Sejumlah pekerja Palang Merah pada hari Senin (3/2) memasukkan mayat-mayat ke dalam sebuah truk besar di luar kamar mayat di RS Goma di Provinsi Kivu Utara, di Republik Demokratik Kongo (DRC).
Kelompok gerilyawan M23 yang didukung Rwanda minggu lalu mengeklaim bahwa mereka menguasai kota strategis di bagian timur Kongo itu setelah merebut sejumlah kota di sekitarnya pada bulan Januari.
Dalam konferensi pers di Kinshasa Jumat lalu (31/1), juru bicara pemerintah DRC Patrick Muyaya mengatakan pihak berwenang mengonfirmasi temuan 773 mayat dan 2.880 orang luka-luka di berbagai kamar mayat dan rumah sakit di Goma. Ia menambahkan bahwa jumlah korban tewas kemungkinan jauh lebih besar.
Dalam siaran pers PBB pada hari Senin, Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sedikitnya 900 mayat ditemukan di jalan-jalan kota Goma. Jumlah ini belum termasuk mereka yang sudah ada di kamar-kamar mayat.
Banyak Keluarga Menunggu di Luar Kamar Mayat
Salah seorang yang menunggu di luar kamar mayat di RS Goma di Kivu Utara adalah Chiza Nyenyezi. Ia menangis tersedu sedan sambil memperlihatkan foto putranya yang tewas dalam pertempuran antara pasukan Kongo dan kelompok gerilyawan M23 di Goma minggu lalu. Ia mengatakan putranya yang berusia 27 tahun dibunuh oleh “muzalendo,” sebutan bagi anggota milisi yang beraliansi dengan tentara Kongo yang dikenal sebagai “wazalendo.”
Sambil menangis Nyenyezi mengatakan “ada seorang ibu, anak kecil dan anak saya itu. Ketika mayat ketiganya tiba, kamar mayat sudah penuh. Jadi, mayat putranya ditempatkan di sebuah kamar mayat darurat yang sebelumnya merupakan kontainer pengiriman barang. Nyenyezi tidak berhasil mendapatkan informasi tentang keberadaan mayat putranya ketika tim Palang Merah memindahkan sejumlah besar mayat dari kamar mayat RS Goma ke truk, yang kemudian membawa mayat-mayat tersebut ke lokasi yang belum diketahui.
Analis Prediksi Lebih Sulit Mengusir M23 Keluar dari Goma
Kelompok gerilyawan M23 adalah yang paling kuat di antara lebih dari 100 kelompok bersenjata yang saling bersaing untuk memperebutkan wilayah Kongo bagian timur, yang terkenal kaya akan mineral dan menyimpan cadangan besar yang sangat penting bagi teknologi dunia.
Menurut pakar-pakar PBB, kelompok M23 ini didukung oleh sekitar 4.000 tentara Rwanda, negara tetangga Kongo. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan jumlah pada tahun 2012 ketika mereka pertama sekali menguasai Goma, dan menduduki kota itu selama berhari-hari dalam konflik yang dipicu oleh masalah etnis. Kelompok M23 ini berhasil diusir keluar dari Kongo setelah meningkatnya tekanan internasional terhadap Rwanda.
Para analis mengatakan upaya mengusir mereka kali ini akan jauh lebih sulit.
Transportasi yang melintasi Danau Kivu dan keluar dari bandara Goma telah dihentikan oleh kelompok gerilyawan itu, sementara rumah-rumah sakit di kota itu kehabisan pasokan medis.
Badan-badan bantuan telah memperingatkan potensi “bencana” kemanusiaan karena sebagian besar bantuan yang sedianya mengalir ke Goma, tetap terhenti. Ini merupakan situasi yang mengerikan bagi wilayah di mana jutaan orang sudah sangat membutuhkan bantuan akibat konflik yang telah berlangsung puluhan tahun. [em/ka]
Forum