Tautan-tautan Akses

Isu Iklim

Nestapa Masyarakat Wawonii di Tengah Hilirisasi Nikel

Aksi yang dilakukan oleh koalisi masyarakat sipil digelar di depan pintu masuk acara konferensi mineral kritis Indonesia 2024 yang berlangsung dari 11-13 Juni 2024 di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta. (Foto: VOA/Ghita Intan)
Aksi yang dilakukan oleh koalisi masyarakat sipil digelar di depan pintu masuk acara konferensi mineral kritis Indonesia 2024 yang berlangsung dari 11-13 Juni 2024 di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta. (Foto: VOA/Ghita Intan)

Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Jaringan Advokasi Tambang dan komunitas terdampak tambang nikel dari Sulawesi dan Maluku Utara melakukan perjalanan jauh ke Jakarta untuk menggelar aksi penolakan terhadap tambang nikel. Penambangan dianggap merugikan masyarakat dan merusak lingkungan.

Raut kemarahan dan kekecewaan tampak jelas di wajah puluhan orang dari Koalisi masyarakat sipil, termasuk Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), serta masyarakat dari Sulawesi dan Maluku Utara yang rela menempuh perjalanan jauh untuk menggelar aksi protes acara Konferensi Mineral Kritis Indonesia 2024. Acara ini diadakan di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, dan berlangsung dari 11 hingga 13 Juni 2024.

Dalam aksinya pada Kamis (13/6) mereka menyerukan penyelenggara untuk menghentikan kegiatan eksplorasi pertambangan yang telah berdampak sangat buruk terhadap lingkungan dan mata pencaharian warga yang tinggal di kawasan sekitar tambang.

Aksi protes mereka sempat dihalangi oleh petugas hotel karena dilakukan di dalam area hotel. Sebelum akhirnya diarahkan keluar, para pemuda tersebut tetap mendesak dilakukannya penghentian eksplorasi pertambangan. Mereka juga mengimbau dunia untuk tidak membeli apa yang mereka sebut sebagai "nikel kotor" dari Indonesia.

Aksi koalisi masyarakat sipil dan masyarakat dari Sulawesi dan Maluku yang menuntut penghentian pertambangan nikel sempat dihentikan oleh petugas hotel. (Foto: VOA/Ghita Intan)
Aksi koalisi masyarakat sipil dan masyarakat dari Sulawesi dan Maluku yang menuntut penghentian pertambangan nikel sempat dihentikan oleh petugas hotel. (Foto: VOA/Ghita Intan)

Wilman, salah satu pemuda yang berasal dari Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara mengungkapkan di balik hilirisasi nikel yang selalu diagung-agung oleh pemerintah, masyarakat di sana menanggung beban yang sangat berat. Pertambangan nikel tersebut menyebabkan kerusakan lingkungan yang sangat parah dan bencana alam. Setidaknya 5.000 warga dari 10 desa di Pulau Wawonii terdampak dalam kurun beberapa waktu terakhir.

“Yang pertama dia ciptakan itu konflik sosial dulu, kemudian terjadi polarisasi antara pro dan kontra. Kemudian setelah melakukan penggalian nikel, melakukan penebangan pohon maka bencana selanjutnya adalah bencana banjir, bencana kekeringan, krisis air bersih,” ungkap Wilman.

Koalisi Masyakat sipil menggeruduk acara Konferensi Mineral Kritis Indonesia 2024 di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Kamis (13/6). (Foto: VOA/Ghita Intan)
Koalisi Masyakat sipil menggeruduk acara Konferensi Mineral Kritis Indonesia 2024 di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Kamis (13/6). (Foto: VOA/Ghita Intan)

Masyarakat di Pulau Wawonii, yang kata Wilman sebelumnya menggantungkan hidup dari sektor pertanian dan perikanan, praktis tidak bisa merasakan hasil yang memuaskan lagi dari kedua sektor tersebut.

Warga, kata Wilman, sebenarnya sudah menempuh jalur hukum, yakni menggugat rencana tata ruang wilayah kepulauan dan sudah menang di tingkat Mahkamah Agung (MA). Namun, perusahaan tambang melakukan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK), dan perusahaan tambang tersebut tetap kalah, katanya.

“Namun sayangnya kemenangan yang kami miliki melalui jalur hukum itu tidak menghentikan aktivitas perusahaan, malah perusahaan semakin brutal, semakin masuk dan melakukan penerobosan lahan pertanian warga,” tuturnya.

Masyarakat pun berupaya melaporkan penerobosan lahan pertanian yang dilakukan oleh perusahaan ini, namun sayangnya laporan ini sama sekali tidak diproses oleh kepolisian. Bahkan, warga yang melawan kerap dikriminalisasi.

Pemuda berusia 28 tahun ini berharap kepada pemerintah untuk segera menghentikan aktivitas pertambangan dan hilirisasi nikel, karena sama sekali tidak ada manfaatnya bagi masyarakat yang berada di dalam lingkar tambang tersebut.

“Yang kami dapatkan hanya kehancuran, hanya kemiskinan yang akan terjadi, bahkan akan terjadi kemiskinan berkepanjangan kemudian kerusakan lingkungan yang berkepanjangan. Ketika pemerintah akan memaksakan, maka bukan hanya bencana alam, bukan hanya krisis air bersih tetapi kami akan mati karena kita mau berharap apa lagi ketika alam kami rusak sementara kami menggantungkan kehidupan di sektor pertanian dan kelautan,” tegasnya.

Salah Mengartikan Solusi Perubahan Iklim

Kepala Divisi Hukum dan Advokasi Kebijakan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Muhammad Jamil, menyatakan bahwa ambisi pemerintah untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik sebagai solusi untuk memerangi krisis iklim adalah sebuah kekeliruan.

Bagaimana tidak, Indonesia, yang merupakan salah satu negara penghasil nikel terbesar di dunia dan sumber bahan baku baterai kendaraan listrik, dieksplorasi secara besar-besaran oleh pemerintah. Hilirisasi nikel yang selalu diagung-agungkan sebagai demi kesejahteraan bangsa dan negara, kenyataannya malah membebani masyarakat yang harus menanggung dampak berat akibat aktivitas eksplorasi tersebut.

Aksi yang dilakukan oleh koalisi masyarakat sipil digelar di depan pintu masuk acara konferensi mineral kritis Indonesia 2024 psfs 11-13 Juni 2024 di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta. (Foto: VOA/Ghita Intan)
Aksi yang dilakukan oleh koalisi masyarakat sipil digelar di depan pintu masuk acara konferensi mineral kritis Indonesia 2024 psfs 11-13 Juni 2024 di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta. (Foto: VOA/Ghita Intan)

“Sebenarnya ini adalah sebuah daya rusak turunan dari ketika solusi perubahan iklim itu ditafsirkan keliru menjadi kuantifikasi dan akal-akalan finansial, lalu kemudian diterjemahkan jauh lebih rumit yang ternyata keluarnya adalah kendaraan berbasis tenaga listrik yang berbasis baterai,” ungkap Jamil.

Jika pemerintah terus mengeksplorasi nikel secara besar-besaran, katanya, maka sesungguhnya Indonesia berada dalam bahaya. Mengapa? Cadangan nikel di Tanah Air umumnya terpusat di wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara hingga ke Papua. Hampir seluruhnya cadangan nikel tersebut berada di wilayah pesisir dan pulau kecil.

“Pulau kecil hilang, dan tenggelam, itu dampak paling ekstrem,” katanya.

“Kemudian bisa kita bayangkan, teknikal datang, memporakporandakan semua lalu kemudian 2013 terjadi pemekaran kabupaten, nama Pulau Wawonii dihapus. Diubah menjadi Labupaten Konawe kepulauan. Jadi sejarahnya diputus, kemudian kita bayangkan pulaunya ditambang, hilang, Pulau Wawonii tenggelam, orang atau masyarakatnya mau pulang ke mana? Padahal hanya satu di dunia, dan orang Wawonii, saya kira sudah tidak dapat lagi dikatakan sebagai orang wawonii karena pulaunya sudah hilang,” jelasnya.

Analisis dampak lingkungan atau Amdal yang seharusnya digunakan sebagai instrumen pencegahan kerusakan lingkungan pun, katanya, seolah tidak diindahkan oleh pemerintah. Menurutnya Amdal saat ini digunakan hanya sebagai alat pemulus investasi.

Keadaan ini, katanya, sangat memprihatinkan. Meskipun masyarakat telah menempuh jalur hukum dan bahkan memenangkan kasus di pengadilan, mereka seolah tidak memiliki daya apa pun untuk mempertahankan apa yang seharusnya menjadi hak mereka.

“Sejak awal tidak setara kekuatannya termasuk negosiasi dan sebagainya yang tidak setara. Sehingga menjadi wajar kemudian kalau mereka menggeruduk kemarin, untuk menunjukkan bahwa akibat ambisi perubahan iklim, ambisi clean energy itu kehidupan yang dikorbankan juga tidak kecil dan justru tidak terlihat agenda transisinya. Justru terlihat semacam agenda substitusi energi karena pelaku dan pebisnisnya juga sama,” tegasnya.

Muhammad Isnur dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) memahami kemarahan masyarakat yang berada di lingkar tambang. Pasalnya, ketika masyarakat sudah memenangkan gugatan di pengadilan, kekuatan hukum tersebut sama sekali tidak berarti bagi mereka. Di lapangan, warga tetap tidak berdaya menghadapi kekuatan besar dari perusahaan tambang yang tetap saja melakukan aktivitas pertambangannya.

Pemandangan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), salah satu produsen nikel terbesar di Konawe Utara. (Foto: RIZA SALMAN/AFP)
Pemandangan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), salah satu produsen nikel terbesar di Konawe Utara. (Foto: RIZA SALMAN/AFP)

“Dalam konteks negara hukum ini adalah sebuah situasi di mana negara yang melakukan pelanggaran hukum, negara melakukan korupsi secara langsung. Jadi ini bentuk pembangkangan secara nyata dari pemerintah terhadap hukum karena hukum sendiri itu pertama wajib melindungi masyarakat dari kerusakan lingkungan, kedua, kalaupun tidak ya ada pemulihannya,” ungkap Isnur.

“Ada gugatan ke pengadilan dan warga sudah menggugat ke pengadilan, menang pula. Harusnya pemerintah melaksanakan perintah pengadilan, tidak mendiamkan saja, tidak terus-terus melanggar. Makanya warga berhak marah dan menyatakan pendapatnya di muka umum, mendesak konferensi itu menutup tambang-tambang yang memang tidak clean dan tidak clear,” tambahnya.

Menurutnya, jika jalur hukum memang sudah tidak ampuh lagi di negeri ini maka warga berhak mempertahankan haknya dengan cara apapun. Meskipun risiko untuk dikriminalisasi cukup besar bagi masyarakat yang berada di lingkar pertambangan. Hal tersebut kemungkinan bisa terjadi, karena rakyat tidak memiliki pilihan lain.

“Pada akhirnya mereka akan pakai cara masing-masing , mau memakai cara adat, nilai lokal dan itu harus dihargai, termasuk mengusir perusahaan secara paksa itu haknya warga.” pungkasnya. [gi/ah]

Peneliti Australia Temukan Metode Desalinasi Sederhana dan Murah

Seorang pria menutup botol yang baru diisi air minum di Irving, Texas, 22 Maret 2024. (Foto: LM Otero/AP Photo)
Seorang pria menutup botol yang baru diisi air minum di Irving, Texas, 22 Maret 2024. (Foto: LM Otero/AP Photo)

Para peneliti mengatakan sebuah metode yang lebih sederhana dan lebih murah untuk menghilangkan kandungan garam dari air laut dengan menggunakan panas dapat membantu mengatasi apa yang mereka sebut “kekurangan air global yang tidak pernah terjadi sebelumnya.”

Sebagian besar metode desalinasi di dunia menggunakan proses yang disebut osmosis terbalik. Metode ini menggunakan tekanan untuk memaksa air laut melewati membran atau selaput. Garamnya ditahan di salah satu sisi, dan air yang dimurnikan dialirkan di sisi lainnya.

Para peneliti di Australia National University (ANU) mengatakan, meskipun digunakan luas, proses yang sekarang ini memerlukan sejumlah besar energi listrik dan bahan-bahan mahal lain yang perlu dirawat dan dipelihara.

Para ilmuwan di ANU mengatakan mereka mengembangkan metode desalinasi termal pertama di dunia. Metode ini tidak menggunakan energi listrik, tetapi dengan panas moderat yang diperoleh secara langsung dari sinar matahari, atau limbah panas dari mesin-mesin seperti AC atau proses industri lainnya.

Metode ini menggunakan fenomena yang disebut difusi termo, yang melibatkan garam bergerak dari suhu panas ke suhu dingin. Para peneliti memompa air laut melalui saluran sempit, yang mengalir di bawah unit yang dipanaskan hingga lebih dari 60 derajat Celsius dan melewati pelat dasar yang didinginkan hingga 20 derajat Celsius. Air berkadar garam lebih rendah berasal dari air di bagian atas saluran, lebih dekat dengan sumber suhu panas.

Setelah siklus berulang kali melewati saluran itu, hasil penelitian ANU menunjukkan, kadar garam air laut dapat dikurangi dari 30 ribu ppm (part per million) menjadi kurang dari 500 ppm.

Peneliti utama yang memimpin proyek ini adalah Juan Felipe Torres, insinyur mesin dan insinyur ruang angkasa di ANU.

Ia berbicara mengenai kepada VOA mengenai karya rintisannya.

“Kami menggunakan fenomena yang tidak orang gunakan sebelumnya. Kami menjajaki penerapannya dalam konteks ini tetapi pada dasarnya ini harus menjadi sesuatu yang supersederhana, sesuatu yang sesederhana saluran di mana kita mengalirkan air melewatinya dan kita akan menghasilkan semacam pemisahan. Inilah yang terjadi pada proses desalinasi termal," kata Torres.

Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menyatakan bahwa pada 2025, 1,8 miliar orang di seluruh dunia kemungkinan besar menghadapi “kelangkaan air absolut.”

Peneliti Australia Temukan Metode Desalinasi Lebih Sederhana dan Lebih Murah
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:27 0:00

Torres mengatakan penemuan ANU ini dapat membantu memastikan pasokan air ke komunitas-komunitas yang terancam oleh perubahan iklim.

“Visi kami, katakanlah, bagi masa depan untuk menciptakan dunia yang lebih adil dalam hal ketahanan air dan ketahanan makanan adalah suatu metode yang tidak memerlukan perawatan yang mahal atau pelatihan personel untuk terus menjalankannya. Jadi, saya pikir, desalinasi termal akan memungkinkan itu," papar Torres.

Tim ANU membangun perangkat tenaga surya multisaluran untuk mendesalinasi air laut di kerajaan Tonga di Pasifik, yang mengalami kekeringan hebat.

Riset ini diterbitkan di jurnal "Nature Communications." [uh/ab]

Nigeria Manfaatkan Mobil Listrik untuk Taksi Online

Nigeria Manfaatkan Mobil Listrik untuk Taksi Online
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:11 0:00

Sebuah perusahaan swasta Nigeria belum lama ini memperkenalkan armada taksi online atau daring dengan sekitar 200 kendaraan listrik. Menurut perusahaan itu, armada taksi mobil listrik ini merupakan langkah menuju masa depan yang lebih ramah lingkungan.

PM Australia: Oposisi akan Ingkari Target Emisi Gas Rumah Kaca Jika Menang Pemilu

PLTU di dekat Muswellbrook di Hunter Valley, Australia, 2 November 2021. PM Anthony Albanese pada Senin (10/6) mengatakan bahwa Partai Liberal akan mengingkari target ambisius Australia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca pada 2030 (Foto: Ilustrasi/AP)
PLTU di dekat Muswellbrook di Hunter Valley, Australia, 2 November 2021. PM Anthony Albanese pada Senin (10/6) mengatakan bahwa Partai Liberal akan mengingkari target ambisius Australia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca pada 2030 (Foto: Ilustrasi/AP)

Perdana Menteri Anthony Albanese pada Senin (10/6) mengatakan bahwa Partai Liberal akan mengingkari target ambisius Australia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca pada 2030 jika partai oposisi itu memenangkan pemilu yang dijadwalkan dalam waktu satu tahun.

Albanese menjadikan tindakan Australia terhadap perubahan iklim sebagai isu dalam pemilu yang dijadwalkan pada bulan Mei mendatang sebagai tanggapan atas komentar yang disampaikan Peter Dutton, pemimpin partai oposisi konservatif itu, kepada surat kabar Australia The Weekend.

Dutton mengatakan dalam sebuah wawancara dengan surat kabar tersebut bahwa dia menentang rencana pemerintah Partai Buruh yang berhaluan kiri-tengah untuk mengurangi emisi sebesar 43% di bawah tingkat tahun 2005 pada akhir dekade ini, dengan mengatakan “tidak ada gunanya menyetujui target yang tidak memiliki prospek untuk mencapainya.”

Albanese mengatakan Australia akan mencapai target tersebut meskipun ada perkiraan dari Otoritas Perubahan Iklim, sebuah lembaga pemerintah, pada November lalu yang memperkirakan penurunan yang bisa dicapai adalah antara 37% dan 42%.

Perdana Menteri Australia Anthony Albanese berbicara di Sydney Energy Forum di Sydney, Australia 12 Juli 2022. (Foto: via Reuters)
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese berbicara di Sydney Energy Forum di Sydney, Australia 12 Juli 2022. (Foto: via Reuters)

“Peter Dutton meninggalkan aksi iklim. Keputusannya untuk mengabaikan target tahun 2030 berarti dia meninggalkan Perjanjian Paris,” kata Albanese kepada wartawan, mengacu pada perjanjian yang dibuat oleh pemerintah negara-negara tersebut pada konferensi iklim PBB di Paris pada 2015.

“Jika Anda meninggalkan Perjanjian Paris, Anda akan mendukung Libya, Yaman, dan Iran, dan melawan semua mitra dagang utama kita dan semua sekutu penting kita,” kata Albanese.

Juru bicara oposisi bidang iklim dan energi, Ted O'Brien, mengatakan Dutton mengakui bahwa Australia tidak akan memenuhi target 43% yang ditetapkan Parlemen dalam undang-undang pada September 2022. Parlemen menjadikan target tersebut sebagai undang-undang untuk mendongkrak tingkat kesulitan bagi pemerintahan di masa depan yang menginginkan perubahan iklim dan energi dengan target yang tidak seambisius itu.

Menteri Pertahanan Australia Peter Dutton mengadakan pertemuan di Gedung Parlemen di Canberra pada 13 Desember 2021. (Foto: AFP)
Menteri Pertahanan Australia Peter Dutton mengadakan pertemuan di Gedung Parlemen di Canberra pada 13 Desember 2021. (Foto: AFP)

Partai Liberal akan mengungkapkan target pengurangan emisi gas rumah kacanya pada tahun 2030 menjelang pemilu berikutnya, yang mungkin akan ditetapkan oleh Albanese pada akhir tahun 2024, kata O’Brien.

“Kami benar-benar berkomitmen terhadap Perjanjian Paris. Kami benar-benar berkomitmen untuk mencapai nol bersih pada tahun 2050, dan kami memiliki rencana untuk mencapainya,” kata O’Brien kepada Australian Broadcasting Corp.

“Apa yang telah kami lakukan adalah menyerukan Partai Buruh untuk mundur” karena membuat undang-undang tentang janji yang tidak dapat ditepati oleh pemerintah, tambah O’Brien.

Anggota parlemen oposisi memberikan suara menentang target pengurangan sebesar 43% yang ditetapkan undang-undang.

Pemerintahan Partai Liberal sebelumnya berjanji di Paris pada tahun 2015 bahwa Australia akan mengurangi emisi antara 26% dan 28% pada tahun 2030. Partai tersebut tetap berkuasa hingga kalah dalam pemilihan umum pada tahun 2022 dari pemerintahan Albanese.

Partai Liberal belum mengubah target tahun 2030 sejak pertemuan Paris itu namun telah menyamakan janjinya dengan Partai Buruh untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050.

Kedua kubu politik mengusulkan jalan yang berbeda untuk mencapai target tahun 2050.

Partai Buruh mengusulkan lebih banyak energi terbarukan seperti listrik yang dihasilkan oleh tenaga surya dan angin, sementara Partai Liberal mengusulkan listrik yang dihasilkan oleh tenaga nuklir. [ab/uh]

Satwa Liar dan Ternak Mongolia “Berebut Rumput”

Kuda-kuda liar merumput di padang rumput Mongolia (foto: ilustrasi).
Kuda-kuda liar merumput di padang rumput Mongolia (foto: ilustrasi).

Puncak berselimut es di Gunung Jargalant seharusnya menjadi milik macan tutul salju, yang jumlahnya kurang dari seribu di Mongolia. Namun, para penggembala kini harus membawa ternak mereka masuk lebih jauh ke habitat hewan ini, dan membuat mereka semakin rentan.

Daribazar Nergui belum lama kehilangan 10 ekor ternaknya, karena dimangsa predator puncak yang liar dan dikenal sebagai “hantu gunung” itu. Nergui harus membawa ternaknya semakin jauh ke puncak gunung, karena ada semakin banyak ternak di kawasan itu, yang berebut rumput di lereng-lerengnya.

“Dulu hanya ada empat atau lima keluarga penggembala yang menginap di pegunungan. Sekarang ada delapan keluarga penggembala di gunung ini,” kata Nergui.

Macan tutul salju yang dikenal sebagai "hantu gunung" di Mongolia (foto: ilustrasi).
Macan tutul salju yang dikenal sebagai "hantu gunung" di Mongolia (foto: ilustrasi).

Hewan liar dan ternak peliharaan telah lama hidup berdampingan di pedalaman Mongolia. Tetapi kebutuhan untuk mencari tanah lapang berumput oleh para penggembala, untuk mengembangkan peternakan dan menambah penghasilan, telah membawa mereka ke kawasan yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai kawasan untuk hewan liar. Kedatangan para penggembala ini membuat kawanan hewan liar rentan penyakit dan kelaparan.

Spesies lain yang terancam situasi ini adalah gazelle Mongolia. Telah lama menjadi simbol keindahan alam negara itu, hewan kecil ini berjalan ribuan kilometer dari wilayah timur dan selatan Mongolia, melewati sisi utara China, selama migrasi tahunan mereka.

Namun jumlah mereka telah anjlok dari puluhan juta menjadi di bawah tiga juta, menurut kementerian lingkungan.

Perubahan iklim dan mengeringnya kawasan itu telah memaksa mereka untuk mengubah kebiasaan lamanya, dari mengikuti jalur tanaman segar sepanjang musim, menjadi pergi kemanapun di mana ada cukup rumput untuk bertahan, kata para ahli.

Batbold Dorjgurkhem adalah pegiat di organisasi konservasi WWF.

“Ketika kita mengalami peningkatan jumlah ternak, kita perlu menemukan padang rumput baru, tetapi padang rumput baru itu sudah dipakai oleh hewan liar,” kata Dorjgurkhem.

“Dulu kita memiliki lima ternak untuk setiap satu kilometer persegi, sekarang kita memiliki lima belas untuk luas yang sama,” tambah dia.

Peningkatan Populasi Ternak

Populasi ternak Mongolia naik tiga kali lipat dalam beberapa dekade terakhir, menurut angka dari pemerintah. Dari 20 juta pada 1990 menjadi 60 juta saat ini. Peningkatan itu didorong oleh naiknya permintaan kasmir di luar negeri, terutama dari China.

Mongolia adalah salah satu negara dengan penduduk paling jarang di dunia dan sekitar sepertiga warganya adalah nomaden. Melonjaknya jumlah ternak telah membantu banyak keluarga keluar dari kemiskinan ekstrem, yang dulu disematkan pada kehidupan nomaden. Tetapi para ahli juga menyatakan bahwa para penggembala masih menghadapi kondisi ekonomi yang keras.

Kondisi itu diakui, antara lain oleh Darkhanbaatar Batsuhkh, seorang penggembala dari Erdenesant, sekitar 200 kilometer baratdaya ibu kota Mongolia, Ulaanbaatar kepada AFP.

“Jika Anda memiliki ternak sedikit, sekitar 200 atau 300, Anda tidak dapat meningkatkan kehidupan. Anda tidak bisa membeli mobil atau menabung untuk masa depan anak-anak,” kata Batsuhkh.

Faktor Perubahan Iklim

Kondisi yang memperburuk kemalangan para penggembala adalah cuaca ekstrem negara itu, terutama apa yang disebut dzud. Situasi ini terjadi ketika musim dingin yang parah, membekukan tanah dan membuat ternak tidak mungkin merumput.

Perubahan iklim telah meningkatkan frekuensi dan intensitas terjadinya dzud, menurut PBB.

“Para penggembala berada di bawah tekanan keuangan yang sangat besar,” kata Gandulguun Sanjaa, pemimpin kelompok terdiri 200 keluarga penggembala di Provinsi Sukhbaatar timur.

“Mereka selalu kekurangan uang,” tambah dia sambil mengatakan bahwa penggembala harus membeli pakan ternak dan membayar biaya sekolah anak-anak.

Dorongan untuk menemukan padang rumput lebih luas lagi, juga bermakna bahwa ternak kini hidup dekat dengan hewan liar. Kondisi ini kadang menyebabkan konflik ketika predator memangsa domba dan kambing, dan kadang mendorong tersebarnya penyakit.

Saiga Antelope, hewan liar asli Mongolia barat, telah terbukti sangat rentan terhadap penyakit yang ditularkan ternak. Jumlah spesies ini turun dari 15 ribu menjadi 3 ribu, karena wabah rinderpest Ovine pada 2016-2017 yang menghancurkan, dan kadang disebut sebagai wabah kambing.

Populasi mereka telah naik kembali, tetapi hewan liar ini tetap “dekat dengan ancaman”.

Ochirkhuu Nyamsuren, wakil dekan di fakultas kedokteran hewan, Universitas Ilmu Hayati Mongolia, menjelaskan hal ini.

“Kita tidak bisa menangkap dan menyuntikkan vaksin ke hewan liar. Seleksi alami dan kekebalan kelompok adalah satu-satunya takdir mereka,” kata Nyamsuren.

Satwa Liar dan Ternak Mongolia “Berebut Rumput”
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:45 0:00

Sama-sama Terancam

Masih dianggap rentan di tingkat global, populasi macan tutul salju telah cukup stabil di Mongolia. Sebuah survei pada 2021 menemukan, ada 953 ekor kucing besar ini, yang merupakan populasi terbesar kedua di wilayah manapun seluruh dunia.

Tetapi masuknya para penggembala ke wilayah mereka yang dilindungi, telah menjadi peringatan bagi pejabat-pejabat lokal, ternak peliharaan sekaligus hewan liar yang sama-sama terancam.

Munkhdavaa Khasag, deputi gubernur Mankhan, distrik di mana Jargalant berada, mengatakan bahwa sekurangnya 220 ternak telah dimangsa di sana oleh macan tutul salju tahun lalu.

“Para penggembala selalu mengeluh terkait macan tutul salju dan ternak mereka yang hilang,” kata dia.

“Tetapi kami katakan, bahwa mereka harus meninggalkan gunung Jargalant. Itu adalah area taman nasional yang dilindungi bagi macan tutul salju dan mereka tidak diizinkan menggembalakan ternak di sana,” tambahnya.

Para ahli mengatakan, pemerintah harus berupaya lebih agar sektor peternakan negara itu lebih berkelanjutan.

“Mongolia harus menciptakan sistem yang sehat, dengan bahan-bahan mentah dan produk dari nilai ternak yang lebih tinggi. Penggembala membutuhkan cara, untuk meningkatkan pendapatan mereka, dibanding menambah jumlah ternaknya,” kata Barbold Dorjgurkhem dari WWF. [ns/ab]

Sekjen PBB: Dunia Semakin Jauh dari Target Membatasi Pemanasan Global

Siluet seorang perempuan terlihat di saat matahari terbenam di Kansas City, Missouri, ketika suhu panas melanda wilayah tersebut pada 20 Agustus 2023. (Foto: AP/Charlie Riedel)
Siluet seorang perempuan terlihat di saat matahari terbenam di Kansas City, Missouri, ketika suhu panas melanda wilayah tersebut pada 20 Agustus 2023. (Foto: AP/Charlie Riedel)

Sekretaris Jenderal PBB pada hari Rabu (5/6) mengatakan bahwa dunia sedang berada pada "momen genting" untuk mencapai target-target yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Paris 2015 untuk membatasi pemanasan global, di saat planet bumi baru saja mengalami 12 bulan terpanas secara berturut-turut dalam sejarah.

“Kenyataannya, hampir sepuluh tahun sejak Perjanjian Paris diberlakukan, target untuk membatasi pemanasan global jangka panjang hingga 1,5 derajat Celcius masih menggantung di ujung tanduk," kata Antonio Guterres kepada para hadirin di Museum Sejarah Alam Amerika di New York, di mana sebuah pameran mengenai dinosaurus yang telah punah di museum tersebut menjadi pengingat lain akan kondisi planet yang memburuk.

“Organisasi Meteorologi Dunia melaporkan hari ini bahwa ada kemungkinan 80% suhu rata-rata tahunan global akan melebihi batas 1,5 derajat dalam setidaknya satu dari lima tahun ke depan,” katanya.

“Kita sedang bertaruh dengan planet kita,” ujarnya memperingatkan dalam sebuah pidato khusus tentang iklim yang ia sampaikan di bawah patung paus biru yang terkenal di museum tersebut. Pidato itu menandai peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia.

Sekjen PBB itu mengatakan bahwa 1% negara terkaya mengeluarkan polusi sebanyak dua pertiga dari seluruh umat manusia.

Ia juga mengatakan bahwa bumi menghasilkan sekitar 40 miliar ton karbon dioksida setiap tahunnya dan akan menghabiskan “anggaran karbon” yang tersisa sekitar 200 miliar ton sebelum tahun 2030. Guterres kemudia menyebutkan bahwa emisi global harus turun sebesar 9% setiap tahun antara saat ini dan 2030 untuk menjaga batas 1,5 derajat Celcius. Tahun lalu, emisi global naik 1%.

Biaya untuk krisis iklim akan terus bertambah tanpa adanya tindakan yang berarti.

“Meskipun besok emisi mencapai nol, sebuah studi baru-baru ini menemukan bahwa kekacauan iklim masih akan menelan biaya setidaknya $38 triliun per tahun pada tahun 2050,” kata Guterres.

Bahan bakar fosil

Krisis iklim telah menjadi isu utama dalam masa jabatan Guterres sejak ia menjadi diplomat tertinggi di dunia tujuh setengah tahun yang lalu. Ia telah berulang kali menyerukan penghentian penggunaan batu bara dan bahan bakar fosil lainnya dan beralih ke energi terbarukan yang lebih bersih seperti tenaga angin dan tenaga surya - yang telah menghasilkan hampir sepertiga kapasitas listrik dunia.

Dia meningkatkan peringatannya pada Rabu dengan mendesak bank-bank untuk berhenti membiayai proyek-proyek minyak, batu bara dan gas dan sebagai gantinya berinvestasi pada energi terbarukan. Ia meminta negara-negara untuk melarang iklan dari produsen bahan bakar fosil dan mengatakan bahwa platform berita dan teknologi harus berhenti menerima iklan mereka.

“Saya menyerukan kepada para pemimpin industri bahan bakar fosil untuk memahami bahwa jika Anda tidak berada di jalur cepat menuju transformasi energi bersih, Anda membawa bisnis Anda ke jalan buntu - dan menyeret kita semua,” ujar Sekjen PBB.

Guterres menambahkan bahwa industri minyak dan gas hanya menginvestasikan 2,5% dari total pengeluaran untuk energi bersih pada tahun lalu. Ia mendesak perusahaan-perusahaan hubungan masyarakat dan pelobi untuk berhenti mendukung industri “penghancuran planet” ini dan meninggalkan klien-klien tersebut.

“Banyak orang di industri bahan bakar fosil yang tanpa malu-malu melakukan greenwashing, bahkan ketika mereka berusaha untuk menunda aksi iklim - dengan lobi, ancaman hukum, dan kampanye iklan yang besar-besaran," katanya.

Menyamakan upaya

Sekretaris Jenderal PBB itu menegaskan kembali pendiriannya bahwa mereka yang paling sedikit berkontribusi terhadap krisis iklim adalah mereka yang paling menderita - terutama negara-negara miskin di Afrika dan negara-negara kepulauan kecil. Negara-negara ekonomi utama G20 menghasilkan 80% emisi dunia.

“Sangat memalukan bahwa mereka yang paling rentan dibiarkan terlantar, berjuang mati-matian untuk menghadapi krisis iklim yang tidak mereka ciptakan,” katanya. Guterres memperingatkan bahwa perbedaan antara 1,5 dan 2 derajat dapat berarti kelangsungan hidup atau kepunahan bagi beberapa negara kepulauan kecil dan masyarakat pesisir.

“1,5 derajat bukanlah sebuah target. Itu bukan tujuan. Ini adalah batas fisik,” katanya. Pemanasan global telah merusak lautan di planet ini, terumbu karang dan ekosistem laut, serta mencairnya es laut. Di seluruh dunia, banjir besar, kekeringan, gelombang panas, kebakaran hutan, dan bencana lain yang berhubungan dengan iklim menjadi semakin sering terjadi.

Sekretaris Jenderal PBB mengatakan bahwa harus ada lebih banyak pembiayaan dan dukungan teknis dari negara-negara kaya untuk mengurangi dampak iklim dan berinvestasi pada energi terbarukan bagi negara-negara berpenghasilan rendah.

Ia juga mengatakan bahwa sistem peringatan dini global harus tersedia pada tahun 2027, untuk melindungi semua orang di Bumi dari cuaca, air, dan iklim yang berbahaya.

Dia mendesak warga untuk terus membuat suara mereka didengar dan mengatakan bahwa inilah saatnya bagi para pemimpin untuk memutuskan di pihak siapa mereka berada.

“Sekarang adalah waktunya untuk menggerakkan; sekarang adalah waktunya untuk bertindak; sekarang adalah waktunya untuk menyampaikan,” ujarnya yang disambut tepuk tangan meriah. “Ini adalah momen kebenaran kita.” [my/jm]

VOA Headline News: Sekjen PBB Peringatkan Target Batasi Pemanasan Global Semakin Menjauh

VOA Headline News: Sekjen PBB Peringatkan Target Batasi Pemanasan Global Semakin Menjauh
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:05:00 0:00

Gelombang Panas Tiba Lebih Awal, 'Panggang' Wilayah Barat Daya AS 

Seorang pria tampak berusaha mendinginkan badannya dengan semprotan air yang terpasang di jalanan Las Vegas, pada 4 Juni 2024. (Foto: AP/John Locher)
Seorang pria tampak berusaha mendinginkan badannya dengan semprotan air yang terpasang di jalanan Las Vegas, pada 4 Juni 2024. (Foto: AP/John Locher)

Gelombang panas pertama pada tahun ini, yang meningkatkan suhu hingga menjadi tiga digit, tiba lebih awal dari biasanya ke sebagian besar wilayah barat daya Amerika Serikat.

Prakiraan cuaca memperingatkan pada hari Selasa (4/6) agar penduduk Las Vegas dan Phoenix bersiap menghadapi “kondisi yang sangat panas” dengan suhu tertinggi diperkirakan akan mencapai 43,3 derajat Celcius dalam beberapa hari ke depan.

Layanan Cuaca Nasional AS menyatakan, pada hari Rabu (5/6) nantinya sebagian besar wilayah yang membentang dari tenggara California hingga Arizona tengah akan mengalami cuaca “terpanas” sejak September lalu, dan rekor suhu harian tertinggi akan mengancam seluruh wilayah tersebut.

Peringatan cuaca panas berlebih telah dikeluarkan untuk pukul 10 pagi hari Rabu (5/6) hingga pukul 8 malam hari Jumat (7/6), untuk beberapa bagian selatan Nevada dan Arizona. Cuaca panas yang tidak biasa itu diperkirakan akan mencapai sejumlah wilayah Barat Laut Pasifik pada akhir pekan ini.

“Kami melihat suhu tinggi di kisaran 90 dan 100 (derajat Fahrenheit atau 32-37 Celcius), suhu di atas rata-rata sepanjang tahun, beberapa tempat bahkan mencapai 10 hingga 20 derajat (Fahrenheit, di atas rata-rata),” ujar Ahli Meteorologi Layanan Cuaca Nasional, March Chenard di College Park, Maryland, Selasa (4/6).

Chenard menambahkan bahwa bagian tenggara California, Nevada bagian selatan dan sebagian besar Arizona akan terkena dampak paling parah.

“Seiring kita melewati pekan ini, suhu yang lebih tinggi itu juga akan menyebar ke utara, berpotensi mencapai beberapa bagian Barat Laut Pasifik,” imbuhnya.

Cuaca panas yang tidak biasa ini telah menimbulkan dampak di sejumlah daerah. Patroli Perbatasan Amerika Serikat melaporkan pada hari Senin (3/6) bahwa empat migran meninggal pekan lalu yang diakibatkan cuaca panas ketika mencoba melintasi perbatasan di tenggara New Mexico, dekat El Paso, Texas.

Kepala Sektor Patroli Perbatasan El Paso, Anthony Good, mendesak para migran untuk tidak mencoba menyeberangi perbatasan di tengah cuaca yang sangat panas.

“Lingkungan gurun sangat tidak kenal ampun, terutama selama musim panas. Kami mendesak siapa pun yang mempertimbangkan untuk menyeberang secara ilegal agar memahami risiko besar yang ada,” ujar Good.

Para petugas pemadam kebakaran akan bersiaga tinggi, terutama di wilayah Arizona, di mana larangan pembakaran sudah diberlakukan sebelum peringatan Memorial Day di beberapa daerah, dan akan diperintahkan pada hari Kamis (6/6) di sebagian besar wilayah barat dan selatan-tengah bagian tersebut.

Analis cuaca di Pusat Koordinasi Barat Daya Albuquerque, New Mexico, mengatakan bahwa cuaca di wilayah tersebut biasanya tidak terlalu panas sampai pertengahan atau akhir Juni.

“Sepertinya alam menaikkan cuaca panas lebih cepat dari biasanya,” ujar Tiffany Davila, Juru Bicara Departemen Kehutanan dan Manajemen Kebakaran Arizona, Senin (3/6). [th/jm]

Gelombang Panas di India Sebabkan Monyet-monyet Mati Tenggelam karena Kehausan

Seekor monyet mencoba menghilangkan dahaga saat musim panas di Prayagraj, India, 20 Mei 2023. (Foto: AFP)
Seekor monyet mencoba menghilangkan dahaga saat musim panas di Prayagraj, India, 20 Mei 2023. (Foto: AFP)

Puluhan monyet di India, yang kehausan akibat gelombang panas, ditemukan tenggelam di sebuah sumur. Seorang pejabat kehutanan mengatakan pada Selasa (4/6) bahwa ini terjadi di sebuah negara bagian di mana danau-danau telah mengering.

Sebagian besar wilayah India utara dilanda gelombang panas sejak bulan lalu. Suhu melonjak hingga mencapai lebih dari 45 derajat Celcius.

Pekan lalu, pengadilan India mendesak pemerintah untuk mengumumkan keadaan darurat nasional terkait gelombang panas yang tengah terjadi. Mereka menyatakan bahwa ratusan orang tewas akibat cuaca ekstrem yang telah menimpa selama berminggu-minggu.

Suhu panas juga menerpa satwa liar, dan mereka mencari air hingga ke desa-desa.

