Seorang laki-laki yang dianggap sebagai imam Muslim pertama yang mengakui secara terbuka sebagai seorang gay tewas ditembak saat sedang duduk di dalam mobil di Afrika Selatan. Banyak orang menyebut peristiwa ini sebagai pembunuhan.
Muhsin Hendricks disergap oleh dua orang laki-laki yang mengendarai truk pikap ketika sedang mengunjungi kota Gqeberha di bagian selatan Sabtu lalu (15/2).
Polisi mengatakan dua orang yang terlibat dalam pembunuhan itu menutupi wajah mereka.
Sebuah video dari kamera keamanan yang merekam penembakan itu menunjukkan salah seorang pelaku melompat keluar dari kendaraan dan berlari ke mobil yang ditumpangi Hendricks, sambil menembakkan pistol beberapa kali melalui jendela samping.
Polisi mengatakan supir Henricks selamat dalam insiden itu.
Polisi belum mengetahui motif pembunuhan tersebut, namun partai politik dan organisasi-organisasi LGBTQ+ mengatakan Hendricks menjadi sasaran karena dia merintis sebuah masjid di Cape Town untuk Muslim gay dan menyerukan agar anggota komunitas LGBTQ+ diterima masuk Islam.
Homoseksualitas dilarang dalam agama Islam.
Pendeta Ecclesia de Lange, yang juga Direktur Inclusive and Affirming Ministries (IAM), Afrika Selatan, mengatakan, “Dari sudut pandang saya, ini jelas merupakan kejahatan kebencian yang dipicu oleh agama. Karena dia berkhotbah dan membela pesan Islam yang tidak populer, dan dia menyerukan cara baru dalam menafsirkan Al-Quran, yang inklusif dan penuh kasih sayang.”
Kementerian Kehakiman Afrika Selatan mengatakan pihaknya sedang menyelidiki klaim bahwa Hendricks adalah target pembunuhan.
Hendricks dikenal luas dan sempat berbicara dalam konferensi Internasional Asosiasi Lesbian, Gay, Biseksual, Trans dan Interseks (ILGA) di Afrika Selatan tahun lalu.
ILGA mengatakan Hendricks telah berbicara tentang bagaimana sejumlah orang menyerukan untuk menutup masjidnya dan mencapnya sebagai “masjid gay.”
Aliansi Demokratik, partai politik terbesar kedua di Afrika Selatan, mengatakan “sifat pembunuhan ini sangat menunjukkan adanya serangan profesional.”
Khaled Sayed, anggota Kongres Nasional Afrika dari Badan Legislatif Provinsi Western Cape mengatakan, “Ini adalah pembunuhan berdarah dingin, yang perlu dikutuk dengan tegas, tanpa memberikan syarat apa pun untuk mengutuknya.”
Dalam sebuah wawancara dengan sebuah surat kabar Afrika Selatan pada 2022, Hendricks mengatakan dia merasa menjadi sasaran serangkaian fatwa – keputusan dalam hukum Islam – yang dikeluarkan oleh Dewan Peradilan Muslim Afrika Selatan pada tahun itu.
Mereka mengingatkan umat Islam di negara itu bahwa hubungan sesama jenis dilarang, meskipun dewan itu mengatakan Muslim gay yang tidak melakukan “tindakan atau hubungan sesama jenis” harus diterima di masjid-masjid.
Hendricks menjadi subjek film dokumenter yang dirilis pada tahun yang sama berjudul “The Radical,” di mana dia mengatakan ada ancaman terhadap dirinya tetapi “hal itu tidak mengganggu. Kebutuhan untuk menjadi otentik lebih besar daripada rasa takut akan kematian.”
Film ini juga memusatkan perhatian pada kaum muda Muslim gay yang mengatakan Hendricks menyediakan tempat bagi mereka untuk berdoa dan mengamalkan Islam, sambil tetap menjadi diri mereka sendiri.
Dewan Peradilan Muslim Afrika Selatan mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Minggu (16/2) bahwa meskipun mereka secara konsisten menyatakan bahwa posisi Hendricks tidak sesuai dengan ajaran Islam, “kami dengan tegas mengutuk pembunuhannya dan segala tindakan kekerasan yang menargetkan anggota komunitas LGBTQ atau komunitas lainnya.” [em/ns]
Forum