Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat mengatakan hingga saat ini sekitar 217.000 Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia telah mendapatkan pemutihan dari status ilegal menjadi legal.
Dengan adanya pemutihan ini, menurut Jumhur, para TKI tidak lagi perlu membayar pajak pekerja asing karena berdasarkan aturan yang ada di Malaysia, pajak pekerja asing menjadi kewajiban perusahaan yang memperkerjakan mereka atau agen mereka.
TKI di luar negeri yang tidak memiliki dokumen atau ilegal saat ini berjumlah sekitar 1,5 juta orang yang tersebar di sejumlah negara seperti Malaysia, Suriah dan Yordania.
Jumhur menyatakan pihaknya terus berupaya agar para TKI ilegal yang berada di sejumlah negara itu dapat diputihkan atau dialihkan statusnya dari ilegal menjadi legal.
Pemerintah Indonesia, kata Jumhur juga, meminta agar para TKI tidak sekedar diputihkan statusnya tetapi juga dijamin hak-haknya dengan adanya kontrak kerja, asuransi dan biaya kesehatan.
"TKI yang dulu direkrut secara ilegal, kita wajibkan agar agen mengasuransikan mereka. Silahkan mau (nilai asuransinya) 50 dolar atau 100 dolar, tak ada urusannya dengan saya," tukas Jumhur. "Pokoknya, hak-hak TKI seperti yang diatur dalam undang-undang itu dipenuhi, di antaranya arusansi, kemudian pemeriksaan kesehatan perjanjian kerja."
Menurut Jumhur, BNP2TKI akan memperketat peraturan untuk meminimalkan adanya warga negara Indonesia yang bekerja secara ilegal di luar negeri seperti mengadakan pelayanan satu pintu untuk mengurus dokumen para TKI yang ingin pergi ke luar negeri.
Sejak tahun 2009, kata Jumhur, pemerintah telah meningkatkan pengiriman TKI untuk sektor formal yang berkualitas.
"Untuk tenaga kerja yang formal, kami akan bekerja keras memenuhinya. Misalnya, perawat. Sekarang bagaimana mengisi (permintaan) puluhan ribu perawat.Saya sudah mulai jajan ke provinsi-provinsi. Tapi, syaratnya harus bahasa inggris. Bagaimana?" tanya Jumhur.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Migrant Care Anies Hidayah, menilai pemerintah belum maksimal dalam memberikan perlindungan kepada TKI di luar negeri.
"Saya kira ini masih jauh dari yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah, seperti misalnya ditingkat payung sendiri. Undang-undang kita masih belum bicara soal proteksi dan kesejahteraan, sehingga praktek di lapangan baik di dalam negeri dan luar negeri saya kira mencerminkan undang-undang yang belum melindungi itu," ujar Anies.
Apalagi, tambah Anies, Indonesia belum meratifikasi konvensi PBB tentang perlindungan terhadap buruh migran dan keluarganya.