Hampir 40 monyet tenggelam di sebuah sumur di distrik Palamu, negara bagian Jharkhand timur, di mana danau-danau mengering akibat cuaca panas, menurut keterangan penduduk desa.

Kumar Ashish, petugas kehutanan setempat, mengatakan bahwa kawanan monyet tersebut berhasil masuk ke sumur tetapi tidak bisa keluar.

“Tim kehutanan sedang menyelidikinya,” kata Ashish kepada AFP, seraya menambahkan bahwa mereka sedang menunggu hasil pemeriksaan tubuh satwa itu.

Suhu musim panas di India memang dikenal yang sangat tinggi, tetapi sejumlah penelitian ilmiah selama bertahun-tahun menunjukkan bahwa perubahan iklim membuat gelombang panas menjadi lebih lama, lebih sering, dan lebih parah.

Menurut para peneliti, perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia telah mengakibatkan dampak panas yang merusak di India dan perlu dianggap sebagai peringatan. [ah]

Hujan Deras dan Banjir Bandang di Jerman Tewaskan 4 Orang 

Banjir melanda wilayah Heidelberg, di barat daya Jerman, pada 3 Juni 2024. (Foto: AFP/Daniel Roland)
Banjir melanda wilayah Heidelberg, di barat daya Jerman, pada 3 Juni 2024. (Foto: AFP/Daniel Roland)

Jumlah korban tewas akibat banjir yang melanda sebagian wilayah selatan Jerman telah meningkat menjadi empat orang, sementara para petugas tanggap darurat terus melakukan evakuasi.

Kanselir Olaf Scholz mengunjungi daerah tersebut pada hari Senin (3/6) dan mengatakan bahwa air dapat meningkat di beberapa wilayah.

Kepolisian wilayah Baden-Wuerttemberg pada hari Senin mengatakan bahwa jenazah seorang pria dan seorang wanita ditemukan di Schorndorf, dekat Stuttgart, di ruang bawah tanah rumah mereka setelah banjir menerjang wilayah tersebut. Hujan deras telah memaksa orang-orang untuk mengungsi dari rumah mereka di wilayah Bavaria dan Baden-Wuerttemberg.

Sebelumnya pada hari Senin, mayat seorang wanita berusia 43 tahun ditemukan di Schrobenhausen, Bavaria. Pada hari Minggu (2/6) mayat seorang petugas pemadam kebakaran ditemukan di Plaffenhofen setelah perahunya terbalik.

Menurut laporan kantor berita AFP, banjir juga mengakibatkan gangguan yang meluas terhadap jadwal kereta api. Kereta cepat dengan rute Stuttgart dan Augsburg tergelincir akibat tanah longsor yang menutupi rel. Tidak ada yang terluka dalam insiden tersebut.

Scholz mengatakan bahwa banjir tidak dapat lagi dipandang sebagai peristiwa “sekali saja.”

“Ini bukan hanya satu peristiwa seperti yang terjadi selama berabad-abad ... ini merupakan indikasi bahwa ada sesuatu yang terjadi di sini,” katanya. “Kita tidak boleh mengabaikan tugas untuk menghentikan perubahan iklim akibat ulah manusia.”

Ramalan cuaca menunjukkan pada hari Senin bahwa hujan lebat diperkirakan akan turun di beberapa bagian di wilayah selatan dan timur Jerman.

Menteri-Presiden Bavaria Markus Soder mengatakan bahwa kondisi wilayah tersebut masih “kritis dan mencekam,” dengan air yang surut di sejumlah tempat tetapi terjadi banjir baru dan proses evakuasi berlangsung. Dia mencatat bahwa ketinggian air diperkirakan akan meningkat di Regensbug dan lebih jauh lagi di Sungai Danube.

Soder mengatakan bahwa tidak ada “jaminan penuh” dalam melawan perubahan iklim. [th/rs]

Sejumlah informasi dalam laporan ini berasal dari The Associated Press dan Agence France-Presse.

Ilmuwan: Perubahan Iklim Membuat Brazil Berisiko terkena Bencana Banjir Dua Kali Lebih Besar 

Foto dfari udara yang menunjukkan wilayah Eldorado do Sul, di negara bagian Rio Grande do Sul, Brazil, terendam banjir pada 9 Mei 2024. (Foto: AFP/Nelson Almeida)
Foto dfari udara yang menunjukkan wilayah Eldorado do Sul, di negara bagian Rio Grande do Sul, Brazil, terendam banjir pada 9 Mei 2024. (Foto: AFP/Nelson Almeida)

Sebuah kelompok ilmuwan internasional pada hari Senin (3/6) mengatakan bahwa perubahan iklim membuat banjir yang baru-baru ini menghantam wilayah selatan Brazil kini risikonya dua kali lebih besar akan terjadi.

Kondisi curah hujan yang sudah lebat juga disebut akan semakin parah seiring dengan adanya fenomena alam El Nino.

Otoritas setempat menggambarkan peristiwa yang terjadi pada bulan lalu itu sebagai bencana terburuk sepanjang sejarah wilayah tersebut, di mana banjir mengakibatkan lebih dari 170 orang tewas dan hampir 580.000 orang mengungsi setelah badai dan banjir yang menghantam Rio Grande do Sul.

Para ilmuwan menggabungkan hasil pengamatan cuaca dengan hasil dari model iklim, lalu memperkirakan bahwa perubahan iklim telah membuat peristiwa di selatan Brazil itu dua kali lebih mungkin terjadi, dengan intensitas 6% hingga 9% lebih tinggi.

Fenomena El Nino juga disebut para Ilmuwan berkontribusi terhadap suhu yang lebih tinggi di berbagai belahan dunia, serta meningkatkan curah hujan dan risiko banjir di beberapa bagian Amerika, juga bencana yang terjadi baru-baru ini.

Para ilmuwan itu juga menambahkan bahwa kegagalan infrastruktur penting, penggundulan hutan, serta urbanisasi yang cepat di sejumlah kota seperti ibu kota Rio Grande do Sul, Porto Alegre, yang dihuni oleh 1,3 juta orang, turut memperburuk dampak bencana tersebut. [th/jm]

Motor Listrik Sebagai Solusi Alternatif Mengurangi Polusi Suara

Roman Nedielka, warga Slovakia yang sudah lebih dari 6 tahun menetap di Indonesia ini berkeliling dunia dengan mengendarai sepeda motor bertenaga listrik. (Foto: Dok Pribadi)
Roman Nedielka, warga Slovakia yang sudah lebih dari 6 tahun menetap di Indonesia ini berkeliling dunia dengan mengendarai sepeda motor bertenaga listrik. (Foto: Dok Pribadi)

Suara kendaraan bermotor adalah salah satu faktor polusi suara. Di Indonesia, sepeda motor menyumbang polusi lebih besar karena jumlahnya lebih banyak daripada mobil, kata Roman Nedielka. Ia berkeliling dunia, mempromosikan motor listrik sebagai solusi alternatif dalam mengatasi polusi suara.

Suara kendaraan bermotor semakin dirasakan mengganggu bagi banyak orang di kota-kota besar Indonesia. Salah seorang dari mereka adalah Destha Asikin di Jakarta.

“Saya tuh suka keganggu banget ya dengan suara motor yang berisik. Kayak motor-motor yang knalpotnya suka dimodifikasi gitu ya. Jadi kebetulan saya itu kan kerja di daerah Kuningan, dan biasanya saya tuh suka naik Trans Jakarta tiap berangkat dan pulang kantor," katanya.

"Nggak tahu kenapa ya kalo di halte busway yang di daerah Kuningan tuh tempat saya nunggu Trans Jakarta, suka sering tuh lewat motor-motor yang berisik gitu ya, dari jauh udah kedengeran tuh kayak 'nggguunng’ gitu. Bunyinya tuh tajem banget, nggak cuma di kuping tapi kadang kayak nusuk di dada juga gitu ya," keluh Destha.

Destha Asikin merasakan suara kendaraan bermotor semakin dirasakan mengganggu bagi banyak orang di Jakarta. (Foto: Dok Pribadi)
Destha Asikin merasakan suara kendaraan bermotor semakin dirasakan mengganggu bagi banyak orang di Jakarta. (Foto: Dok Pribadi)

Pegawai swasta ini mempertanyakan apakah ada peraturan yang diaplikasikan dalam masyarakat, karena ia yakin banyak orang lain juga yang merasa terganggu.

