Tautan-tautan Akses

Isu Iklim

KTT Desertifikasi PBB Berlangsung di Riyadh, Arab Saudi

Para delegasi di Konferensi Iklim PBB atau COP16 (foto: dok).
Para delegasi di Konferensi Iklim PBB atau COP16 (foto: dok).

Sesi ke-16 Konferensi Iklim PBB (COP16) untuk memerangi penggurunan dibuka di Riyadh, hari Senin (2/12). Konferensi berlangsung dengan peringatan bahwa kalau tidak ada tindakan sekarang, kerusakan yang ditimbulkan nantinya akan lebih parah.

Wakil Sekretaris Jenderal dan Sekretaris Eksekutif Konvensi PBB untuk memerangi penggurunan (UNCCD) Ibrahim Thiaw mengatakan "Jumlahnya mungkin tampak besar dan memang besar. Kita membutuhkan 2,3 triliun dolar pada 2030. Tetapi jika kita melihat dunia seperti sekarang ini, itulah anggaran yang kita habiskan tahun ini, atau tahun lalu untuk pertahanan.”

Konferensi tersebut antara lain akan membahas degradasi tanah, penggurunan dan kekeringan, menurut pernyataan PBB. Sesi kali ini juga untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan, karena dihadiri anggota masyarakat sipil dan ahli dari 196 negara, serta Uni Eropa yang mempromosikan "tindakan mendesak," menurut pernyataan itu.

COP 16 ini diperkirakan menjadi pertemuan puncak terbesar dan paling ambisius yang membahas lahan dan ketahanan kekeringan, menurut PBB. [ka/ab]

Negara-negara Kepulauan Ajukan Kasus Perubahan Iklim ke Pengadilan Tinggi PBB

Aktivis berunjuk rasa di luar Mahkamah Internasional (kiri), di Den Haag, Belanda, Senin, 2 Desember 2024. (Peter Dejong/AP)
Aktivis berunjuk rasa di luar Mahkamah Internasional (kiri), di Den Haag, Belanda, Senin, 2 Desember 2024. (Peter Dejong/AP)

Sebuah kasus perubahan iklim yang bersejarah, dibuka di pengadilan tertinggi PBB (ICJ) di Den Haag, Senin (2/12) ketika beberapa negara kepulauan kecil cemas akan naiknya air laut. Mereka mengatakan kepada pengadilan tersebut bahwa mereka yakin perubahan iklim membahayakan kelangsungan hidup mereka.

Pengadilan yang berpusat di Den Haag, Belanda, akan mendengarkan pendapat 99 negara dan lebih dari selusin organisasi antar pemerintah selama dua minggu. Itu adalah jumlah peserta terbesar dalam hampir 80 tahun sejarah Mahkamah Internasional (ICJ).

Setelah bertahun-tahun melakukan lobi, Majelis Umum PBB tahun lalu meminta pendapat ICJ mengenai “kewajiban negara dalam kaitannya dengan perubahan iklim.”

Dalam sesi pembukaan sidang selama dua minggu, Jaksa Agung negara kepulauan Vanuatu, Arnold Kiel Loughman mengatakan, kelangsungan hidup “rakyat saya dan banyak orang lainnya dipertaruhkan.”

Negara-negara Kepulauan Ajukan Kasus Perubahan Iklim ke Pengadilan Tinggi PBB
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:37 0:00

“Sebagai pejabat hukum utama di negara saya, saya datang ke pengadilan ini karena upaya hukum di dalam negeri tidak mampu mengatasi krisis sebesar ini,” sebutnya.

Keputusan apa pun yang diambil oleh pengadilan, akan menjadi masukan yang tidak mengikat dan tidak secara langsung bisa memaksa negara-negara kaya untuk mengambil langkah membantu negara-negara yang menghadapi kesulitan.

Arnold Kiel Loughman menambahkan, “Negara-negara berkewajiban untuk bertindak dengan tekun, untuk mencegah kerusakan sangat besar yang merugikan lingkungan, men-cegah, mengurangi emisi dan memberi dukungan kepada negara-negara seperti negara saya, untuk melindungi hak asasi manusia generasi kini dan berikutnya.”

Para aktivis berunjuk rasa di luar Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda, Senin, 2 Desember 2024. (Peter Dejong/AP)
Para aktivis berunjuk rasa di luar Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda, Senin, 2 Desember 2024. (Peter Dejong/AP)

Keputusaan ICJ lebih dari sekedar simbol yang kuat, karena dapat men-jadi dasar tindakan hukum lainnya, termasuk tuntutan hukum di dalam negeri.
Dalam satu dasawarsa hingga tahun 2023, permukaan air laut di dunia meningkat rata-rata 4,3 sentimeter, dan sebagian wilayah Pasifik masih meningkat lebih tinggi.

Dunia juga mengalami pemanasan sebesar 1,3 derajat Celcius sejak masa pra-industri, akibat pembakaran bahan bakar fosil.

Sebelum bersidang, para hakim diberi penjelasan tentang ilmu penge-tahuan di balik kenaikan suhu dunia oleh badan perubahan iklim PBB, Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim. [ps/ab]

Kasus Perubahan Iklim akan Disidangkan di Mahkamah Pidana Internasional PBB

Seorang warga berjalan melewati sebuah rumah yang kini terendam akibat naiknya permukaan air laut di Sidogemah, Demak, Jawa Tengah, pada 8 November 2021. (Foto: AP/dita Alangkara)
Seorang warga berjalan melewati sebuah rumah yang kini terendam akibat naiknya permukaan air laut di Sidogemah, Demak, Jawa Tengah, pada 8 November 2021. (Foto: AP/dita Alangkara)

Setelah lobi bertahun-tahun oleh negara-negara kepulauan yang khawatir akan lenyap begitu saja akibat naiknya permukaan air laut, Majelis Umum PBB tahun lalu meminta pendapat Mahkamah Pidana Internasional (ICJ) tentang “kewajiban Negara-negara terkait perubahan iklim.”

Mahkamah tertinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa akan menangani kasus terbesar dalam sejarahnya pada Senin (2/12), ketika membuka sidang yang akan berlangsung selama dua minggu mengenai apa yang secara hukum harus dilakukan negara-negara di seluruh dunia untuk memerangi perubahan iklim dan membantu negara-negara yang rentan melawan dampak buruknya.

Setelah lobi bertahun-tahun oleh negara-negara kepulauan yang khawatir akan lenyap begitu saja akibat naiknya permukaan air laut, Majelis Umum PBB tahun lalu meminta pendapat Mahkamah Pidana Internasional (ICJ) tentang “kewajiban Negara-negara terkait perubahan iklim.”

“Kami ingin pengadilan mengonfirmasi bahwa tindakan yang telah merusak iklim adalah melanggar hukum,” kata Margaretha Wewerinke-Singh, yang memimpin tim hukum untuk Vanuatu, negara kepulauan di Pasifik, kepada kantor berita Associated Press.

Dalam satu dekade hingga 2023, permukaan laut telah naik dengan rata-rata global sekitar 4,3 sentimeter, dan beberapa bagian di Pasifik naik lebih tinggi lagi. Dunia juga telah menghangat 1,3 derajat Celsius sejak masa pra-industri karena pembakaran bahan bakar fosil.

Vanuatu adalah salah satu dari sekelompok negara kecil yang mendorong intervensi hukum internasional dalam krisis iklim.

“Kami hidup di garis depan dari dampak perubahan iklim. Kami adalah saksi dari kehancuran tanah kami, mata pencaharian kami, budaya kami, dan hak asasi kami,” kata utusan perubahan iklim Vanuatu Ralph Regenvanu kepada wartawan sebelum sidang.

Setiap keputusan mahkamah akan menjadi nasihat yang tidak mengikat dan tidak dapat secara langsung memaksa negara-negara kaya untuk bertindak membantu negara-negara yang sedang berjuang. Namun, keputusan itu akan menjadi lebih dari sekadar simbol yang kuat karena dapat berfungsi sebagai dasar untuk tindakan hukum lainnya, termasuk gugatan hukum domestik.

Pada hari Minggu (1/12), menjelang sidang, kelompok advokasi menyatukan organisasi lingkungan dari seluruh dunia. Kelompok Mahasiswa Kepulauan Pasifik Melawan Perubahan Iklim — yang pertama kali mengembangkan gagasan untuk meminta opini penasihat — bersama dengan Pemuda Dunia untuk Keadilan Iklim merencanakan aksi sore hari dengan pidato, musik, dan diskusi.

Mulai hari Senin, mahkamah yang berpusat di Den Haag itu akan mendengarkan keterangan dari 99 negara dan belasan organisasi antarpemerintah selama dua minggu. Ini adalah sidang terbesar dalam sejarah lembaga itu yang hampir berusia 80 tahun. [lt/ka]

Badai Bora Banjiri Rumah dan Jalanan di Pulau Rhodes, Yunani 

Sejumlah mobil tampak saling bertumpuk di salah sudut di Kota Rhodes, Yunani, pada 1 Desember 2024, setelah hujan deras melanda wilayah tersebut. (Foto: Stringer/Eurokinissi/AFP)
Sejumlah mobil tampak saling bertumpuk di salah sudut di Kota Rhodes, Yunani, pada 1 Desember 2024, setelah hujan deras melanda wilayah tersebut. (Foto: Stringer/Eurokinissi/AFP)

Hujan deras membanjiri rumah-rumah, sejumlah tempat usaha, dan jalan-jalan di pulau wisata populer Yunani, Rhodes, pada hari Minggu (1/12), memaksa pihak berwenang untuk sementara melarang penggunaan kendaraan saat Badai Bora menghantam negara itu untuk hari kedua.

Pada hari Sabtu (30/11), seorang pria tewas dalam banjir bandang yang melanda pulau Yunani lainnya di wilayah Aegea utara.

Dinas pemadam kebakaran menerima lebih dari 650 panggilan untuk memompa air keluar dari bangunan-bangunan yang banjir di Pulau Rhodes dan mengevakuasi 80 orang ke tempat yang lebih aman. Kota Ialysos di pulau tersebut dinyatakan menjadi wilayah paling parah yang terdampak banjir. Tidak ada korban luka yang dilaporkan.

Mobil-mobil dan puing-puing menumpuk tinggi di jalan-jalan Rhodes yang terendam air, dan penduduk berusaha membersihkan lumpur dari properti mereka yang tergenang air.

“Situasinya tragis, beberapa orang kehilangan rumah, beberapa orang mengungsi, mobil-mobil kami dalam kondisi yang mengerikan,” kata Sofia Kanelli di Ialysos.

Juru bicara pemadam kebakaran Vassilis Varthakogiannis mengatakan kepada SKAI TV Yunani bahwa cuaca buruk akan berlanjut pada hari Senin (2/12).

Negara di kawasan Mediterania itu telah dilanda banjir dan kebakaran hutan dalam beberapa tahun terakhir, dan para ilmuwan mengatakan bahwa Yunani telah menjadi “pusat” bagi perubahan iklim.

“Kondisi dalam beberapa tahun terakhir berbeda; kami mengalami hujan lebat dan banjir mendadak,” kata Varthakogiannis.

Pada tahun 2023, lebih dari 20.000 wisatawan dan penduduk setempat terpaksa meninggalkan rumah dan hotel di tepi pantai karena kebakaran hutan yang berlangsung selama berhari-hari.

Badai petir dan hujan lebat juga mengganggu layanan kereta api di daratan utama Yunani, terutama di bagian tengah dan utara negara tersebut. [lt/ka]

VOA Headline News: Kasus Perubahan Iklim akan Disidangkan di Mahkamah Pidana Internasional PBB

VOA Headline News: Kasus Perubahan Iklim akan Disidangkan di Mahkamah Pidana Internasional PBB
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:05:00 0:00

Taliban: Afghanistan Harus Ikut Serta dalam Pembicaraan Iklim Mendatang

Peserta melewati papan tanda KTT Iklim PBB COP29 di Baku, Azerbaijan, 23 November 2024. (Foto: AP)
Peserta melewati papan tanda KTT Iklim PBB COP29 di Baku, Azerbaijan, 23 November 2024. (Foto: AP)

Dirjen Badan Perlindungan Lingkungan Afghanistan, Matiul Haq Khalis, mengatakan “Afghanistan harus berpartisipasi dalam konferensi semacam itu di masa depan.” Dia menggambarkan kehadiran Afghanistan pada perundingan bulan lalu sebagai “pencapaian besar.”

Seorang pejabat lingkungan hidup Afghanistan pada Minggu (1/12) mengatakan negaranya harus diizinkan untuk berpartisipasi dalam pembicaraan iklim global di masa depan. Hal ini disampaikannya setelah kembali dari KTT Iklim (COP29) di Baku, Azerbaijan, di mana para pejabat Taliban hadir untuk pertama kalinya.

Delegasi Afghanistan diundang sebagai “tamu” tuan rumah Azerbaijan, bukan sebagai pihak yang terlibat langsung dalam perundingan. Ini adalah pertama kalinya delegasi Afghanistan hadir sejak Taliban mengambil alih kekuasaan pada Agustus 2021, setelah gagal mendapatkan undangan pada dua COP sebelumnya yang diselenggarakan di Mesir dan Uni Emirat Arab.

Berbicara dalam konferensi pers pada Minggu, Dirjen Badan Perlindungan Lingkungan Afghanistan, Matiul Haq Khalis, mengatakan “Afghanistan harus berpartisipasi dalam konferensi semacam itu di masa depan.” Dia menggambarkan kehadiran Afghanistan pada perundingan bulan lalu sebagai “pencapaian besar.”

“Kami berpartisipasi dalam konferensi tahun ini sehingga kami dapat menyuarakan suara bangsa mengenai permasalahan yang kami hadapi dan apa kebutuhan warga Afghanistan. Kami harus menyampaikan hal-hal ini kepada dunia,” ujarnya.

Matiul menjelaskan bahwa delegasi Afghanistan mengadakan pertemuan dengan “19 organisasi dan pemerintah berbeda,” termasuk delegasi dari Rusia, Qatar, Azerbaijan dan Bangladesh.

Paling Rentan Terdampak Pemanasan Global

Afghanistan adalah salah satu negara yang paling rentan terhadap pemanasan global, meskipun emisinya minimal, dan pemerintah Taliban menilai isolasi politik terhadap negara mereka seharusnya tidak menghalangi untuk ikut melakukan pembicaraan iklim internasional.

Pemerintah Afghanistan telah menerapkan hukum syariah Islam yang ketat sejak mengambil alih kekuasaan, dengan sangat membatasi partisipasi perempuan dalam kehidupan publik. PBB menyebut kebijakan itu sebagai “apartheid gender.”

Di antara negara-negara termiskin di dunia setelah perang selama beberapa dekade, Afghanistan adalah negara yang paling terdampak perubahan iklim, yang menurut para ilmuwan memicu cuaca ekstrem termasuk kekeringan berkepanjangan, seringnya banjir, dan produktivitas pertanian yang menurun.

PBB juga menyerukan tindakan untuk membantu Afghanistan membangun ketahanan dan partisipasi negara itu dalam berbagai perundingan internasional. Negara-negara maju telah berkomitmen untuk menyediakan US$100 miliar per tahun dalam pendanaan iklim hingga tahun 2025 untuk membantu negara-negara berkembang bersiap menghadapi dampak iklim yang semakin buruk dan menghentikan ketergantungan perekonomian mereka dari bahan bakar fosil. [em/ab]

Lebih Dari 100 Negara Dukung Kesepakatan Pembatasan Produk Plastik

Aktivis lingkungan Korea Selatan berdemo di luar gedung tempat pelaksanaan sesi ke-5 Komite Negosiasi Antar-Pemerintah, di Busan, Korea Selatan, 1 Desember 2024. Mereka menuntut kesepakatan global yang lebih kuat untuk menangani sampah plastik. (Foto: Ahn Young-joon/AP Photo)
Aktivis lingkungan Korea Selatan berdemo di luar gedung tempat pelaksanaan sesi ke-5 Komite Negosiasi Antar-Pemerintah, di Busan, Korea Selatan, 1 Desember 2024. Mereka menuntut kesepakatan global yang lebih kuat untuk menangani sampah plastik. (Foto: Ahn Young-joon/AP Photo)

Perjanjian yang diharapkan dapat dihasilkan dari perundingan itu bisa menjadi kesepakatan paling signifikan terkait perlindungan lingkungan dan emisi pemanasan iklim sejak Perjanjian Paris 2015.

Para perunding yang menginginkan perjanjian internasional untuk membatasi polusi plastik akan menghadapi perdebatan sengit pada hari terakhir perundingan yang dijadwalkan. Pasalnya, lebih dari 100 negara yang mendukung perjanjian yang akan membatasi produksi plastik berhadapan dengan segelintir negara penghasil minyak yang ingin perjanjian tersebut hanya berfokus pada sampah plastik.

Pertemuan Komite Perundingan Antar-pemerintah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang kelima (Intergovernmental Negotiating Committee/INC-5) dan terakhir untuk menghasilkan perjanjian internasional yang mengikat secara hukum akan berakhir di Busan pada Minggu (1/12). Namun hingga Minggu (1/12) pagi, sesi pleno terakhir belum ditetapkan.

Perjanjian yang diharapkan dapat dihasilkan dari perundingan itu bisa menjadi perjanjian paling signifikan terkait perlindungan lingkungan dan emisi pemanasan iklim sejak Perjanjian Paris 2015.

Hingga Minggu, negara-negara masih berbeda pendapat mengenai cakupan dasar perjanjian tersebut. Negara-negara belum sepakat memilih antara satu opsi yang diusulkan oleh Panama – dan didukung oleh lebih dari 100 negara – yang menciptakan jalur untuk mencapai target pengurangan produksi plastik global, dan opsi lainnya yang tidak menerapkan pembatasan produksi sama sekali..

Beberapa negosiator mengatakan negara-negara tertentu masih belum mengabulkan tuntutan mereka hingga Sabtu (30/11) malam.

