Isu Iklim
Yunani Minta Bantuan UE Terkat Kebakaran di Pinggiran Athena
Yunani dalam keadaan siaga tinggi pada Senin (12/8) malam ketika kebakaran besar yang berawal pada hari Minggu (11/8) terus membakar wilayah pinggiran utara Athena, memaksa Yunani untuk secara resmi meminta bantuan Uni Eropa (UE) pada hari Senin.
“Mekanisme perlindungan sipil UE diaktifkan atas permintaan otoritas Yunani,” kata juru bicara Komisi Eropa Balazs Ujvari dalam sebuah pernyataan. Permintaan tersebut akan mendatangkan lebih banyak petugas pemadam kebakaran dan peralatan pemadam kebakaran.
Lebih dari 700 petugas pemadam kebakaran telah berjuang memadamkan api, didukung oleh tim khusus dan personel angkatan bersenjata.
Musim kebakaran di Yunani terjadi lebih awal karena gelombang panas yang berlangsung pada bulan Juni dan Juli, sehingga membebani pasukan pemadam kebakaran di negara tersebut.
“Petugas pemadam kebakaran telah bekerja dengan kecepatan penuh selama berbulan-bulan,” kata Nikos Lavranos, ketua serikat pemadam kebakaran utama Yunani. “Mereka kelelahan.”
“Situasinya masih sangat sulit,” kata Vassilis Vathrakogiannis, juru bicara pemadam kebakaran. “Percikan api terus-menerus muncul, menimbulkan kebakaran baru dan menyebar dengan cepat, dibantu oleh angin yang sangat kencang.”
Berbagai perintah evakuasi dikeluarkan Senin kepada penduduk di pinggiran Kota Athena, Yunani.
Hutan pinus yang kering dan angin kencang turut membantu memperparah kebakaran, sehingga menyulitkan petugas pemadam kebakaran untuk mengendalikan api. [ab/lt]
Bumi Catat Rekor Juli Terpanas
Badan lingkungan AS melaporkan pada Senin (12/8) bahwa bulan lalu merupakan Juli terpanas yang pernah tercatat, menjadikannya bulan keempat belas berturut-turut yang memecahkan rekor.
Laporan bulanan dari Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional AS (NOAA) itu juga mengatakan bahwa 2024 kini memiliki peluang 77% menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat.
Perhitungan bulan Juli oleh NOAA itu berbeda dengan pemantau iklim Copernicus Uni Eropa, yang – dengan menggunakan kumpulan data yang berbeda – menghitung suhu rata-rata bulan lalu sedikit lebih rendah dari Juli 2023.
Namun, kedua badan tersebut sepakat tentang tren mengkhawatirkan dari panas yang memecahkan rekor, dengan tahun lalu mengalami suhu tertinggi baru bulan demi bulan.
Menurut NOAA, yang data historisnya dimulai 175 tahun lalu, 2024 pasti akan menjadi salah satu dari lima tahun terpanas yang pernah tercatat.
Pada bulan Juli, suhu global mencapai 2,18 derajat Fahrenheit atau setara dengan 1,21 derajat Celsius di atas rata-rata abad ke-20 sebesar 60,4 derajat Fahrenheit (15,8 derajat Celsius), kata badan AS tersebut.
Bulan Juli menvatat serangkaian gelombang panas di negara-negara kawasan Mediterania dan Teluk, kata NOAA. Afrika, Eropa, dan Asia mengalami Juli terpanas yang pernah tercatat.
Suhu laut pada bulan Juli lalu merupakan yang terhangat kedua sepanjang sejarah, menurut NOAA – pengamatan yang sama dengan Copernicus.
Para ilmuwan di Copernicus minggu lalu mencatat bahwa “suhu udara di atas lautan tetap luar biasa tinggi di banyak wilayah” meskipun ada perubahan dari pola cuaca El Nino yang ikut memicu lonjakan suhu global ke kebalikannya, La Nina, yang memiliki efek pendinginan.
Tahun lalu juga merupakan tahun terhangat yang pernah tercatat.
“Dampak buruk perubahan iklim dimulai jauh sebelum tahun 2023 dan akan terus berlanjut hingga emisi gas rumah kaca global mencapai nol bersih,” kata Samantha Burgess, wakil direktur Copernicus. [lt/ab]
Kutub Utara Catat Suhu Tertinggi Bulan Agustus
Kepulauan Svalbard di Kutub Utara mencatat rekor suhu tertinggi pada bulan Agustus pada akhir pekan lalu, mencapai 20 derajat Celcius, kata Institut Meteorologi Norwegia, Senin (12/8).
