Tautan-tautan Akses

Indonesia Sambut Baik Keanggotaan Penuhnya di BRICS


FILE - Tugu Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, 14 September 2020. (ADEK BERRY / AFP)
FILE - Tugu Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, 14 September 2020. (ADEK BERRY / AFP)

Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri menyambut baik pengumuman Brazil mengenai bergabungnya Indonesia sebagai anggota penuh di BRICS. Apakah keanggotaan ini akan meningkatkan posisi tawar atau justru mempersulit untuk masuk OECD?

Brazil sebagai ketua BRICS tahun ini, Senin (6/1) mengumumkan keberadaan Indonesia sebagai anggota kesepuluh, atau yang terbaru dalam organisasi ekonomi multinasional itu, setelah Brazil, Rusia, India, China, Afrika Selatan, Mesir, Ethiopia, Iran, dan Uni Emirat Arab.

Meskipun BRICS merupakan blok negara-negara non-Barat yang sifatnya lentur, ekspansi kelompok ini sejak tahun lalu telah ikut membawa implikasi geopolitik. Sepuluh negara anggota BRICS saat ini mencakup lebih seperempat ekonomi global dan hampir separuh populasi dunia. Walhasil pandangan-pandangan yang disampaikan BRICS akan ikut didengar, karena memberi alternatif perspektif baru selain yang selama ini didominasi Barat.

Kemlu RI: Ini Cerminan Peningkatan Peran Aktif Indonesia dalam Isu Global

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rolliansyah Soemirat, Selasa (7/1), menyatakan keberhasilan Indonesia menjadi anggota BRICS ini “mencerminkan peningkatan peran aktif Indonesia dalam isu-isu global, serta komitmen memperkuat kerjasama multilateral demi mewujudkan tatanan global yang lebih inklusif dan berkeadilan.”

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Rolliansyah Soemirat. (Foto: Kemenlu)
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Rolliansyah Soemirat. (Foto: Kemenlu)

Keanggotaan Indonesia di BRICS dinilai sebagai langkah strategis untuk meningkatkan kolaborasi dan kerjasama dengan negara berkembang lainnya berdasarkan prinsip kesetaraan, saling menghormati, dan pembangunan berkelanjutan.

“Sebagai negara dengan perekonomian yang terus tumbuh dan beragam, Indonesia berkomitmen berkontribusi secara aktif dalam agenda BRICS, termasuk mendorong ketahanan ekonomi, kerjasama teknologi, pembangunan berkelanjutan, dan mengatasi tantangan global seperti perubahan iklim, ketahanan pangan, dan kesehatan masyarakat,” ujar Roy.

Ditambahkannya, BRICS merupakan wadah penting bagi Indonesia untuk menguatkan kerja sama Selatan-Selatan dan memastikan suara dan aspirasi negara-negara Global South terdengar dan terwakili dalam proses pengambilan keputusan secara global.

Indonesia Sambut Baik Keanggotaan Penuhnya di BRICS
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:59 0:00

Global South adalah terminologi yang digunakan untuk menggambarkan negara-negara yang ekonominya belum sepenuhnya berkembang, pendapatan per kapita rendah, angka pengangguran dan kemiskinan masih tinggi, serta memiliki keterbatasan akses pada sumber daya.

Pengamat Ingatkan Potensi Tekanan dari Barat

Pengamat hubungan internasional di Badan Riset dan Invasi Nasional (BRIN) Siswanto menilai bergabungnya Indonesia ke BRICS memiliki sisi positif dan negatif. Di satu sisi keanggotaan baru Indonesia ini mencerminkan kebijakan luar negeri bebas aktif yang digalakkan di era pemerintahan Prabowo, di sisi lain hal ini berpotensi menjauhkan Indonesia dengan negara-negara Barat, terutama Amerika.

“Akan menjauhkan hubungan Amerika dengan Indonesia kalau bergabung dengan BRICS dan akan membawa konsekuensi, antara lain di bidang perdagangan – karena kebanyakan kerjasama Indonesia-Amerika Serikat khan ekonomi – bisa jadi ada konsekuensi perdagangan, misalnya sanksi 60 persen untuk tax (pajak) masuk pasar Amerika,” ujar Siswanto.

Kebijakan luar negeri Amerika, tambah Siswanto, senantiasa memandang Indonesia sebagai negara yang tidak berada dalam “pengaruh negara musuh”. Keputusan Indonesia bergabung dengan BRICS dinilainya sebagai langkah terburu-buru.

Keputusan Terburu-Buru?

Diwawancarai secara terpisah, Irman Lanti, pengamat hubungan internasional di Universitas Padjadjaran mengaku kaget dengan pengumuman Brazil, karena semula Indonesia terlihat ragu menjadi anggota blok itu.

Indonesia, ujar Irman, justru terlihat lebih bersemangat untuk masuk Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi OECD, yang secara orientasi ekonomi dan politik berbeda dengan BRICS. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah setelah menjadi anggota BRICS, Indonesia tetap ingin maju menjadi anggota OECD?

"Kalau OECD itu lebih ke pasar bebas dan banyak syarat untuk menjadi anggota OECD, misalnya penghormatan terhadap hak asasi manusia, penghormatan terhadap lingkungan hidup, dan sebagainya," katanya.

Wacana Dedolarasi Negara BRICS Hadapi Sejumlah Tantangan
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:39 0:00

Saat ini OECD masih mengkaji permohonan Indonesia untuk menjadi anggota, mengingat persyaratan yang harus dipenuhi lebih ketat dibanding untuk menjadi anggota BRICS karena perbedaan orientasi politik dan ekonominya. Misalnya tidak seperti OECD, BRICS tidak terlalu fokus pada isu HAM dan lingkungan hidup.

Irman Lanti khawatir Indonesia akan terjebak dalam pusaran konflik antara aliansi BRICS pimpinan Rusia-China, dengan OECD yang dikomandoi Amerika Serikat-Eropa. Ia menilai keuntungan ekonomi dengan menjadi anggota BRICS tidak bisa “membayar” kerepotan Indonesia untuk meyakinkan Amerika dan Barat bahwa Indonesia tetap kawan baik mereka.

Menurutnya posisi Indonesia berbeda dengan India, yang di mata Barat dinilai lebih strategis, India membangun hubungan baik secara bilateral dengan AS – dan negara-negara Barat – tanpa berusaha menjadi anggota OECD. [fw/em]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG