Ratusan pengunjuk rasa yang mengenakan masker gas dan kacamata pelindung menutupi jalanan Tbilisi pada hari Selasa (14/5) setelah parlemen Georgia meloloskan undang-undang “pengaruh asing” yang dikritik sebagai salinan undang-undang agen asing Rusia; sebuah undang-undang yang kerap digunakan Kremlin untuk menekan perbedaan pendapat.
Selama lebih dari satu bulan, puluhan ribu warga Georgia membanjiri jalanan untuk memprotes undang-undang tersebut dalam unjuk rasa terbesar yang pernah terjadi di negara ini sejak kemerdekaannya dari Uni Soviet.
Untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir, para demonstran adalah para aktivis akar rumput yang terorganisir secara mandiri tanpa pemimpin atau partai politik di belakangnya.
Aparat Georgia telah menangkap puluhan demonstran selama beberapa hari terakhir. Puluhan orang telah diserang atau mengalami intimidasi oleh polisi anti huru-hara, memicu kecaman luas dari para pengawas lokal dan mitra-mitra Barat Georgia.
Anggota parlemen dari Partai Georgia Dream selaku partai penguasa menyetujui undang-undang tersebut meski ada peringatan dari Washington dan Brussels bahwa langkah itu bisa mengancam kemitraan Georgia dengan negara-negara Barat.
Undang-undang pengaruh asing di Georgia mewajibkan organisasi masyarakat sipil, media, dan lainnya yang menerima lebih dari 20% pendanaan asal luar negeri untuk mendaftar sebagai badan dengan kepentingan asing. Undang-undang ini utamanya menarget program bantuan demokrasi Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Pemerintah Georgia mendukung undang-undang tersebut, menyebutnya mirip dengan Undang-Undang Pendaftaran Agen Asing (FARA) di Amerika Serikat – sebuah perbandingan yang tidak diterima oleh para pejabat AS.
FARA diberlakukan pada tahun 1938 untuk membuka kedok propaganda Nazi di Amerika. FARA mengharuskan setiap orang mengungkapkan kepada Departemen Kehakiman ketika mereka mengadvokasi, melobi, atau melakukan pekerjaan kehumasan di AS atas nama pemerintah asing atau entitas poilitik. [th/lt]
Forum