Pengukuran 20,3 derajat Celcius tercatat pada hari Minggu (11/8) di stasiun cuaca di bandara Svalbard, institut tersebut mengatakan dalam sebuah pernyataan yang diposting di X, dan menambahkan bahwa gelombang suhu dingin semakin dekat.
"Suhu akan tetap tinggi hingga sore ini. Mungkin hari ini akan mencapai 20 derajat juga?," kata lembaga tersebut.
Rekor bulan Agustus sebelumnya adalah 18,1 Celcius, yang tercatat pada 31 Agustus 1997.
Suhu tertinggi yang pernah tercatat di Svalbard adalah 21,7 Celcius pada 25 Juli 2020, yang melampaui rekor sebelumnya pada 1979.
Kepulauan Svalbard terletak di tengah-tengah antara daratan Norwegia dan Kutub Utara.
Suhu rata-rata bulan Agustus yang tercatat di bandara Svalbard adalah antara enam hingga sembilan derajat Celcius.
Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan pada tahun 2022 oleh peneliti Finlandia dan Norwegia, Kutub Utara telah menghangat hampir empat kali lebih cepat daripada bagian dunia lainnya sejak tahun 1979.
Meningkatnya suhu telah mencairkan es laut yang kemudian berkontribusi pada percepatan pemanasan di wilayah tersebut, sebuah fenomena yang dikenal sebagai "amplifikasi Kutub Utara".
Sebuah laporan yang diterbitkan pada tahun 2019, “Iklim Svalbard pada tahun 2100,” menemukan bahwa suhu rata-rata di kepulauan ini antara tahun 2070 dan 2100 akan meningkat 7-10 derajat, karena tingkat emisi gas rumah kaca. [th/uh]
Kebakaran Hutan Yunani Meluas ke Pinggiran Athena, Kota dan Rumah Sakit Dievakuasi
Kebakaran hutan di Yunani, Senin (12/8), menyebar dengan cepat ke pinggiran Athena akibat angin kencang. Api tidak hanya membakar pohon, tetapi juga merusak rumah dan mobil, sehinggga beberapa rumah sakit serta puluhan kota dan desa terpaksa dievakuasi, menurut otoritas Yunani.
Sejak Mei, ratusan kebakaran hutan melanda seluruh Yunani. Meskipun kebakaran musim panas adalah hal yang biasa di Yunani, cuaca yang sangat panas dan kering akibat perubahan iklim mendorong kebakaran menjadi lebih sering dan lebih intens. Selain itu, kebakaran hutan yang disebabkan oleh suhu ekstrem pada bulan ini juga telah terjadi di beberapa wilayah Spanyol dan Balkan.
Lebih dari 670 petugas pemadam kebakaran, dibantu oleh sukarelawan, 183 mobil pemadam kebakaran, 32 pesawat pengebom air, dan helikopter, memantu memadamkan kebakaran hutan terbaru yang mulai terjadi pada pukul 15.00 waktu setempat pada Minggu di dekat Varnavas, 35 kilometer utara ibu kota.
Pada Senin, kebakaran terburuk tahun ini di Yunani meluas ke Desa Grammatiko, kota madya pesisir Nea Makri, dan daerah pinggiran utara Athena yang padat penduduk di sekitar Gunung Penteli yang berhutan lebat.
"Itu menyakitkan, kami telah tumbuh di hutan ini. Kami merasakan kesedihan dan kemarahan yang mendalam," kata Marina Kalogerakou (24 tahun) kepada Reuters di luar rumahnya yang hampir dilahap api.
Angin kencang terus-menerus mengubah arah api, dan luas area yang terbakar diperkirakan mencapai 30 kilometer.
Angin diperkirakan akan semakin kencang dalam beberapa jam mendatang, memperburuk kobaran api, kata Theodore Giannaros, peneliti di Observatorium Nasional Athena. "Kami akan menghadapi hari yang sangat sulit ke depan," ujarnya kepada TV pemerintah, ERT.
Pesawat pemadam kebakaran melanjutkan operasinya pada Senin pagi setelah jeda semalam. Polisi melaporkan telah membantu mengevakuasi sedikitnya 250 orang yang terancam bahaya. Beberapa warga menginap di tempat penampungan, tetapi pihak berwenang belum dapat memberikan jumlah pastinya.
Sedikitnya tiga rumah sakit dan beberapa komunitas telah dievakuasi di wilayah Penteli.
Kebakaran, dengan api setinggi 25 meter, telah menyebar "seperti kilat" karena angin kencang, kata juru bicara pemadam kebakaran Vassilis Vathrakogiannis pada Minggu.
Awan asap tebal membuat langit di atas Athena menjadi gelap pada Minggu malam. Beberapa jam kemudian, api mendekati area pemukiman Dionysos, sekitar 23 kilometer timur laut dari pusat kota, serta distrik-distrik di sekitarnya.
Pada Senin pagi, Perdana Menteri Kyriakos Mitsotakis mengunjungi pusat operasi pemadam kebakaran sekembalinya dari liburan yang dipersingkat di Pulau Kreta. Ia masih teringat jelas akan kebakaran 2018 yang menewaskan 104 orang di kota pesisir Mati, dekat ibu kota.
Setelah musim dingin terhangat yang pernah tercatat dan periode panjang dengan sedikit atau tanpa hujan, Yunani diperkirakan akan mengalami musim panas terpanasnya. Negara ini berada dalam status siaga kebakaran tinggi setidaknya hingga Kamis, dengan suhu yang diperkirakan mencapai 40 derajat Celsius.
"Sayangnya, ramalan tersebut terkonfirmasi," kata Menteri Krisis Iklim dan Perlindungan Sipil Vassilis Kikilias dalam pernyataan yang disiarkan televisi. Ia menambahkan bahwa respons negara cepat, dengan pesawat pertama mulai beroperasi lima menit setelah kebakaran hutan terjadi. [ah/es]
- Associated Press
Deforestasi di Hutan Hujan Amazon Brazil Diklaim Capai Level Terendah Sejak 2016
Laju deforestasi di hutan hujan Amazon Brazil melambat hampir 50 persen dibandingkan tahun lalu, menurut data satelit pemerintah yang dirilis Rabu. Penurunan tersebut merupakan yang terbesar sejak 2016, saat metode pengukuran saat ini mulai digunakan.
Dalam 12 bulan terakhir, hutan hujan Amazon kehilangan 4.300 kilometer persegi, area yang kira-kira seukuran dengan Rhode Island di Amerika. Angka penurunan tersebut mencapai hampir 46 persen dibandingkan periode sebelumnya. Tahun pengawasan deforestasi Brazil berlangsung dari 1 Agustus hingga 30 Juli.
Namun, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk menghentikan kerusakan terseebut. Pada Juli, penebangan pohon meningkat 33 persen dibandingkan tahun lalu. João Paulo Capobianco, Sekretaris Eksekutif Kementerian Lingkungan Hidup, menjelaskan dalam konferensi pers di Brasília bahwa lonjakan ini disebabkan oleh pemogokan para pejabat di lembaga lingkungan federal.
Angka-angka tersebut masih bersifat awal dan diambil dari sistem satelit Deter yang dikelola oleh Institut Nasional untuk Penelitian Luar Angkasa, yang digunakan oleh lembaga penegak hukum lingkungan untuk memantau deforestasi secara langsung. Perhitungan yang lebih akurat mengenai penggundulan hutan biasanya dirilis pada November.
Presiden Luiz Inácio Lula da Silva berkomitmen untuk mencapai "nol deforestasi" pada 2030. Masa jabatan Lula saat ini akan berakhir pada Januari 2027. Sejak pemerintahan Presiden sayap kanan Jair Bolsonaro berakhir pada 2022, penggundulan hutan Amazon mengalami penurunan signifikan. Selama pemerintahan Bolsonaro, hilangnya hutan mencapai level tertinggi dalam 15 tahun.
Sekitar dua pertiga dari hutan Amazon berada di Brazil. Amazon adalah hutan hujan terbesar di dunia, dengan luas dua kali lipat dari India. Hutan tersebut menyerap banyak karbon dioksida, yang membantu menghambat pemanasan iklim. Selain itu, Amazon menyimpan sekitar 20 persen dari cadangan air tawar dunia dan memiliki keanekaragaman hayati yang masih belum sepenuhnya dipahami oleh ilmuwan, termasuk setidaknya 16.000 spesies pohon.
Selama periode yang sama, penggundulan hutan di sabana luas Brazil, yang dikenal sebagai Cerrado, meningkat sebesar 9 persen. Hilangnya vegetasi asli mencapai 7.015 kilometer persegi, area yang 63 persen lebih besar dari kerusakan di Amazon.
Cerrado, sabana dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, masih jauh dari mendapatkan perlindungan yang setara dengan hutan hujan di utara. Sebagian besar produksi kedelai Brazil, yang merupakan ekspor terbesar kedua negara itu, berasal dari area milik swasta di Cerrado.
“Cerrado telah menjadi ‘bioma yang dikorbankan.’ Topografinya cocok untuk produksi komoditas berskala besar dan mekanis,” kata Isabel Figueiredo, juru bicara lembaga nirlaba Society, Population and Nature Institute kepada The Associated Press.
Baik warga Brazil maupun komunitas internasional lebih peduli dengan hutan daripada sabana dan lanskap terbuka, katanya, meskipun ekosistem ini juga sangat beragam hayati dan penting untuk keseimbangan iklim. [ah/ft]
Jamur Pemakan Plastik Beri Harapan Upaya Mengurangi Polusi Laut
Para ilmuwan di Jerman telah mengidentifikasi jamur pemakan plastik yang dapat memberikan secercah harapan dalam mengatasi masalah jutaan ton sampah yang mencemari lautan dunia setiap tahun.
Namun mereka memperingatkan bahwa pekerjaan mereka kemungkinan hanya sebagian kecil dari penyelesaian masalah polusi plastic. Mereka menambhakan bahwa masih ada kebutuhan untuk mengurangi kemasan makanan dan sampah lainnya agar tidak masuk ke lingkungan karena sampah plastik membutuhkan puluhan tahun untuk terurai.
Sebuah analisis yang dilakukan di Danau Stechlin di timur laut Jerman menjelaskan bagaimana jamur mikro dapat tumbuh subur pada beberapa plastik tanpa sumber karbon lain untuk dimakan. Ketua tim analisis menjelaskan hal dengan jelas menunjukkan bahwa beberapa dari mereka mampu mendegradasi polimer sintetis.
"Temuan paling mengejutkan dari pekerjaan kami ... adalah bahwa jamur kami dapat tumbuh secara eksklusif pada beberapa polimer sintetis dan bahkan membentuk biomassa." kata Hans-Peter Grossart, yang merupakan kepala kelompok penelitian di Institut Ekologi Air Tawar dan Perikanan Pedalaman Leibniz, kepada Reuters TV.
Grossart yakin bahwa mikroba penghancur plastik dapat digunakan di pabrik pengolahan limbah atau fasilitas lain dengan kondisi terkendali. Namun, jamur tetap tidak mungkin menjadi solusi utama untuk membendung banjir limbah global.
"Kita harus berusaha sebisa mungkin untuk mengurangi jumlah plastik yang dibuang ke lingkungan" kata Grossart kepada Reuters. "Plastik terbuat dari karbon fosil dan jika jamur mengurainya, maka tidak ada bedanya dengan kita membakar minyak atau gas dan melepaskan CO2 ke atmosfer."
Dari 18 jenis jamur yang dipilih, empat terbukti sangat "lapar" dalam kasus mengurai plastik. Ini dengan jelas menunjukkan bahwa mereka dapat menguraikan plastik secara efisien, terutama poliuretan yang digunakan untuk membuat busa konstruksi.
Polietilena, yang digunakan dalam kantong dan kemasan plastik, jauh lebih lambat terurai, dan mikroplastik dari ban penahan abrasi merupakan yang paling sulit. Sebagian besarnya karena adanya zat tambahan seperti logam berat.
Grossart mengatakan ia yakin kemampuan jamur untuk menguraikan plastik merupakan adaptasi terhadap besarnya jumlah karbon plastik di lingkungan.
Namun, aktivitas enzim mereka sangat bergantung pada kondisi eksternal, seperti suhu atau zat gizi mikro.
Menurut data dari asosiasi produsen plastik Plastics Europe, sekitar 390 juta ton plastik diproduksi di seluruh dunia pada 2021, meningkat dari 1,7 juta ton pada 1950. Meskipun tingkat daur ulang telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, kurang dari 10 persen sampah plastik didaur ulang di seluruh dunia. [rz/ft]
- Associated Press
Lebih dari 120 Orang di Tokyo Tewas Akibat Heatstroke
Lebih dari 120 orang meninggal akibat sengatan panas atau heatstroke di wilayah metropolitan Tokyo pada bulan Juli; ketika suhu rata-rata negara itu mencapai rekor tertinggi dan peringatan panas diberlakukan hampir sepanjang bulan itu, kata otoritas Jepang pada Selasa (6/8).