“Kita punya lebih dari 100 negara yang benar-benar ambisius. Di sisi lain, kita punya sekelompok kecil negara yang… pada dasarnya kehabisan waktu dan tidak bergerak maju,” kata Anthony Agotha, Utusan Khusus Uni Eropa (UE) untuk Perubahan Iklim dan Lingkungan.

“Kita benar-benar perlu menangani siklus hidup plastik secara penuh karena kita tidak bisa mendaur ulang untuk keluar dari krisis ini… Kita tidak bisa berjalan dengan satu kaki,” katanya.

Para ketua delegasi berfoto bersama usai memberi keterangan pers mengenai sesi ke-5 sidang Komite Nasional Antar-Pemerintah yang sedang merundingkan kesepakatan global untuk membatasi produksi plastik, di Busan, Korea Selaan, Minggu, 1 Desember 2024. (Foto: Anthony Wallace/AFP)
Para ketua delegasi berfoto bersama usai memberi keterangan pers mengenai sesi ke-5 sidang Komite Nasional Antar-Pemerintah yang sedang merundingkan kesepakatan global untuk membatasi produksi plastik, di Busan, Korea Selaan, Minggu, 1 Desember 2024. (Foto: Anthony Wallace/AFP)

Sejumlah kecil negara penghasil petrokimia, seperti Arab Saudi, sangat menentang upaya untuk menargetkan produksi plastik dan mencoba menggunakan taktik prosedural untuk menunda negosiasi.

Arab Saudi belum memberikan komentar segera.

China, Amerika Serikat, India, Korea Selatan, dan Arab Saudi adalah lima negara penghasil polimer utama pada 2023, menurut penyedia data Eunomia.

Dengan hanya beberapa jam tersisa untuk perundingan yang sudah dijadwalkan dan konsensus yang tampaknya tidak tercapai, beberapa negosiator dan pengamat khawatir perundingan tersebut akan gagal atau diperpanjang ke sesi lain.

“Kita berada di persimpangan jalan saat ini,” kata ketua delegasi Panama Juan Carlos Monterrey Gomez, Sabtu (30/11).

“Menunda pertemuan ini akan berakibat fatal, tidak hanya bagi kesehatan bumi, tetapi juga bagi kesehatan manusia… kita harus mencapai hasil yang dapat mengangkat perjuangan ini.”

Produksi plastik akan meningkat tiga kali lipat pada 2050, dan mikroplastik telah ditemukan di udara, produk segar, dan bahkan ASI. [ft/ah]

Spanyol Kenalkan 'Cuti Iklim' untuk Pekerja Terdampak Bencana Cuaca

Hampir sebulan setelah banjir bandang, mobil-mobil yang rusak dikumpulkan di pinggiran kota di Paiporta, Valencia, Spanyol, 28 November 2024. (Eva Manez/REUTERS)
Hampir sebulan setelah banjir bandang, mobil-mobil yang rusak dikumpulkan di pinggiran kota di Paiporta, Valencia, Spanyol, 28 November 2024. (Eva Manez/REUTERS)

Menteri Ekonomi Carlos Cuerpo memperingatkan bahwa biaya dampak cuaca ekstrem bisa meningkat dua kali lipat pada 2050. Pemerintah juga mengonfirmasi bantuan baru senilai 2,3 miliar euro untuk korban banjir.

Pemerintah Spanyol, Kamis (28/11) menyetujui kebijakan "cuti iklim berbayar" hingga empat hari bagi para pekerja untuk menghindari perjalanan selama keadaan darurat cuaca, sebulan setelah banjir yang menewaskan 230 orang.

Langkah ini diambil setelah sejumlah perusahaan dikritik karena memerintahkan karyawan untuk tetap bekerja meskipun Badan Cuaca Nasional telah mengeluarkan peringatan merah saat bencana pada 29 Oktober lalu.

Perusahaan-perusahaan tersebut mengklaim bahwa otoritas gagal memberikan informasi yang memadai dan terlalu lambat dalam mengirimkan peringatan melalui telepon terkait salah satu banjir paling mematikan dalam beberapa dekade terakhir di Eropa itu.

Kebijakan baru ini bertujuan untuk "mengatur sesuai dengan keadaan darurat iklim" sehingga "tidak ada pekerja yang harus mengambil risiko," kata Menteri Tenaga Kerja Yolanda Diaz kepada penyiar publik RTVE.

Jika otoritas darurat mengeluarkan peringatan bahaya, "Pekerja harus menahan diri untuk tidak pergi bekerja," tambah Diaz.

Pekerja juga bisa menggunakan mekanisme pengurangan jam kerja setelah periode empat hari tersebut, yang sudah berlaku untuk keadaan darurat lainnya, menurut pemerintah.

Menteri Ekonomi Carlos Cuerpo memperingatkan bahwa biaya dampak cuaca ekstrem bisa meningkat dua kali lipat pada 2050. Pemerintah juga mengonfirmasi bantuan baru senilai 2,3 miliar euro untuk korban banjir.
Para ilmuwan menyatakan bahwa perubahan iklim akibat aktivitas manusia memicu peningkatan durasi, frekuensi, dan intensitas berbagai bencana alam. [th/ab]

Bencana Longsor Akibat Hujan di Sumatra Tewaskan Sedikitnya 7 Orang

Tim penyelamat membersihkan puing-puing di dekat kendaraan yang terdampak longsor yang menewaskan sejumlah orang di Sibolangit, Sumatera Utara, Kamis, 28 November 2024. (Foto AP/Binsar Bakkara)
Tim penyelamat membersihkan puing-puing di dekat kendaraan yang terdampak longsor yang menewaskan sejumlah orang di Sibolangit, Sumatera Utara, Kamis, 28 November 2024. (Foto AP/Binsar Bakkara)

Tujuh orang tewas akibat tanah longsor yang dipicu oleh hujan deras di Pulau Sumatra, Indonesia, menurut pejabat setempat pada Kamis (28/11). Insiden ini menambah jumlah korban tewas akibat tanah longsor di wilayah tersebut yang terjadi dalam minggu ini.

