Warga Korea Selatan berbondong-bondong mendatangi toko buku pada Jumat (11/10) dan membanjiri situs web untuk membeli buku karya novelis Han Kang di negara asalnya. Akibatnya, berbagai situs web penjualan buku sempat mogok (crash). Kegaduhan itu terjadi setelah novelis itu mendapatkan kemenangan tak terduga, Penghargaan Nobel Sastra 2024.
Namun, sang penulis sendiri berusaha menghindari sorotan.
Jaringan toko buku terbesar di negara itu, Kyobo Book Centre, mengatakan penjualan buku-bukunya meroket pada Jumat (11/10). Buku tersebut laris terjual dan diperkirakan stok akan habis dalam waktu dekat.
"Ini pertama kalinya seorang warga Korea menerima Penghargaan Nobel Sastra, jadi saya merasa takjub," kata Yoon Ki-heon, seorang pengunjung berusia 32 tahun di sebuah toko buku di pusat kota Seoul.
"Korea Selatan memiliki prestasi yang buruk dalam memenangi Penghargaan Nobel, jadi saya terkejut dengan berita bahwa (seorang penulis) buku non-Inggris, yang ditulis dalam bahasa Korea, memenangi hadiah sebesar itu."
Segera setelah pengumuman pada Kamis (10/10), beberapa situs web toko buku tidak dapat diakses karena padatnya pengunjung. Dari 10 buku terlaris saat ini di Kyobo, sembilan di antaranya adalah buku karya Han pada Jumat pagi, menurut situs webnya.
Ayah Han, penulis ternama Han Seung-won, mengatakan penerjemahan novel "The Vegetarian", yang menjadi debut internasional Han terbesar, telah menghasilkan penghargaan Man Booker Internasional pada 2016 dan sekarang hadiah Nobel.
"Tulisan putri saya sangat halus, indah, dan menyedihkan," kata Han Seung-won.
"Jadi, bagaimana Anda menerjemahkan kalimat pilu itu ke dalam bahasa asing akan menentukan apakah Anda menang ... Tampaknya penerjemah adalah orang yang tepat untuk menerjemahkan cita rasa unik bahasa Korea."
Buku-buku Han lainnya membahas bab-bab menyakitkan dalam sejarah Korea Selatan, termasuk "Human Acts" yang membahas pembantaian ratusan warga sipil pada 1980 oleh militer Korea Selatan di Kota Gwangju.
Novel lainnya, "We Do Not Part", membahas dampak pembantaian tahun 1948-54 di pulau Jeju, ketika sekitar 10 persen penduduk pulau itu terbunuh dalam pembersihan antikomunis.
"Saya sungguh berharap jiwa para korban dan penyintas dapat disembuhkan dari rasa sakit dan trauma melalui bukunya," kata Kim Chang-beom, kepala asosiasi keluarga yang ditinggalkan atas pembantaian Jeju.
Park Gang-bae, direktur sebuah yayasan yang menghormati para korban dan mendukung keluarga yang ditinggalkan serta para penyintas pembantaian Gwangju, mengatakan bahwa ia "gembira dan terharu" atas kemenangannya.
"Tokoh utama dalam bukunya ("Human Acts") adalah orang-orang yang kita temui dan hidup bersama setiap hari, di setiap sudut di sini, jadi ini sangat mengharukan," kata Park.
Ayah Han mengatakan kepada wartawan pada Jumat bahwa ia mungkin akan terus menghindari sorotan setelah tidak memberikan komentar atau wawancara terpisah dan menghindari sorotan media sejak kemenangannya pada Kamis.
"Dia bilang, mengingat perang Rusia-Ukraina, Israel-Palestina yang sengit dan banyaknya orang yang meninggal setiap hari, bagaimana dia bisa merayakan dan mengadakan konferensi pers yang membahagiakan?," kata ayahnya.
Han Kang menerima berita kemenangannya sekitar 10 hingga 15 menit sebelum pengumuman, kata ayahnya, dan sangat terkejut hingga ia mengira saat itu dia hanya kena 'penipuan'. [es/ft]