Tautan-tautan Akses

DeepSeek, Startup AI China yang Gemparkan Raksasa Teknologi Amerika


Ikon aplikasi telepon pintar DeepSeek terlihat di layar telepon pintar di Beijing, Selasa, 28 Januari 2025. (Foto: Andy Wong/AP)
Ikon aplikasi telepon pintar DeepSeek terlihat di layar telepon pintar di Beijing, Selasa, 28 Januari 2025. (Foto: Andy Wong/AP)

Berlokasi di Hangzhou, China timur—yang sering dijuluki sebagai "Silicon Valleynya China"—DeepSeek tiba-tiba mencuri perhatian dengan meluncurkan produk canggihnya.

DeepSeek, startup asal China, sukses membuat Wall Street panik berkat chatbot canggihnya yang dibuat dengan biaya lebih efisien dibandingkan para kompetitornya. Perusahaan tersebut didirikan oleh mantan ahli perusahaan yang mengelola dana investor (hedge fund) yang percaya bahwa kecerdasan buatan atau AI dapat membawa perubahan besar bagi dunia.

Berlokasi di Hangzhou, China timur—yang sering dijuluki sebagai "Silicon Valleynya China"—DeepSeek tiba-tiba mencuri perhatian dengan meluncurkan produk canggihnya.

Namun, di China, perusahaan ini memang dikenal pernah membuat gebrakan. Tahun lalu, DeepSeek dijuluki "Pinduoduo AI," mengacu pada aplikasi belanja daring populer yang berhasil mengungguli raksasa seperti Alibaba berkat strategi harga murah.

DeepSeek berhasil mengantongi pujian atas biaya yang efisien dan di China juga dipuji karena kemampuannya yang tampaknya mampu mengatasi sanksi Amerika yang bertujuan membatasi akses ke cip berteknologi tinggi yang penting untuk mendukung revolusi AI.

Aplikasi DeepSeek di ponsel di Beijing pada 27 Januari 2025. (Foto: AFP)
Aplikasi DeepSeek di ponsel di Beijing pada 27 Januari 2025. (Foto: AFP)

Firma tersebut didirikan oleh Liang Wenfeng, seorang ahli teknologi dan pebisnis ulung yang lahir pada 1985. Lulusan teknik dari Universitas Zhejiang yang bergengsi di Hangzhou ini pernah menyatakan keyakinannya bahwa "kecerdasan buatan akan mengubah dunia."

Ia menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mencari tahu cara menerapkan AI ke sejumlah bidang yang berbeda, menurut sebuah wawancara dengan media berita investasi China, Waves, pada tahun lalu.

Namun ia akhirnya berhasil dengan High-Flyer, sebuah firma investasi kuantitatif yang mengkhususkan diri dalam penggunaan AI untuk menganalisis pola pasar saham.

Strategi tersebut berhasil meraup keuntungan puluhan miliar yuan pada aset yang mereka kelola, menjadikannya salah satu dana lindung nilai kuantitatif terkemuka di China.

"Kami hanya melakukan hal-hal sesuai dengan kecepatan kami sendiri, kemudian menghitung biaya dan harga," kata Liang kepada Waves.

Logo deepseek, keyboard, dan tangan robot dalam sebuah ilustrasi, 27 Januari 2025. (Foto: REUTERS/Dado Ruvic)
Logo deepseek, keyboard, dan tangan robot dalam sebuah ilustrasi, 27 Januari 2025. (Foto: REUTERS/Dado Ruvic)

"Prinsip kami adalah tidak mensubsidi atau menghasilkan keuntungan besar."

Bagi Liang, DeepSeek selalu menjadi proyek yang selalu menggairahkan.

Pada 2021, Financial Times melaporkan bahwa ia mulai membeli unit pemrosesan grafis Nvidia untuk proyek sampingan.

Para rekanan mengatakan kepada Waves bahwa ia "sama sekali tidak seperti seorang bos dan lebih seperti sosok yang culun", dengan "kemampuan belajar yang luar biasa".

Dan proyek yang penuh gairahnya kini mengejutkan para pakar industri dan memicu anjloknya saham raksasa produsen cip Amerika, Nvidia.

Hal tersebut juga mendorong Liang langsung terlibat ke dalam lingkaran kekuasaan.

Minggu lalu, ia tampak duduk dengan jajaran perwakilan bisnis utama lainnya yang bertemu dengan Perdana Menteri China Li Qiang, dalam sebuah seminar mengenai pekerjaan ekonomi pemerintah untuk tahun depan.

Beijing memiliki alasan kuat untuk merasa puas. Keberhasilan DeepSeek mempertanyakan jumlah besar uang yang digelontorkan oleh raksasa teknologi untuk mengembangkan AI generatif tingkat lanjut, serta efektivitas sanksi Barat dalam mencegah pesaing China untuk mengejar, atau bahkan unggul.

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengatakan bahwa hal itu adalah "alarm untuk bangun" bagi Silicon Valley, sementara investor teknologi dan sekutunya, Marc Andreessen, menyatakan bahwa ini adalah "momen Sputnik versi AI."

Hal tersebut juga memperkuat seruan bagi Washington untuk bertindak lebih tegas dalam membatasi akses perusahaan China terhadap cip berteknologi tinggi.

Grafik televisi terlihat di jendela kantor pusat Nasdaq di Times Square, saat Nasdaq anjlok hampir 4 persen pada 27 Januari 2025 di New York City. (Foto: AFP)
Grafik televisi terlihat di jendela kantor pusat Nasdaq di Times Square, saat Nasdaq anjlok hampir 4 persen pada 27 Januari 2025 di New York City. (Foto: AFP)

Dalam wawancaranya dengan Waves, Liang mengakui bahwa hambatan terbesar yang dihadapinya adalah pembatasan yang diberlakukan oleh Amerika Serikat.

"Uang tidak pernah menjadi masalah yang kami hadapi; ini adalah embargo pada cip kelas atas," katanya.

Namun, di luar geopolitik, guru AI yang "canggih" itu mengatakan bahwa ia berharap teknologi tersebut dapat membantu kita memahami lebih dalam tentang pikiran manusia.

"Kami berhipotesis bahwa hakikat kecerdasan manusia mungkin adalah bahasa, dan pemikiran manusia pada dasarnya bisa jadi adalah proses linguistik," katanya.

"Apa yang Anda anggap sebagai 'berpikir' mungkin sebenarnya adalah bahasa yang dirangkai oleh otak Anda,” ujarnya. [ah/rs]

Forum

XS
SM
MD
LG