Tim penyelamat menemukan jenazah korban, termasuk seorang sopir dan penumpang bus wisata, yang tertimbun pohon, lumpur, dan batu di jalur dari Kota Medan menuju Kota Berastagi, Provinsi Sumatra Utara. Jalur tersebut merupakan akses utama dari Medan ke berbagai kabupaten di wilayah itu.

Bus tersebut adalah salah satu dari sejumlah kendaraan yang terjebak tanah longsor sejak Rabu pagi (27/11). Lebih dari 10 orang dilaporkan terluka dan telah dievakuasi ke rumah sakit di Kota Medan.

Direktur Lalu Lintas Polda Sumatra Utara, Muji Ediyanto, dalam pesan video yang disampaikan melalui Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), mengatakan bahwa sejumlah kendaraan masih terjebak di antara lokasi longsor di sepanjang jalan itu.

Tim penyelamat menggunakan alat berat untuk membersihkan lumpur dari jalan akibat tanah longsor yang menimpa beberapa kendaraan dan menewaskan banyak orang di Deli Serdang, Sumatera Utara, Kamis, 28 November 2024. (Binsar Bakkara/AP)
Tim penyelamat menggunakan alat berat untuk membersihkan lumpur dari jalan akibat tanah longsor yang menimpa beberapa kendaraan dan menewaskan banyak orang di Deli Serdang, Sumatera Utara, Kamis, 28 November 2024. (Binsar Bakkara/AP)

“Evakuasi akan memakan waktu setidaknya dua hari. Beberapa kendaraan masih tertimbun material longsor. Ada juga pohon tumbang di beberapa titik, sehingga kendaraan belum bisa keluar dari lokasi,” kata Ediyanto.

Sebelmnya pada awal pekan ini, 20 orang tewas akibat banjir bandang dan tanah longsor di empat lokasi lereng gunung Provinsi Sumatra Utara, termasuk di Kabupaten Karo yang jaraknya kurang dari 20 kilometer dari lokasi longsor terbaru.

Hujan musiman dari Oktober hingga Maret sering menyebabkan banjir dan tanah longsor di Indonesia, sebuah negara kepulauan dengan 17.000 pulau, di mana jutaan penduduk tinggal di daerah pegunungan atau dataran banjir yang subur. [th/ab]

Di Bawah Trump, Peraturan Perubahan Iklim AS akan Berubah

Capres AS Donald Trump dan Lee Zeldin dalam kampanye bersama di Concord, New Hampshire (foto: dok).
Capres AS Donald Trump dan Lee Zeldin dalam kampanye bersama di Concord, New Hampshire (foto: dok).

Mantan anggota DPR Lee Zeldin telah dinominasikan oleh presiden terpilih Donald Trump sebagai Kepala Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA). Reporter VOA Veronica Balderas Iglesias mengkaji kredibilitas Zeldin dan bagaimana prioritas EPA terkait peraturan perubahan iklim, kemungkinan akan berubah.

Lee Zeldin adalah mantan anggota Kongres dari Partai Republik selama empat periode dari negara bagian New York dan pendukung lama Presiden terpilih Donald Trump. Zeldin siap menjadi kepala Badan Perlindungan Lingkungan AS berikutnya.

Pria berusia 44 tahun ini meraih gelar sarjana hukum dari Albany Law School dan bertugas aktif selama empat tahun di Angkatan Darat AS. Ia sudah menikah dan memiliki anak perempuan kembar.

Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada 11 November, Trump mengumumkan pencalonan Zeldin, dengan mengatakan bahwa mantan anggota kongres tersebut akan “melancarkan kekuatan bisnis Amerika, dan pada saat yang sama mempertahankan standar lingkungan tertinggi.”

Zeldin mengatakan kepada Fox News bahwa dia bersemangat untuk menerapkan agenda ekonomi Trump. “Ada peraturan-peraturan yang diadvokasi oleh kelompok sayap kiri negara ini melalui kekuatan regulasi yang pada akhirnya menyebabkan dunia usaha bergerak ke arah yang keliru,” ujarnya.

Di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden dari partai Demokrat, EPA memprioritaskan produksi energi bersih dan terbarukan, serta membatasi produksi minyak dan gas dalam upaya mengekang emisi dan melawan perubahan iklim.

Presiden terpilih Trump membayangkan formula yang berbeda. “Kami akan mengatasi setiap rintangan birokrasi untuk segera mengeluarkan persetujuan untuk pengeboran baru, jaringan pipa baru, kilang baru, pembangkit listrik baru, dan segala jenis reaktor.”

Zeldin menyuarakan posisi serupa ketika dia gagal mencalonkan diri sebagai gubernur New York pada tahun 2022.

“Kita harus membatalkan larangan negara terhadap ekstraksi gas alam yang aman; menyetujui permohonan-permohonan instalasi saluran pipa baru,” kata Zeldin.

Di Bawah Trump, Peraturan Perubahan Iklim AS akan Berubah
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:14 0:00

Pencalonan Zeldin muncul ketika PBB memperbarui seruannya kepada negara-negara untuk beralih dari bahan bakar fosil untuk memerangi pemanasan global.

Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan, "Suara yang Anda dengar adalah detak jam. Kita berada dalam hitungan mundur terakhir untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celsius dan waktu tidak berpihak pada kita."

Peraturan perubahan iklim diperkirakan akan dibatasi di tingkat federal di bawah kepemimpinan Zeldin. Para analis mencatat bahwa saat ini, negara bagian-negara bagian dapat memilih untuk memberlakukan peraturan mereka masing-masing dan konsumen dapat memilih solusi ramah lingkungan secara individual. [ab/uh]

update

Studi: Gunung Api Aktif Terbesar di Amerika Serikat Tunjukkan Tanda Peringatan Sebelum Meletus Tahun 2022

FILE - Orang-orang menyaksikan lava dari gunung berapi Mauna Loa di dekat Hilo, Hawaii, 1 Desember 2022. (Gregory Bull, Arsip/AP)
FILE - Orang-orang menyaksikan lava dari gunung berapi Mauna Loa di dekat Hilo, Hawaii, 1 Desember 2022. (Gregory Bull, Arsip/AP)

Para ilmuwan tidak dapat mengetahui secara pasti kapan sebuah gunung api akan meletus, tapi mereka dapat melihat tanda-tandanya. Itu terjadi dua tahun lalu pada gunung api aktif terbesar di dunia yang terletak di Hawaii, Amerika Serikat, yang disebut Mauna Loa.

