Tautan-tautan Akses

Aksi Jual Saham Teknologi Resahkan Investor Jelang Rilis Data Ketenagakerjaan Amerika


Dua pialang bekerja di New York Stock Exchange (NYSE) (foto: ilustrasi). Para investor AS yang cemas dengan anjloknya harga saham teknologi pekan lalu.
Dua pialang bekerja di New York Stock Exchange (NYSE) (foto: ilustrasi). Para investor AS yang cemas dengan anjloknya harga saham teknologi pekan lalu.

Para investor AS yang cemas dengan anjloknya harga saham teknologi pekan lalu tengah menantikan rilis data ketenagakerjaan untuk melihat apakah ekonomi negara itu masih tetap kuat.

Laporan ketenagakerjaan non-pertanian bulan Januari yang dirilis pekan ini akan memberi gambaran apakah pasar tenaga kerja masih kuat meski biaya pinjaman sedang tinggi. Bank Sentral AS, Federal Reserve (The Fed), memutuskan untuk mempertahankan suku bunga pada Rabu (29/1), dengan alasan bahwa ekonomi masih cukup kuat walaupun inflasi masih berada di atas target yang mereka harapkan, yaitu 2%.

Pasar juga waspada jika ekonomi AS “overheating” (tumbuh terlalu cepat), yang semakin meningkatkan kekhawatiran bahwa kebijakan Trump terkait perdagangan dan imigrasi bisa memicu inflasi.

Pada awal Januari, pasar saham sempat melemah setelah data ketenagakerjaan Desember lalu memperkuat spekulasi bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga secara perlahan sepanjang tahun ini.

“Laporan ketenagakerjaan akan menjadi faktor penentu untuk melihat apakah pasar tenaga kerja masih solid tanpa menyebabkan lonjakan inflasi, terutama di sektor jasa,” kata Tony Rodriguez, kepala strategi pendapatan tetap di Nuveen.

“Fluktuasi tajam di sektor teknologi besar menunjukkan bahwa keseimbangan antara risiko dan keuntungan di sektor ini sudah rapuh, sehingga lebih rentan terhadap aksi jual saham,” tambahnya.

Saham teknologi turun tajam awal pekan lalu setelah perusahaan rintisan asal China, DeepSeek, meluncurkan model kecerdasan buatan (AI) yang lebih murah. Hal ini memicu kekhawatiran bahwa harga saham perusahaan-perusahaan teknologi besar di AS terlalu tinggi. Meski harga saham sudah kembali menguat, penurunan ini melemahkan optimisme terhadap ekonomi AS.

“Para investor bingung dengan berbagai berita yang muncul pekan lalu, dari berita tentang AI, kebijakan pemerintahan Trump, keputusan Bank Sentral, hingga laporan keuangan perusahaan,” jelas Mark Hackett, kepala strategi pasar di perusahaan Nationwide.

Pascarilis laporan keuangan dengan hasil beragam dari grup “Magnificent Seven,” atau tujuh perusahaan teknologi besar yang mendominasi pasar saham, minggu ini Alphabet milik Google dan Amazon akan melaporkan data keuangan kuartalan mereka.

Ketidakpastian kebijakan ekonomi di bawah pemerintahan AS yang baru, termasuk terkait tarif yang diterapkan Trump terhadap mitra-mitra dagang utama AS, kemungkinan akan membuat para investor terus waspada. Inilah salah satu alasan mengapa pasar menantikan data ekonomi pekan ini, kata Byron Anderson, kepala investasi pendapatan tetap di Laffer Tengler Investments.

“Saat pasar tidak memiliki gambaran jangka panjang yang jelas, semua perhatian akan tertuju pada data-data ekonomi yang akan datang,” tambahnya. [br/ns]

Simak juga:

Soal Suku Bunga, Federal Reserve Masih "Wait and See"
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:58 0:00

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG