya menambahkan bahwa deklarasi darurat militernya bertujuan untuk memberi tahu publik tentang “kediktatoran legislatif dari partai oposisi yang sangat besar”.
Jika terbukti bersalah, Yoon bisa menghadapi hukuman bertahun-tahun penjara karena keputusan darurat militernya, yang mengejutkan negara berpenduduk 51,7 juta jiwa itu, dan berupaya melarang aktivitas politik dan parlemen serta mengontrol media.
Berlakukan Darurat Militer Singkat, Yoon Dinilai Picu Pergolakan Politik
Tindakan Yoon itu memicu pergolakan politik di negara dengan perekonomian terbesar keempat di Asia dan sekutu utama AS itu. Tidak hanya Yoon, Perdana Menteri Han Duck-soo juga dimakzulkan dan diberhentikan dari kekuasaannya, sementara pejabat tinggi militer didakwa atas peran mereka dalam masalah tersebut.
Pengadilan juga mendengarkan tawaran pengacara Yoon untuk membatalkan penahanannya, dengan mengatakan masalah itu telah diselidiki dengan cara yang ilegal, dan tidak ada risiko Yoon mencoba menghancurkan bukti.
Belum jelas kapan pengadilan akan memutuskan permohonan pembatalan penahanan tersebut, namun hakim menetapkan sidang kasus pidana berikutnya pada tanggal 24 Maret.
Sidang Pemakzulan
Setelah kasus pidana itu, pada hari yang sama Yoon juga menghadiri sidang pemakzulan paralel oleh Mahkamah Konstitusi yang telah memasuki tahap akhir.
Penjabat ketua hakim Moon Hyung-bae mengatakan sidang berikutnya akan diadakan pada tanggal 25 Februari, di mana Yoon dan parlemen, yang mengajukan kasus terhadapnya, akan memberikan pernyataan terakhir.
Sejumlah saksi yang memberikan kesaksian di pengadilan termasuk Perdana Menteri Han Duck-soo, yang juga telah didakwa dan menunggu keputusan pengadilan mengenai nasibnya.
“Saya sangat terbebani oleh keputusasaan yang dirasakan setiap orang akibat politik ekstrem yang terjadi sebelum, selama, dan setelah darurat militer,” kata Han seraya menambahkan “Semua prosedur yang berhubungan dengan darurat militer harus dilaksanakan secara adil dan masuk akal...sehingga tidak ada lagi percikan perpecahan nasional."
Mahkamah Konstitusi sedang meninjau pemakzulan parlemen terhadap Yoon pada tanggal 14 Desember dan akan memutuskan apakah akan mencopotnya dari jabatan secara permanen atau mengembalikannya.
Para analis mengatakan keputusan itu kemungkinan akan keluar pada bulan Maret.
Yoon dan para pengacaranya berargumen bahwa ia tidak pernah berniat memberlakukan darurat militer secara penuh, namun hanya bermaksud untuk mengambil tindakan sebagai peringatan untuk memecahkan kebuntuan politik.
Jika Yoon dilengserkan, pemilihan presiden baru harus diadakan dalam waktu 60 hari. [em/ab]
Forum