Dua tahun lalu, Mauna Loa, gunung api aktif terbesar di dunia, meletus. Terdapat tanda-tanda yang menunjukkan hal itu akan terjadi sebelumnya.

Sekitar dua bulan sebelum Mauna Loa memuntahkan lava cair berwarna jingga menyala, para ahli geologi mendeteksi gempa bumi kecil di dekatnya, disertai tanda-tanda lainnya. Mereka pun memberikan peringatan kepada penduduk di Pulau Besar Hawaii, di mana gunung api itu berada.

Kini, sebuah studi mengenai lava gunung api tersebut mengonfirmasi lini masa mengenai kapan batuan cair di bawah tanah mulai bergerak.

Komposisi kimia dari batuan-batuan kristal tertentu dalam lava menunjukkan bahwa sekitar 70 hari sebelum letusan, sejumlah besar batuan cair telah bergerak dari kedalaman sekitar 3-5 kilometer di bawah puncak gunung ke kisaran 2 kilometer atau kurang di bawahnya, menurut studi tersebut.

Temuan itu sesuai dengan lini masa yang diamati oleh para ahli geologi pada petunjuk-petunjuk lainnya.

Kendra Lynn, ahli geologi riset di Observatorium Gunung Berapi Hawaii, sekaligus salah satu penyusun penelitian baru di Nature Communications, mengatakan, “Sekitar 70 hari sebelum letusan, kami melihat perubahan yang bersamaan di hampir semua set data pemantauan kami. Jadi, semuanya berubah pada saat yang sama. Dan pascaletusan, ketika kami memeriksa kristal-kristal olivin yang keluar dari gunung berapi, kristal-kristal itu merekam bukti aktual tentang di mana magma berada dan kapan ia bergerak sebelum terjadinya letusan. Dan bukti-bukti tersebut juga selaras dengan penanda 70 hari sebelum letusan terjadi.”

Dalam gambar webcam yang disediakan oleh Survei Geologi AS ini, letusan terjadi di puncak gunung berapi Kilauea di Hawaii, Rabu 7 Juni 2023. (Survei Geologi AS via AP)
Dalam gambar webcam yang disediakan oleh Survei Geologi AS ini, letusan terjadi di puncak gunung berapi Kilauea di Hawaii, Rabu 7 Juni 2023. (Survei Geologi AS via AP)

Penggelembungan tanah dan peningkatan aktivitas gempa bumi di dekat gunung berapi terjadi karena magma bergerak naik dari lapisan kerak Bumi yang lebih rendah untuk mengisi ruang di bawah gunung api tersebut, urai Lynn.

Ketika tekanan cukup tinggi, magma menembus batuan permukaan yang rapuh dan menjadi lava. Akibatnya, letusan pun dimulai di Gunung Mauna Loa pada 27 November 2022.

“Volume magma yang cukup besar bergerak ke bagian paling dangkal dari gunung api ini. Dan begitu tekanan cukup tinggi, kami yakin magma itu runtuh begitu saja dan letusan pun lantas dimulai,” imbuh Kendra Lynn.

Kemudian, para peneliti mengumpulkan sampel batuan vulkanik untuk dianalisis.

Sebelum 2022, Mauna Loa terakhir kali meletus pada tahun 1984.

Sebagian besar gunung berapi Amerika Serikat yang dianggap aktif oleh para ilmuwan ditemukan di Hawaii, Alaska, dan di daerah Pantai Barat.

Di seluruh dunia, terdapat sekitar 585 gunung api yang dianggap aktif.

Para ilmuwan tidak bisa memprediksi letusan, tapi mereka bisa membuat “prakiraan,” kata Ben Andrews, yang mengepalai program gunung api global di Smithsonian Institution. Andrews tidak terlibat dalam penelitian terbaru.

Andrews membandingkan prakiraan letusan gunung api dengan prakiraan cuaca, yang pada intinya merupakan “kemungkinan” yang sudah diteliti bahwa suatu peristiwa akan terjadi.

Selain itu, data yang lebih baik mengenai perilaku suatu gunung api dapat membantu para peneliti menyempurnakan prakiraan aktivitas gunung tersebut di masa mendatang, kata para ahli.

Ben Andrews mengatakan,“Pada dasarnya data-data itu memberikan batasan. Batasan waktu yang sangat bermanfaat mengenai jalannya proses ini, dan itulah hal yang hampir tidak pernah kami miliki, yaitu batasan waktu yang sangat baik tentang berapa lama beberapa proses (erupsi gunung api) ini mungkin berlangsung.” [rd/ab]

update

Sumut Lanjutkan Pencarian 7 Orang Setelah Bencana Tanah Longsor dan Banjir Tewaskan 15 Orang

Sebuah ekskavator sedang memindahkan tanah selama pencarian dan penyelamatan korban di lokasi tanah longsor yang disebabkan oleh hujan lebat di Desa Semangat Gunung di Karo, Provinsi Sumatera Utara, 25 November 2024. (REUTERS)
Sebuah ekskavator sedang memindahkan tanah selama pencarian dan penyelamatan korban di lokasi tanah longsor yang disebabkan oleh hujan lebat di Desa Semangat Gunung di Karo, Provinsi Sumatera Utara, 25 November 2024. (REUTERS)

Tanah longsor dan banjir bandang merusak rumah-rumah, masjid dan sawah. Akses jalan terputus di beberapa desa, dan ekskavator digunakan dalam mencari para korban dan orang-orang yang hilang.

Para petugas penyelamat Indonesia mencari tujuh orang yang masih hilang empat hari setelah hujan lebat mengguyur provinsi Sumatera Utara, menyebabkan banjir bandang dan tanah longsor yang menewaskan 15 orang, kata seorang pejabat, Selasa (26/11).

Sebelas orang tewas karena tanah longsor di Kabupaten Karo, Padang Lawas dan Tapanuli Selatan, dan empat lainnya tewas karena banjir bandang di Deli Serdang setelah cuaca buruk terjadi hari Sabtu, kata juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari.

