Menurut Menteri Badan Usaha Milik Negara atau BUMN, Dahlan Iskan meski Pertamina harus menjalani apapun keputusan pemerintah namun kementeriannya berharap Pertamina banyak dilibatkan dalam kebijakan-kebijakan terkait energi.
Kepada pers di Jakarta hari Sabtu (11/2), Menteri BUMN, Dahlan Iskan menegaskan meski kebijakan terkait bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi merupakan hak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM dari sisi operasional dan Kementerian Keuangan dari sisi subsidi, namun Pertamina juga memiliki beberapa masukan yang perlu dipertimbangkan.
Menteri Dahlan Iskan menambahkan, pendapat yang diungkapkan Pertamina beberapa waktu lalu bahwa Pertamina belum siap merealisasikan konversi BBM ke BBG harus tetap dihargai dan tidak perlu dipaksakan.
"Kita tunggu policy pemerintahnya dulu, policy nya seperti apa, kalau pemerintah sudah memutuskan policy nya seperti ini Pertamina menyesuaikan meskipun sebelumnya Pertamina punya keinginan lain misalnya. Tapi, kalau pemerintah sudah harus memutuskan Pertamian harus tunduk, dan lebih baik lagi kalau dalam memutuskan itu pemerintah juga mendengar apa keinginan Pertamina, karena bisa saja keinginan pemerintah itu didasari oleh kajian-kajian ilmiah mengenai apakah resource-nya, apakah teknologinya, apakah market-nya,” jelas Dahlan Iskan.
Dalam kesempatan berbeda, Menteri ESDM, Jero Wacik mengakui kebijakan terkait BBM bersubsidi memang belum siap seperti yang diharapkan.
Menteri Jero Wacik menambahkan berbagai opsi yang semula terus diwacanakan harus disikapi dengan hati-hati seperti pembatasan penggunana BBM bersubsidi, konversi BBM ke BBG serta kenaikan harga BBM jangan sampai menimbulkan gejolak sosial. Menteri Jero Wacik menegaskan kemungkinan Kementerian ESDM akan meminta kebijakan terkait BBM ditunda.
“Biar jangan 1 April, jadi kalau misalnya tidak 1 April rakyat senang saya juga lebih tenang, begitu kan, kalau demi rakyat mari kita gunakan aturan-aturan yang terbaik, jadi jangan rakyatnya terpontang-panting karena nggak bisa simsalabim semua itu,” ujar Jero Wacik.
Menurut Anton Supit dari Asosiasi Pengusaha Indonesia atau APINDO saat ini pengusaha dalam posisi dilema. Di satu sisi harus menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya untuk mendongkrak perekonomian nasional, namun di sisi lain berbagai kebijakan seperti rencana kenaikan BBM dan kenaikan tarif dasar listrik atau TDL menyulitkan pengusaha.
Ekonomi biaya tinggi akan terus bertambah menurutnya karena BBM dan listrik terkait langsung dengan produksi dan distribusi. Ia mengingatkan menaikkan harga produk untuk mengimbangi biaya produksi juga bukan keputusan mudah bagi para pengusaha.
Anton Supit mengatakan, “Seakan-akan pengusaha ini memanfaatkan untuk menaikkan harga barang, saya kira kalau itu terjadi pasar sendiri yang akan menghukum orang itu, barangnya ndak akan laku, karena kita dalam posisi sebenarnya daya beli yang rendah dimana kita rasakan sekarang tidak gampang menjual barang, apalagi dalam posisi seperti saat ini.”
Akhir-akhir ini, wacana yang disampaikan pemerintah mengenai rencana pembatasan penggunaan BBM bersubsidi serta konversi dari BBM ke BBG tidak sesemangat sebelumnya. Bahkan pemerintah mulai menghitung kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dalam anggaran negara serta dampak sosial jika akhirnya harga BBM bersubsidi dinaikkan.