Indra Prasetyo, Ketua Komisi Komunitas Sepeda Motor IMI (Ikatan Motor Indonesia) Pusat, menegaskan ada regulasi terkait hal itu.

“Sudah ada peraturan di mana ada batas suara knalpot motor. Namun, penerapannya belum sesuai nih. Pihak kepolisian juga sedang berusaha menerapkan prosedur yang sesuai agar nggak salah kaprah. Salah satunya, pihak kepolisian mengajak para produsen knalpot after-market untuk berlisensi SNI (Standar Nasional Indonesia).”

Indra Prasetyo, ketua Komisi Komunitas Sepeda Motor IMI (Ikatan Motor Indonesia) Pusat. (Foto: Dok Pribadi)
Indra Prasetyo, ketua Komisi Komunitas Sepeda Motor IMI (Ikatan Motor Indonesia) Pusat. (Foto: Dok Pribadi)

Arus lalu lintas di Jakarta memang padat. Tidak heran kalau tingkat kebisingan di sana tinggi dan menjadi salah satu faktor polusi suara yang signifikan.

Salah satu solusi alternatif untuk mengatasi masalah itu adalah motor listrik, kata Roman Nedielka. Warga Slovakia yang sudah lebih dari 6 tahun menetap di Indonesia ini berkeliling dunia dengan mengendarai sepeda motor bertenaga listrik. Ia memulai, dan mengakhiri perjalanannya, di Indonesia. Misi utamanya, meningkatkan kesadaran akan polusi suara dan bahwa ada solusi alternatif untuk mengatasinya.

Sewaktu singgah di Washington, D.C., kepada VOA, Roman menjelaskan mengapa perjalanannya ini penting bagi Indonesia.

Menurut Roman, jauh lebih berdampak kalau kita menunjukkan kemungkinan sepeda motor listrik untuk Indonesia, karena di situlah sepeda motor digunakan. Di Indonesia dampaknya akan jauh lebih besar karena di sana orang menggunakan kendaraan beroda dua seperti skuter atau sepeda motor. Juga, karena dia tinggal di Indonesia, di mana ia melihat apa yang mungkin terjadi apabila orang-orang mulai menggunakan sepeda motor listrik.

Roman Nedielka di Washington D.C dengan mengendarai sepeda motor bertenaga listrik. (Foto: Dok Pribadi)
Roman Nedielka di Washington D.C dengan mengendarai sepeda motor bertenaga listrik. (Foto: Dok Pribadi)

Roman menambahkan bahwa ia bisa melihat betapa motor listrik dapat mengubah kelayakan dan kualitas hidup. Tidak hanya lebih baik untuk lingkungan dalam jangka panjang, namun juga efek langsung berkurangnya kebisingan akan sangat menakjubkan. Jadi, dalam bayangannya, masa depan Jakarta akan lebih tenang dan lebih bersih.

Perjalanan Roman sampai di Washington, D.C. membawanya melewati benua Asia dan Eropa. Dalam rutenya kembali ke Indonesia, ia juga melewati Australia. Saat ditanyakan VOA bagaimana ia merawat motornya agar tetap lancar sepanjang perjalanan, ia menjawab:

Motor Listrik, Solusi Alternatif Untuk Mengurangi Polusi Suara
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:06:52 0:00

Roman mengatakan ia tidak perlu melakukan perawatan apapun sepanjang perjalan yang ia tempuh dari Jakarta ke Washington, D.C., sebanyak 25 ribu kilometer. Ia hanya mengganti ban dan rem, namun tidak ada oli yang harus diganti atau perawatan khusus dalam bentuk apapun, jadi mesin listrik tersebut benar-benar dapat diandalkan, dan tentunya baik untuk lingkungan. Roman menyimpulkan apabila kita menggabungkan kendaraan listrik dengan energy yang dihasilkan dari sumber daya terbarukan, maka kita akan menghasilkan sebuah siklus mobilitas tanpa emisi.

Menurut Indra Prasetyo, peminat motor listrik di Indonesia sudah cukup banyak. Namun, mayoritas penggunanya adalah para pekerja layanan transportasi online. Karena,

“Biayanya cukup murah, terutama mereka tidak perlu mengisi bensin ya. Dan motor listrik banyak juga digunakan di kompleks-kompleks perumahan. Jadi dari rumah, naik motor listrik untuk ke convenience store yang terdekat lah, jadi nggak perlu naik motor besar, atau mobil, itu cukup praktis untuk orang-orang rumah. Tapi kalo di jalan raya memang belum banyak ya, karena menurut saya pribadi motor listrik agak berbahaya karena dia sepi, nggak ada suara, jadi kita nggak tahu kalo dia menyusul kita," paparnya.

Ismet Chalid dan istri. ismet biasa mengendarai motor bermesin besar bersama teman-temannya. (Foto: Dok Pribadi)
Ismet Chalid dan istri. ismet biasa mengendarai motor bermesin besar bersama teman-temannya. (Foto: Dok Pribadi)

Alasan suara mesin sebagai faktor keselamatan juga diutarakan oleh para diaspora Indonesia peminat motor konvensional, seperti Ismet Chalid. Ia biasa mengendarai motor bermesin besar bersama teman-temannya.

“Suara motor gede faktor safety juga. Kalau suaranya gede kan (para pengendara) mobil tahu, jadi si driver itu aware kalau ada motor. Jadi, dia bisa hati-hati," ujar Indra.

Roman Nedielka menyadari banyak orang yang menggunakan pendengaran sebagai orientasi keberadaan motor pada lalu lintas. Namun menurutnya dalam berkendara, kita harus bersikap sama seperti hendak menyeberang jalan: harus selalu tetap melihat ke arah kiri dan kanan sebelum melangkah.

Apapun penerimaan masyarakat, motor listrik sebagai solusi alternatif dalam membantu mengurangi polusi suara tentu akan memerlukan penyesuaian dari para pengguna dan komunitasnya. [aa/ka]

VOA Headline News: Petugas Damkar Masih Berupaya Padamkan Kebakaran Hutan Dekat San Fransisco

VOA Headline News: Petugas Damkar Masih Berupaya Padamkan Kebakaran Hutan Dekat San Fransisco
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:05:00 0:00

Panas Ekstrem: Pembunuh Diam-diam akibat Perubahan Iklim

Para buruh tidur di pinggir jalan pada pagi hari musim panas yang terik di Karachi, Pakistan (29/5). Gelombang udara panas sedang melanda India dan Pakistan.
Para buruh tidur di pinggir jalan pada pagi hari musim panas yang terik di Karachi, Pakistan (29/5). Gelombang udara panas sedang melanda India dan Pakistan.

Hampir 62.000 orang meninggal karena stres yang berhubungan dengan panas pada musim panas 2022 di Eropa saja, dan, menurut sebuah studi baru oleh Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim, atau IPCC, "Dengan pemanasan global lebih jauh, kita bisa memperkirakan peningkatan intensitas, frekuensi, dan durasi gelombang panas."

Laporan yang diluncurkan menjelang Hari Aksi Panas pada hari Minggu, 2 Juni ini, mengkaji peran perubahan iklim dalam meningkatkan jumlah hari dengan suhu panas yang ekstrem di seluruh dunia selama 12 bulan terakhir.

"Apa yang sedang kita alami sekarang ini adalah pembunuh diam-diam namun makin sering terjadi, yaitu panas, terutama tahun lalu," ujar ahli iklim Friederike Otto, salah seorang pemimpin World Weather Attribution di Imperial College London dan salah seorang penulis laporan tersebut.

Berbicara dari London pada hari Selasa lalu, ia mengatakan kepada para jurnalis di Jenewa bahwa bulan Mei 2024 lebih panas daripada bulan Mei yang pernah dialami sebelumnya, begitu juga dengan bulan-bulan lainnya dalam 12 bulan terakhir.