Sekitar seratus petugas penyelamat bersama dengan polisi dan militer masih mencari tujuh orang yang hilang, tetapi mereka terhadang oleh hujan terus menerus, lanjutnya.

“Hujan masih turun mulai dari siang hingga malam. Ini adalah kendala utama sewaktu kami berusaha menemukan orang-orang yang hilang,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa upaya pencarian akan dilanjutkan hingga Sabtu.

Tanah longsor dan banjir bandang merusak rumah-rumah, masjid dan sawah. Akses jalan terputus di beberapa desa, dan ekskavator digunakan dalam mencari para korban dan orang-orang yang hilang.

Badan penanggulangan bencana itu memperingatkan warga di provinsi Sumatera Utara untuk mengantisipasi kemungkinan banjir dalam beberapa pekan mendatang karena diperkirakan hujan lebat akan terus turun, kata Abdul. Tanah longsor kerap terjadi di Indonesia, terutama pada musim hujan. Risiko tanah longsor kerap meningkat karena penggundulan hutan dan penambangan liar skala kecil di tempat-tempat terpencil. [uh/ab]

Indonesia Promosi “Carbon Trading” di COP29, Dicermati Pengamat dan Aktivis

Indonesia Promosi “Carbon Trading” di COP29, Dicermati Pengamat dan Aktivis
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:30 0:00

Dalam KTT Iklim COP29 di Baku, Azerbaijan, pemerintah Indonesia mempromosikan perdagangan karbon untuk merespons perubahan iklim. Pemerintah mengklaim cara ini efektif dan diminati negara-negara lain. Namun upaya ini dipertanyakan pengamat dan aktivis lingkungan.

Kesepakatan Iklim COP29 $300 Miliar Picu Kemarahan dan Harapan

FILE: Presiden COP29 Mukhtar Babayev berpidato dalam rapat pleno penutupan Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa COP29, di Baku, Azerbaijan, 24 November 2024. (Maxim Shemetov/REUTERS)
FILE: Presiden COP29 Mukhtar Babayev berpidato dalam rapat pleno penutupan Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa COP29, di Baku, Azerbaijan, 24 November 2024. (Maxim Shemetov/REUTERS)

Negara-negara berkembang dan terbelakang memperdebatkan target baru pendanaan ramah lingkungan dan secara konsisten menyerukan pendanaan iklim dalam bentuk hibah publik.

Kemarahan dan frustrasi dari negara-negara berkembang yang rentan terhadap dampak iklim, kemungkinan akan berlanjut setelah pertemuan puncak perubahan iklim di Azerbaijan, COP29 berakhir.

Negara-negara yang ikut dalam KTT itu menawarkan target keuangan dunia sebesar $300 miliar untuk membantu negara-negara miskin mengatasi perubahan iklim, sebuah kesepakatan yang oleh banyak negara-negara penerimanya dikecam sebagai hal yang sangat tidak memadai.

Negara-negara maju, yang secara historis merupakan penghasil emisi yang bertanggung jawab atas pemanasan global, pada hari Minggu sepakat menjanjikan $300 miliar per tahun, hingga tahun 2035 bagi negara-negara berkembang untuk mencegah dampak terburuk perubahan iklim. Angka itu kurang dari seperempat jumlah $1,3 triliun yang dibutuhkan setiap tahun untuk mengurangi emisi dan membangun ketahanan di negara-negara rentan.

Dana $300 miliar itu juga merupakan peningkatan sebesar $200 miliar per tahun dari perjanjian yang ditetapkan sejak tahun 2009 dan akan berakhir masa berlakunya.

Kekecewaan dan kemarahan besar dari negara-negara berkembang dan terbelakang diungkapkan pada sidang penutupan, di mana beberapa perwakilan nasional menyebut penerapan paket pendanaan baru itu “menghina.”

“Kami sangat kecewa,” kata perunding India Chandni Raina, yang menyebut angka tersebut “sangat buruk.”

Peserta dari Kuba, Pedro Luis Pedroso, menggambarkan kesepakatan itu sebagai “kolonialisme lingkungan hidup,” dan menyatakan bahwa jika memperhitungkan inflasi saat ini, pendanaan yang dijanjikan adalah lebih rendah dari $100 miliar yang disepakati pada tahun 2009.

Perunding Bolivia menyebut kesepakatan itu “menghina” negara-negara berkembang.

Beberapa perwakilan negara Barat lebih optimistis.

“COP29 akan dikenang sebagai era baru pendanaan iklim,” kata perunding iklim utama UE, Wopke Hoekstra, sambil menyebut jumlah target itu “ambisius” dan “dapat dicapai.”

FILE: Rapat pleno penutupan Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa COP29, di Baku, Azerbaijan, 24 November 2024. (Maxim Shemetov/REUTERS)
FILE: Rapat pleno penutupan Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa COP29, di Baku, Azerbaijan, 24 November 2024. (Maxim Shemetov/REUTERS)

Beberapa pakar mengatakan kepada VOA, struktur dan komposisi kesepakatan bernilai $300 miliar itu lebih penting daripada angka keuangan sebenarnya. Kesepakatan akhir itu memungkinkan sumber dana negara dan swasta digunakan untuk mendukung upaya-upaya persiapan iklim di negara-negara berkembang.

Para perunding dari negara-negara berkembang menyatakan keprihatinan mereka bahwa sumber-sumber pendanaan swasta bisa datang dalam bentuk pinjaman yang lebih banyak. Fakta ini bisa membuat utang negara-negara miskin makin menumpuk. Mereka lebih menyukai pendanaan dalam bentuk hibah.