Menurut Kantor Pemeriksa Medis Tokyo, sebagian besar dari total 123 orang yang meninggal adalah lansia. Semuanya, kecuali dua orang, ditemukan meninggal di dalam ruangan. Sebagian besar tidak menggunakan pendingin ruangan meskipun telah memasangnya.
Otoritas kesehatan Jepang dan peramal cuaca berulang kali menyarankan publik untuk tetap berada di dalam ruangan, mengkonsumsi banyak cairan untuk menghindari dehidrasi, dan menggunakan AC, sementara para lansia kerap berpikir bahwa AC tidak baik untuk kesehatan sehingga cenderung menghindari penggunaannya.
Angka tersebut adalah jumlah kematian akibat sengatan panas terbesar di 23 distrik metropolitan Tokyo pada bulan Juli, sejak 127 kematian tercatat selama gelombang panas tahun 2018, kata kantor pemeriksa medis.
Sementara itu, menurut Badan Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Jepang, ada lebih dari 37.000 orang dirawat di rumah sakit akibat sengatan panas di seluruh negeri dari 1 Juli hingga 28 Juli.
Suhu rata-rata pada bulan Juli adalah 2,16 derajat Celcius lebih tinggi daripada rata-rata selama 30 tahun terakhir, menjadikannya bulan Juli terpanas sejak Badan Meteorologi Jepang mulai melakukan pencatatan pada tahun 1898.
Pada Selasa, peringatan sengatan panas diberlakukan di sebagian besar wilayah Tokyo dan Jepang bagian barat. Suhu udara di pusat kota Tokyo mencapai sekitar 34 derajat Celcius dan banyak orang membawa payung atau kipas angin genggam.
"Saya merasa setiap tahun periode panasnya semakin panjang," kata Hidehiro Takano dari Kyoto. "Saya menyalakan AC setiap saat, termasuk saat saya tidur. Saya mencoba untuk tidak pergi keluar rumah."
Maxime Picavet, seorang turis asal Prancis, menunjukkan kipas angin portabel yang dibelinya di Tokyo. "Kipas angin ini bekerja dengan sangat baik," katanya. "Dengan suhu seperti ini, ini adalah sebuah keharusan."
Badan meteorologi meramalkan akan ada lebih banyak panas di bulan Agustus, dengan suhu 35 derajat Celcius atau lebih tinggi.
"Mohon perhatikan prakiraan suhu dan peringatan sengatan panas, dan lakukan tindakan pencegahan yang memadai untuk mencegah sengatan panas," kata badan tersebut dalam sebuah pernyataannya. [th/ab]
Inggris Kecam Komentar Elon Musk Soal Kerusuhan, Sebut 'Tak Bertanggungjawab'
Seorang menteri Inggris, Selasa (6/8) mengecam Elon Musk karena komentarnya di media sosial tentang kerusuhan sayap kanan di Inggris dan Irlandia Utara yang disebut "tidak dapat diterima."
Pemilik X tersebut menuai kecaman tajam setelah menyebut di situs tersebut pada Minggu bahwa "perang saudara" di Inggris tak terhindarkan. Pada Senin, ia semakin memicu kemarahan dengan balasan provokatifnya terhadap unggahan Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer.
"Penggunaan bahasa seperti 'perang saudara' sama sekali tidak dapat diterima," kata Menteri Kehakiman Heidi Alexander, yang menyebut komentar Musk "sangat tidak bertanggung jawab".
"Kami melihat petugas polisi terluka parah, gedung-gedung dibakar, jadi saya benar-benar berpikir bahwa setiap orang yang memiliki platform harus menggunakan kekuasaan mereka secara bertanggung jawab," katanya kepada Times Radio.
Kerusuhan demonstran anti-imigran meluas di Inggris setelah pembunuhan tiga anak di sebuah pesta bertema Taylor Swift di Southport, Inggris barat laut, pada Senin minggu lalu.
Kerusuhan tersebut dipicu oleh disinformasi daring yang menyebut tersangka penusukan sebagai pencari suaka Muslim. Ternyata, tersangka tersebut adalah Axel Rudakubana, 17 tahun, yang lahir di Inggris.
