Jepang akan melonggarkan kontrol perbatasannya yang ketat dengan meningkatkan kuota harian untuk kedatangan orang asing dan memperpendek persyaratan karantina mulai Maret, menyusul munculnya kritik bahwa kebijakan negara itu tidak ilmiah dan xenofobia.
Sejumlah pejabat senior partai pemerintahan Perdana Menteri Fumio Kishida baru-baru ini mengatakan, Jepang berencana menaikkan kuota masuk harian pendatang asing menjadi 5.000 dari 3.500 mulai 1 Maret sebagai salah satu cara untuk melonggarkan langkah-langkah pembatasan bagi para akademisi, pelajar dan pebisnis. Kuota itu sama sekali tidak akan mencakup turis atau pelancong asing yang ingin berlibur di sana.
Akhir pekan lalu, Kishida mengatakan ia mempertimbangkan pelonggaran kebijakan perbatasan itu berdasarkan hasil penilaian ilmiah terhadap varian omicron, tingkat infeksi di dalam dan di luar Jepang, dan tindakan karantina yang diambil oleh negara-negara lain.
Sebagian besar wilayah Jepang saat ini memberlakukan pembatasan terkait virus. Laju infeksi baru-baru ini mulai menunjukkan tanda-tanda melambat.
Secara nasional, Jepang melaporkan 91.006 kasus baru pada Rabu (16/2), turun sedikit dari seminggu sebelumnya, setelah beban kasus melebihi 100.000 pada 5 Februari.
Tetapi para ahli mengatakan infeksi terus membebani sistem medis Jepang yang cenderung mudah kewalahan karena perawatan COVID-19 terbatas pada rumah sakit umum atau rumah sakit besar.
Jepang telah menjadi salah satu negara paling sulit di dunia untuk dimasuki. Kebijakan perbatasan saat ini dijadwalkan akan tetap berlaku hingga akhir Februari.
Sejauh ini Jepang hanya mengizinkan warga negara Jepang dan penduduk asing tetap yang bisa memasuki negara itu. Kebijakan tersebut telah menimbulkan protes dari para mahasiswa dan akademisi asing, yang setiap tahunnya mencapai sekitar 150.000 orang.
Kelompok-kelompok bisnis Jepang dan asing juga memprotes pemerintah. Mereka mengatakan penutupan perbatasan yang berkepanjangan telah mempengaruhi investasi, kesepakatan bisnis, pengembangan produk dan pengiriman barang.
Para pakar mengatakan aturan itu merugikan kepentingan nasional Jepang dan semakin menunda pemulihan ekonomi Jepang yang dilanda pandemi.
Banyak masyarakat Jepang mendukung kontrol perbatasan yang ketat karena mereka menganggap masalah seperti pandemi datang dari luar negara kepulauan mereka.
Kontrol perbatasan yang ketat ini banyak dipandang bermotivasi politik. Kishida berusaha menggalang dukungan publik bagi partainya yang saat ini berkuasa dalam pemilihan parlemen Juli mendatang. [ab/uh]