Negara-negara berkembang dan terbelakang memperdebatkan target baru pendanaan ramah lingkungan dan secara konsisten menyerukan pendanaan iklim dalam bentuk hibah publik. Perundingan yang penuh ketegangan selama seminggu terakhir itu ditambah dua hari dan mencakup setidaknya satu episode, di mana para perunding dari negara-negara kepulauan kecil dan beberapa negara termiskin di dunia, keluar dari ruang pertemuan dengan negara-negara kaya, sebagai bentuk protes. Mereka menegaskan bahwa suara dan pandangan mereka tidak didengar. [ps/ab]

Negara Berkembang Kecam Kesepakatan Iklim COP29 Senilai $300 Miliar

Peserta konferensi terlihat berjalan melewati logo COP29 dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB yang berlangsung di Baku, Azerbaijan, pada 21 November 2024. (Foto: AFP)
Peserta konferensi terlihat berjalan melewati logo COP29 dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB yang berlangsung di Baku, Azerbaijan, pada 21 November 2024. (Foto: AFP)

Kepala iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Simon Stiell, mengakui alotnya negosiasi untuk dapat mencapai kesepakatan tersebut.

Negara-negara peserta konferensi tingkat tinggi (KTT) Iklim COP29 di Baku, Azerbaijan, pada Minggu (24/11), sepakat untuk mengalokasikan dana sebesar $300 miliar per tahun guna membantu negara miskin mengatasi dampak perubahan iklim. Namun, sejumlah negara penerima donor mengkritik kesepakatan tersebut karena angka tersebut dinilai tidak mencukupi kebutuhan.

Kesepakatan itu, yang dicapai selama konferensi yang berlangsung dua pekan, bertujuan untuk memberikan momentum bagi upaya internasional dalam mengekang pemanasan global di tahun yang diperkirakan akan menjadi yang terpanas yang pernah tercatat.

Beberapa delegasi dari negara-negara memberikan tepuk tangan meriah di aula pleno COP29, sementara yang lain mengecam negara-negara kaya yang dinilai tidak berbuat lebih banyak. Negara-negara penerima bantuan juga mengkritik tuan rumah Azerbaijan, yang dianggap tergesa-gesa meloloskan rencana kontroversial tersebut.

Aktivis Gina Marcela Cortes Valderrama, tengah, turut serta dalam aksi demonstrasi menuntut pendanaan iklim di COP29, Baku, Azerbaijan, 23 November 2024. (Foto: AP)
Aktivis Gina Marcela Cortes Valderrama, tengah, turut serta dalam aksi demonstrasi menuntut pendanaan iklim di COP29, Baku, Azerbaijan, 23 November 2024. (Foto: AP)

"Dengan sangat menyesal saya sampaikan bahwa dokumen ini tidak lebih dari sekadar ilusi optik," kata perwakilan delegasi India, Chandni Raina, pada sesi penutupan pertemuan puncak, beberapa menit setelah kesepakatan itu disahkan.

"Menurut kami, ini tidak akan menjawab besarnya tantangan yang kita semua hadapi. Oleh karena itu, kami menentang penerapan dokumen ini,” katanya.

Kepala iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Simon Stiell, mengakui alotnya negosiasi untuk dapat mencapai kesepakatan tersebut. Namun, ia memuji hasilnya dan menyebutnya sebagai polis asuransi bagi umat manusia terhadap pemanasan global.

"Ini merupakan perjalanan yang sulit, tetapi kami berhasil mencapai kesepakatan," kata Stiell. "Kesepakatan ini akan terus menumbuhkan ledakan energi bersih dan melindungi miliaran jiwa."

"Namun seperti polis asuransi lainnya, hal ini hanya akan berhasil jika premi dibayarkan penuh dan tepat waktu."

Berdasarkan perjanjian tersebut, negara-negara kaya akan menggelontorkan $300 miliar per tahun hingga 2035, meningkat dari komitmen sebelumnya sebesar $100 miliar per tahun untuk pendanaan iklim pada 2020. Sasaran $100 miliar ini tercapai dua tahun kemudian, pada 2022, dan akan berakhir pada 2025.

Kesepakatan tersebut juga menjadi dasar bagi pertemuan puncak iklim tahun depan, yang akan diadakan di hutan hujan Amazon, Brazil, di mana negara-negara akan memetakan aksi iklim untuk dekade mendatang.

Pertemuan puncak tersebut langsung menyentuh inti perdebatan mengenai tanggung jawab finansial negara-negara industri. Negara-negara ini, yang penggunaan bahan bakar fosilnya secara historis telah menyebabkan sebagian besar emisi gas rumah kaca, diharapkan memberikan kompensasi kepada negara lain atas kerusakan yang semakin parah akibat perubahan iklim.

Peserta melintas di depan papan tanda COP29 di luar lokasi KTT Iklim PBB, Baku, Azerbaijan, Sabtu, 23 November 2024. (Foto: AP)
Peserta melintas di depan papan tanda COP29 di luar lokasi KTT Iklim PBB, Baku, Azerbaijan, Sabtu, 23 November 2024. (Foto: AP)

Pertemuan tersebut juga mengungkap perpecahan antara negara-negara kaya, yang terbatas oleh anggaran domestik yang ketat, dan negara-negara berkembang yang berjibaku dalam membiayai bencana alam seperti badai, banjir, dan kekeringan.

Sejumlah negara mencari bantuan pendanaan untuk memenuhi tujuan Perjanjian Paris, yaitu membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri, yang jika terlampaui dapat menimbulkan dampak iklim yang dahsyat.

Dunia saat ini berada di jalur yang tepat untuk pemanasan hingga 3,1 derajat Celsius pada akhir abad ini, menurut laporan Kesenjangan Emisi PBB 2024, seiring dengan meningkatnya emisi gas rumah kaca global dan penggunaan bahan bakar fosil.

Kesepakatan tersebut gagal menetapkan langkah-langkah terperinci tentang bagaimana negara-negara akan memenuhi janji KTT iklim PBB tahun lalu. Janji tersebut mencakup peralihan dari bahan bakar fosil dan melipatgandakan kapasitas energi terbarukan dalam dekade ini. Beberapa negosiator mengungkapkan bahwa Arab Saudi berupaya menghalangi rencana tersebut selama perundingan.

"Jelas ada tantangan dalam mendapatkan ambisi yang lebih besar saat Anda bernegosiasi dengan Saudi," kata penasihat iklim Amerika Serikat John Podesta. [ah/ft]

Tunjukkan lebih banyak

XS
SM
MD
LG