Anggota Kongres AS mengambil satu langkah penting pada hari Rabu (8/3) untuk mencabut hak menyatakan perang oleh presiden yang telah berlaku selama puluhan tahun, seiring meningkatnya dukungan terhadap upaya untuk menegaskan kembali peran Kongres terkait masalah itu.
Dengan suara tiga belas banding delapan, Komisi Hubungan Luar Negeri Senat AS memajukan usulan pencabutan otorisasi penggunaan kekuatan militer (AUMF) tahun 1991 dan 2002, yang akan secara resmi mengakhiri perang Teluk dan perang Irak.
“Dua AUMF ini sudah ketinggalan zaman, tidak mengatasi ancaman terhadap kepentingan AS saat ini dan tidak sepatutnya digunakan untuk membenarkan penggunaan kekuatan militer berskala besar. Pencabutan keduanya sesuai dengan kepentingan nasional AS dan kepentingan nasional kemitraan strategis kita dengan Irak dan kawasan,” kata Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri Senat AS Bob Menendez dalam sebuah pernyataan.
Dalam beberapa tahun terakhir, anggota Kongres telah berusaha mencabut AUMF tahun 2001 dan 2002 yang disahkan menyusul serangan teroris pada 11 September 2001, sehingga memberi wewenang yang besar kepada presiden AS untuk melakukan operasi militer tanpa memerlukan hak konstitusional Kongres untuk memberi persetujuan.
Hingga kini, upaya itu selalu gagal akibat kritikan bahwa pencabutan otorisasi dapat membahayakan keamanan nasional AS dan pasukan AS di luar negeri.
“Baik anggota Partai Demokrat maupun Republik telah sepakat pada satu kesimpulan bahwa kita harus mengakhiri perang Irak. Untuk itu, kita harus mencabut kewenangan hukum yang memulai perang itu sejak awal,” kata Pemimpin Mayoritas Senat Chuck Schumer di lantai Senat pekan lalu, memuji upaya bipartisan lembaga itu.
Selain mencabut AUMF yang mengizinkan perang Irak tahun 2003, rancangan undang-undang yang dibahas di komisi hubungan luar negeri Senat itu juga akan mencabut AUMF tahun 1991 yang memberi Presiden George Herbert Walker Bush wewenang untuk mengirim pasukan ke Irak.
“Irak adalah mitra strategis Amerika Serikat untuk memajukan keamanan dan stabilitas di Timur Tengah. Sayangnya, menurut undang-undang yang masih berlaku ini, Irak masih merupakan musuh Amerika Serikat,” kata Senator Partai Republik Todd Young, salah satu pendukung lesgilasi tersebut, dalam sebuah pernyataan. “Ketidakkonsistenan dan ketidaktepatan ini harus diperbaiki. Kongres harus menunaikan tugasnya dan menanggapi secara serius keputusan untuk bukan hanya menerjunkan Amerika ke medan perang, tapi juga secara afirmatif menyatakan bahwa kita sudah tidak lagi berperang.”
Baik presiden dari Partai Demokrat maupun Republik telah memanfaatkan AUMF tahun 2002 untuk membenarkan tindakan militer melampaui tujuan awalnya. Pada 2014, Presiden Barack Obama dari Partai Demokrat menggunakan AUMF untuk membenarkan serangan udara tanpa persetujuan kongres terhadap para militan ISIS di Irak dan Suriah. Presiden Donald Trump dari Partai Republik menggunakan AUMF yang sama tahun 2020 untuk mengizinkan serangan udara yang menewaskan jenderal Iran, Qassim Suleimani, di Irak.
Semakin banyak anggota Kongres AS yang kini mendukung legislasi itu, dengan alasan bahwa Kongres sudah mengabaikan tanggung jawab tersebut selama puluhan tahun. Terakhir kali Kongres secara resmi menggunakan wewenangnya untuk menyatakan perang adalah pada tahun 1942 terhadap Romania, Bulgaria dan Hungaria. Sejak saat itu, Kongres AS telah memberi presiden AS wewenang lebih besar untuk melakukan operasi militer.
Pemungutan suara untuk RUU itu kemungkinan akan dilakukan pekan depan di lantai Senat AS yang mayoritas Partai Demokrat. [rd/lt]
Forum