Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping berbicara melalui panggilan video, Selasa (21/1) mengenai strategi dalam mempererat hubungan dengan Donald Trump. Kedua pemimpin tersebut juga mendiskusikan peluang perdamaian untuk mengakhiri perang di Ukraina, dan dukungan penuh Moskow terhadap posisi Beijing terkait Taiwan.
Xi dan Putin berbicara selama satu jam 35 menit setelah Trump dilantik sebagai presiden Amerika. Mereka juga membahas rencana untuk memperkuat kemitraan strategis antara kedua negara, yang membuat Barat merasa khawatir.
China dan Rusia mendeklarasikan kemitraan "tanpa batas" pada Februari 2022 ketika Putin mengunjungi Beijing, beberapa hari sebelum ia mengerahkan puluhan ribu pasukan ke Ukraina. Dalam beberapa bulan terakhir, Putin menyebut China sebagai "sekutu."
Putin, 72 tahun, berbicara dari kediamannya di Novo-Ogarevo, dekat Moskow, sementara Xi, 71 tahun, berbicara dari Balai Besar Rakyat China di Beijing. Mereka saling menyapa sebagai "sahabat karib," dan Xi menginformasikan kepada Putin mengenai percakapan teleponnya dengan Trump pada Jumat yang membahas TikTok, perdagangan, dan Taiwan.
Xi dan Putin "menunjukkan kesiapan untuk membangun hubungan dengan Amerika Serikat berdasarkan prinsip saling menguntungkan dan menghormati, jika tim Trump benar-benar menunjukkan minat dalam hal ini," kata Yuri Ushakov, pembantu kebijakan luar negeri Kremlin, kepada wartawan di Moskow. "Kami juga siap berdialog dengan pemerintahan baru Amerika Serikat mengenai konflik Ukraina."
Ushakov mengatakan Putin menginginkan perdamaian jangka panjang di Ukraina, bukan hanya gencatan senjata sementara. Namun ia menggarisbawahi bawah kesepakatan apapun yang dicapai tetap harus mempertimbangkan kepentingan Rusia. Dia juga menyebutkan bahwa hingga saat ini, tidak ada proposal khusus terkait panggilan telepon dengan Trump yang diterima.
Trump menyatakan bahwa ia akan bersikap tegas terhadap China dan berencana berbicara dengan Putin untuk mengakhiri perang di Ukraina. Dalam pernyataannya setelah pelantikannya, Trump mengatakan Putin harus mencari solusi untuk menghentikan perang karena dampak destruktifnya terhadap Rusia.
Rusia dan China semakin menemukan kesamaan dalam tujuan geopolitik mereka. Xi mendesak dilakukannya perundingan untuk mengakhiri perang di Ukraina. Ia juga menuding Washington menjadi pihak yang memicu konflik dengan mengirimkan persenjataan ke Kyiv, seraya menyatakan kesiapan untuk mencari solusi yang dihormati oleh kedua belah pihak.
Pandangan Dunia
Trump mengatakan kepada The Wall Street Journal pada Oktober bahwa Xi adalah "pemain poker yang hebat" dan bahwa ia "akrab" dengan Putin. Namun, selama masa jabatan pertamanya, Trump memperingatkan Putin bahwa Amerika Serikat bisa menyerang Moskow jika Rusia memperburuk situasi di Ukraina.
Putin dan Xi memiliki pandangan dunia yang luas, menggambarkan Barat sebagai negara yang mengalami kemerosotan moral dan budaya, serta kemunduran, karena China menantang supremasi Amerika di berbagai bidang.
"Kami bersama-sama mendukung pembangunan tatanan dunia multipolar yang lebih adil, dan kami berusaha untuk memastikan keamanan yang tak terpisahkan di wilayah Eurasia dan di seluruh dunia," kata Putin.
Ushakov menegaskan bahwa panggilan lewat video antara Putin dan Xi tersebut sudah dijadwalkan sebelum Trump dilantik.
Amerika Serikat menganggap China sebagai pesaing utama dan Rusia sebagai ancaman terbesar dari negara-bangsa. Mantan presiden Joe Biden menyatakan bahwa demokrasi global tengah menghadapi tantangan dari "negara-negara otoriter" seperti China dan Rusia.
China merupakan konsumen energi terbesar Moskow dan pasar ekspor minyak utama bagi negara tersebut, kata Putin. Ia juga menambahkan bahwa kedua negara akan melanjutkan kerja sama dalam pengembangan reaktor neutron cepat dan pemrosesan ulang bahan bakar nuklir.
Terkait Taiwan, Ushakov menyatakan bahwa Rusia telah "menegaskan dukungannya yang tegas terhadap prinsip satu-China."
Dalam pidato Tahun Baru, Xi menegaskan bahwa tidak ada yang dapat menghentikan "penyatuan kembali" China dengan Taiwan, memberikan peringatan tegas terhadap kekuatan pro-kemerdekaan yang ada di dalam dan luar pulau berpenduduk 23 juta orang tersebut.
China menganggap Taiwan, yang diperintah secara demokratis, sebagai bagian dari wilayahnya. Sementara itu, pemerintah Taiwan menolak klaim Beijing, menyatakan bahwa hanya rakyat Taiwan yang berhak menentukan masa depan mereka, dan Beijing harus menghormati keputusan tersebut. [ah/es]
Forum