BANGKOK —
Organisasi Dokter Tanpa Batas mengatakan, puluhan ribu orang yang hidup di kamp-kamp pengungsi di negara bagian Rakhine, Burma, masih tidak bisa mendapat pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.
Kelompok bantuan medis yang dikenal dengan singkatan bahasa Perancis, MSF atau Médecins Sans Frontières, mengeluarkan pernyataan Kamis, bahwa bantuan pengobatan dan sanitasi untuk kamp-kamp itu perlu ditingkatkan.
Dikatakan, berbulan-bulan setelah pertikaian antar warga menghancurkan negara bagian Rakhine, banyak orang masih tinggal di tenda-tenda sementara, dan kurang akses untuk mendapat air bersih dan kebutuhan pokok lain.
Direktur Umum MSF, Arjan Hehenkamp, yang berbicara di Rangoon mengatakan, tampaknya keadaan akan memburuk pada musim hujan mendatang. “Khususnya menjelang musim hujan, kami prihatin jika pertolongan tidak ditingkatkann segera, maka kami akan menghadapi situasi yang makin memburuk dalam beberapa minggu dan bulan berikutnya,” keluhnya.
Pertikaian warga Burma barat itu pecah tahun lalu antara penduduk yang mayoritas beragama Budha dengan penduduk minoritas suku Kaman dan Rohingya yang beragama Islam.
Bentrokan pecah setelah sebuah bis yang berpenumpang warga Muslim, diserang oleh gerombolan warga Rakhine dalam usaha balas dendam akibat perkosaan yang diduga dilakukan oleh warga Muslim terhadap seorang gadis beragama Budha.
Kekerasan itu meyebabkan 200 orang tewas, ribuan rumah dibakar, dan lebih dari 100.000 orang mengungsi ke kamp-kamp, kebanyakan warga Rohingya yang tak punya negara.
Hehekamp mengatakan, hambatan terbesar untuk menolong mereka yang membutuhkan di Rakhine, bukanlah jumlah petugas bantuan atau dana dari luar negeri, tetapi mengerahkan warga setempat untuk menolong. Ia mengatakan, sejak pertikaian antar suku itu pecah tahun lalu, MSF kehilangan 150 petugas yang meninggalkan pekerjaannya, karena diancam dan karena tekanan-tekanan lain.
“Mereka merasa terkena dampaknya oleh bentrokan itu dan oleh tekanan antara komunitas itu. Maka, mereka merasa tidak mungkin melanjutkan pekerjaan mereka dengan MSF, karena kami sedang mencoba melayani kedua komunitas itu. Tetapi kami lebih banyak melayani komunitas Muslim, karena lebih banyak warga Muslim yang mengungsi dan mereka hidup dalam kondisi yang lebih buruk daripada warga Rakhine,” papar Hehenkamp.
MSF mendesak pemerintah Burma untuk secara terbuka mendukung pekerjaan mereka agar mengurangi ancaman terhadap para petugas dan organisasi bantuan luar negeri lainnya.
Kelompok bantuan medis yang dikenal dengan singkatan bahasa Perancis, MSF atau Médecins Sans Frontières, mengeluarkan pernyataan Kamis, bahwa bantuan pengobatan dan sanitasi untuk kamp-kamp itu perlu ditingkatkan.
Dikatakan, berbulan-bulan setelah pertikaian antar warga menghancurkan negara bagian Rakhine, banyak orang masih tinggal di tenda-tenda sementara, dan kurang akses untuk mendapat air bersih dan kebutuhan pokok lain.
Direktur Umum MSF, Arjan Hehenkamp, yang berbicara di Rangoon mengatakan, tampaknya keadaan akan memburuk pada musim hujan mendatang. “Khususnya menjelang musim hujan, kami prihatin jika pertolongan tidak ditingkatkann segera, maka kami akan menghadapi situasi yang makin memburuk dalam beberapa minggu dan bulan berikutnya,” keluhnya.
Pertikaian warga Burma barat itu pecah tahun lalu antara penduduk yang mayoritas beragama Budha dengan penduduk minoritas suku Kaman dan Rohingya yang beragama Islam.
Bentrokan pecah setelah sebuah bis yang berpenumpang warga Muslim, diserang oleh gerombolan warga Rakhine dalam usaha balas dendam akibat perkosaan yang diduga dilakukan oleh warga Muslim terhadap seorang gadis beragama Budha.
Kekerasan itu meyebabkan 200 orang tewas, ribuan rumah dibakar, dan lebih dari 100.000 orang mengungsi ke kamp-kamp, kebanyakan warga Rohingya yang tak punya negara.
Hehekamp mengatakan, hambatan terbesar untuk menolong mereka yang membutuhkan di Rakhine, bukanlah jumlah petugas bantuan atau dana dari luar negeri, tetapi mengerahkan warga setempat untuk menolong. Ia mengatakan, sejak pertikaian antar suku itu pecah tahun lalu, MSF kehilangan 150 petugas yang meninggalkan pekerjaannya, karena diancam dan karena tekanan-tekanan lain.
“Mereka merasa terkena dampaknya oleh bentrokan itu dan oleh tekanan antara komunitas itu. Maka, mereka merasa tidak mungkin melanjutkan pekerjaan mereka dengan MSF, karena kami sedang mencoba melayani kedua komunitas itu. Tetapi kami lebih banyak melayani komunitas Muslim, karena lebih banyak warga Muslim yang mengungsi dan mereka hidup dalam kondisi yang lebih buruk daripada warga Rakhine,” papar Hehenkamp.
MSF mendesak pemerintah Burma untuk secara terbuka mendukung pekerjaan mereka agar mengurangi ancaman terhadap para petugas dan organisasi bantuan luar negeri lainnya.