"Setiap gelombang panas yang terjadi saat ini lebih panas dan berlangsung lebih lama daripada yang akan terjadi tanpa adanya perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia. Hal ini terjadi tanpa adanya pembakaran batu bara, minyak dan gas, dan kita juga melihat lebih banyak gelombang panas dibandingkan sebelumnya," ujarnya, seraya menambahkan bahwa saat ini suhu udara di India dan Pakistan mencapai sekitar 50 derajat Celcius (122 derajat Fahrenheit).

Seorang pria tertidur di atas rickshaw (sejenis becak) miliknya di pinggir sebuah jalan pada hari musim panas yang terik di New Delhi, India.
Seorang pria tertidur di atas rickshaw (sejenis becak) miliknya di pinggir sebuah jalan pada hari musim panas yang terik di New Delhi, India.

Organisasi Meteorologi Dunia mengonfirmasi bahwa tahun 2023 merupakan tahun terpanas yang pernah tercatat, mencapai 1,45 derajat Celcius (2,6 derajat Fahrenheit) di atas rata-rata pra-industri, hampir mencapai Perjanjian Iklim Paris untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius.

Menurut laporan tersebut, rata-rata penduduk planet ini telah mengalami 26 hari yang sangat panas, "yang mungkin tidak akan terjadi tanpa adanya perubahan iklim." Atau dengan kata lain,

6,8 miliar orang -78 persen dari populasi dunia- telah mengalami setidaknya 31 hari dengan suhu panas yang ekstrem.

"Namun, tentu saja, kita bukan orang biasa. Kita tinggal di tempat tertentu, di negara tertentu," kata Otto.

"Misalnya tinggal di Ekuador, tidak 26 hari lebih melainkan 170 hari lebih. Artinya dalam 12 bulan terakhir orang-orang di ekuador mengalami 180 hari panas ektrik tanpa perubahan iklim hanya 10 hari, Jadi enam bulan panas ektrim dibandingkan 10 hari," tambahnya.

Dia mencatat bahwa panas ekstrem berbahaya dan bertanggung jawab atas ribuan kematian setiap tahun. Ia mengatakan, "Panas membahayakan orang-orang yang sangat rentan: orang tua, orang yang masih sangat muda, mereka yang memiliki kondisi kesehatan yang sudah ada sebelumnya" serta orang sehat yang terpapar suhu ekstrem, "seperti pekerja luar ruangan di bidang konstruksi atau pertanian dan orang-orang yang tinggal di kamp-kamp pengungsi."

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang mempublikasikan kumpulan makalah baru yang akan diterbitkan minggu ini di Journal of Global Health, mengatakan bahwa penelitian tersebut menunjukkan "risiko kesehatan terkait iklim sangat diremehkan" untuk orang yang lebih muda dan lebih tua dan selama kehamilan, "dengan implikasi yang serius dan sering kali mengancam nyawa."

Mengambil contoh panas yang ekstrem, WHO mengatakan bahwa para penulis mencatat bahwa kelahiran prematur - penyebab utama kematian anak - "meningkat selama gelombang panas, sementara orang yang lebih tua lebih mungkin menderita serangan jantung atau gangguan pernapasan."

Hari Aksi Panas, yang diselenggarakan oleh Pusat Iklim Bulan Sabit Merah Palang Merah, bertujuan untuk menarik perhatian pada ancaman panas ekstrem dan apa yang dapat dilakukan untuk mengatasinya. Dalam sebuah pernyataan untuk menandai Hari Aksi Panas, Jagan Chapagain, sekretaris jenderal Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, mengatakan, "Banjir dan angin topan mungkin menjadi berita utama, tetapi dampak dari panas ekstrem juga sama mematikannya.

"Itulah mengapa Hari Aksi Panas sangat penting," katanya."Kita perlu memusatkan perhatian pada perubahan iklim yang menjadi pembunuh diam-diam. IFRC menjadikan panas dan aksi perkotaan untuk mengurangi dampaknya sebagai prioritas."

Ahli iklim Otto mengatakan bahwa pembakaran bahan bakar fosil harus dihentikan untuk mencegah situasi menjadi lebih buruk.

"Panas membunuh. Tetapi tidak harus membunuh. Ada banyak solusi, beberapa di antaranya berbiaya rendah atau tanpa biaya, mulai dari tindakan individu hingga intervensi skala populasi yang mengurangi efek pulau panas perkotaan.

"Pada tingkat individu, orang dapat mendinginkan tubuh mereka dengan menyiramnya sendiri dengan air, menggunakan alat pendingin atau memodifikasi lingkungan mereka untuk meningkatkan keteduhan" di sekitar rumah mereka.

Namun, ia mengamati bahwa tindakan individu saja tidak cukup. Ia mengatakan bahwa tindakan harus dilakukan di tingkat komunitas, kota, regional dan negara.

"Kota-kota dapat mengembangkan dan mengimplementasikan rencana aksi panas yang menguraikan bagaimana mereka akan mempersiapkan diri menghadapi musim panas, menanggapi gelombang panas yang akan datang, dan merencanakan masa depan. Dan dalam skala besar, kebijakan dapat diperkenalkan untuk memasukkan kebutuhan pendinginan ke dalam program perlindungan sosial, menambah biaya energi untuk yang paling rentan dan kode bangunan dapat diperbarui untuk mendorong perumahan yang lebih baik," kata Friederike Otto. [my/jm]

Warga New Delhi Berjuang Atasi Gelombang Panas 

Anak-anak tampak berlari di belakang truk yang menyemprotkan air di sepanjang jalanan New Delhi, India, pada 28 Mei 2024. (Foto: AFP/Arun Sankar)
Anak-anak tampak berlari di belakang truk yang menyemprotkan air di sepanjang jalanan New Delhi, India, pada 28 Mei 2024. (Foto: AFP/Arun Sankar)

Warga di kawasan utara India tengah berjuang dengan gelombang panas yang tidak berhenti dalam beberapa minggu terakhir, yang telah memaksa sekolah-sekolah untuk tutup di sejumlah tempat dan meningkatkan risiko heat stroke bagi pekerja yang beraktivitas di luar ruangan.

Departemen Cuaca India memperkirakan suhu tinggi bertahan di seluruh kawasan dalam beberapa hari ke depan dan menempatkan sejumlah negara bagian dalam kewaspadaan tinggi.

Uzma Kagzi, seorang wisatawan dari Gujarat yang berkunjung ke New Delhi mengatakan, “Saya telah memakai topi untuk melindungi kepala, karena kepala saya terasa sakit akibat panas. Anak perempuan saya juga merasa sakit. Dia sudah minum obat selama beberapa hari.”

Beberapa bagian di ibu kota India melaporkan suhu hingga 49,9 derajat Celsius pada Selasa (28/5), dengan biro cuaca mengatakan bahwa suhu tersebut 9 derajat lebih tinggi dari perkiraaan. Negara bagian di dekatnya, Punjab dan Haryana, juga mengalami lonjakan suhu, di mana satu tempat di Rajasthan mencapai suhu 50 derajat Celsius.

India menyatakan sebuah gelombang panas, ketika suhu berada di atas 45 derajat Celsius.

“Karena panas, kondisi kami menjadi lebih buruk dari yang sudah buruk. Tidak ada kelegaan, bahkan kadang-kadang dari tempat teduh. Saya harus meminum air 5-6 liter di siang hari,” kata Satish Kumar, seorang sopir.

Panas ekstrem di India utara telah bertepatan dengan pemilu selama 6 pekan, yang menaikkan risiko kesehatan karena orang-orang harus antre panjang untuk memberikan suara mereka. Pemungutan suara sendiri berakhir pada Sabtu (1/6).

Cuaca panas biasanya melanda sebagian besar wilayah India pada April, Mei dan Juni, sebelum hujan dari musim hujan datang untuk membawa suhu lebih sejuk. Tetapi panas ekstrem secara cepat menjadi krisis kesehatan di India, dengan kondisi cuaca hangat menjadi lebih buruk dalam satu dekade terakhir dan biasanya diiringi dengan kekurangan air yang parah. [ns/rs]

Tunjukkan lebih banyak

XS
SM
MD
LG