Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dijadwalkan akan membahas dua rancangan resolusi pada Senin (24/2) yang mendesak diakhirinya perang di Ukraina. Dua rancangan resolusi itu digagas oleh Amerika Serikat dan Ukraina yang didukung oleh Uni Eropa.
Sidang Umum PBB diperkirakan lebih dulu menggelar pemungutan suara untuk resolusi yang digagas Ukraina, disusul oleh resolusi yang digaungkan Amerika. Sementara itu, Dewan Keamanan PBB diperkirakan akan menggelar pemungutan suara terpisah untuk resolusi yang diusulkan Amerika pada hari lain.
Dalam resolusi itu, Amerika menyerukan "konflik yang segera diakhiri dan mendorong terciptanya perdamaian abadi antara Ukraina dan Federasi Rusia."
Langkah yang diusulkan Amerika tidak menyebutkan invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina, yang dimulai tepat tiga tahun lalu pada Senin (24/2).
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubio, pada Jumat (21/2) mengatakan bahwa resolusi tersebut akan "menegaskan betapa mengerikannya konflik ini, bahwa PBB bisa berperan dalam mengakhirinya, dan bahwa perdamaian tetap mungkin terwujud."
"Ini adalah kesempatan kita untuk membangun momentum nyata menuju perdamaian," kata Rubio dalam sebuah pernyataan.
Resolusi usulan Ukraina yang isinya lebih komprehensif menegaskan bahwa invasi Rusia "sudah berlangsung selama tiga tahun dan terus membawa dampak yang menghancurkan serta berkepanjangan, tidak hanya bagi Ukraina, tetapi juga bagi kawasan lain dan stabilitas global."
Resolusi itu mendesak "de-eskalasi, penghentian permusuhan secepatnya, serta penyelesaian damai atas perang di Ukraina," sekaligus menekankan pentingnya mengakhiri konflik pada tahun ini.
Draf resolusi Ukraina menegaskan bahwa resolusi sebelumnya yang telah diadopsi Sidang Umum PBB harus dilaksanakan sepenuhnya, termasuk seruan agar Rusia menarik pasukannya secara total dari wilayah Ukraina yang diakui secara internasional.
Resolusi Sidang Umum memang tidak mengikat secara hukum, tetapi tetap memiliki nilai moral di mata komunitas internasional.
Di Dewan Keamanan, sebuah resolusi memerlukan dukungan dari sedikitnya sembilan dari 15 anggota, tanpa ada satu pun anggota tetap—Inggris, China, Prancis, Rusia, atau Amerika Serikat—yang menggunakan hak veto mereka. Langkah Amerika tersebut diharapkan akan mendapat cukup dukungan pada Senin (24/2).
Pemungutan suara digelar bertepatan dengan kunjungan Presiden Prancis Emmanuel Macron ke Washington untuk bertemu Presiden Donald Trump. Kedua pemimpin diperkirakan juga akan membahas isu perang di Ukraina pada pertemuan tersebut.
Macron mengatakan pekan lalu bahwa ia berencana menyampaikan kepada Trump bahwa pemimpin Amerika itu "tidak boleh lemah" saat menghadapi Presiden Rusia Vladimir Putin.
Perdana Menteri Inggris Keir Starmer juga dijadwalkan mengunjungi Washington pada akhir pekan ini untuk menggelar pembicaraan serupa. Seperti halnya Macron, ia menegaskan bahwa kedaulatan Ukraina harus menjadi inti dari setiap upaya perdamaian.
Sementara itu, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan Presiden Dewan Eropa Antonio Costa mengunjungi Kyiv pada Senin (24/2) sebagai bentuk untuk memberikan dukungan bagi Ukraina.
"Kami berada di Kyiv hari ini, karena Ukraina adalah Eropa," kata von der Leyen pada X. "Dalam perjuangan untuk bertahan hidup ini, bukan hanya nasib Ukraina yang dipertaruhkan. Melainkan nasib Eropa." [ah/rs]
Beberapa informasi untuk berita ini diperoleh dari The Associated Press, Agence France-Presse dan Reuters.
Forum