Para perusuh menarget masjid dan hotel yang menampung pencari suaka, memaksa pemerintah untuk menyediakan pengamanan darurat bagi tempat-tempat ibadah Islam.
Dalam sebuah posting di X pada Senin, Starmer berjanji untuk menerapkan "hukum pidana baik secara daring maupun luring", menambahkan bahwa "kami tidak akan menoleransi serangan terhadap masjid atau komunitas Muslim".
Musk menjawab: "Bukankah Anda seharusnya khawatir tentang serangan terhadap *semua* komunitas?"
Tidak Ada Pembenaran
Postingan awal Elon Musk tentang "perang saudara" adalah balasan terhadap pengguna X lain yang menyalahkan kerusuhan pada "dampak migrasi massal dan perbatasan terbuka".
Juru bicara Starmer mengatakan pada Senin bahwa "tidak ada pembenaran" untuk komentar tersebut.
Pemengaruh (influencer) Andrew Tate dan tokoh sayap kanan anti-Islam Tommy Robinson termasuk di antara mereka yang menyebarluaskan klaim palsu tentang Rudakubana di X.
Juru bicara Starmer juga menyalahkan "aktivitas bot daring", yang mengindikasikan bahwa rumor palsu tersebut bisa "diperkuat oleh keterlibatan aktor negara".
Akun X anti-imigran yang memiliki ratusan ribu pengikut, EuropeInvasion, masih memposting klaim keliru bahwa penyerang tersebut "dikonfirmasi sebagai Muslim".
Gambar buatan AI yang menampilkan seorang pria Muslim mengejar anak yang membawa bendera Inggris telah dilihat lebih dari 900.000 kali.
Menteri Teknologi Peter Kyle mengadakan pertemuan dengan perwakilan TikTok, Meta, Google, dan X pada Senin, dan menegaskan bahwa penyebar informasi palsu di media sosial tidak akan memiliki "tempat untuk bersembunyi."
Musk, sering menunjukkan dukungannya terhadap gerakan dan politisi sayap kanan. Ini termasuk dukungan untuk tokoh seperti Donald Trump di AS dan Javier Milei di Argentina. Musk sendiri telah mengurangi moderasi konten di platform X sejak mengambil alih Twitter dan lebih mengandalkan "catatan komunitas" dari pengguna. [ah/es]
Alami Penurunan Status, Badai Tropis Debby Masih Dapat 'Mengancam Nyawa'
Badai Debby diturunkan statusnya menjadi badai tropis saat bergerak di atas Florida Utara pada Senin (5/8). Namun, penurunan status tersebut tidak berarti bahwa Debby sudah tidak lagi berbahaya.
Setidaknya empat orang telah dikonfirmasi tewas sejak Debby menerjang.
"Ini adalah situasi yang mengancam jiwa," kata para peramal cuaca di Pusat Badai Nasional (NHC) pada Senin sore, dalam sebuah pernyataan yang mendesak penduduk "untuk melindungi kehidupan dan properti dari meningkatnya ketinggian air."
Gubernur Florida Ron DeSantis telah mengerahkan 3.000 prajurit Garda Nasional untuk membantu upaya penanggulangan.
Para peramal cuaca memperingatkan penduduk di daerah tersebut pada hari Senin untuk memperkirakan tingkat curah hujan yang tinggi dan bencana banjir, ketika Debby bergerak di atas Florida dan wilayah tenggara AS.
NHC juga memperingatkan pada hari Senin tentang kemungkinan "beberapa tornado" di Florida bagian tengah dan utara, Georgia bagian tenggara, dan beberapa bagian South Carolina pada hari Senin.
Debby bergerak dengan kecepatan angin maksimum 100 kilometer per jam. Badai tropis ini diperkirakan akan melemah seiring pergerakannya. Namun, NHC telah memperingatkan bahwa penguatan dapat kembali terjadi pada hari Rabu (7/8).
Badai tersebut juga dapat membawa gelombang air setinggi tiga meter di atas permukaan air laut di beberapa daerah. Lonjakan badai adalah penyebab utama kematian, menurut NHC.
Setelah menghantam Florida, badai itu diperkirakan akan bergerak ke utara secara perlahan, dan akan menurunkan hujan dalam jumlah besar di Florida, Georgia, dan South Carolina dalam beberapa hari mendatang.
Curah hujan sebesar 15-30 sentimeter diperkirakan akan turun di Florida, dan 25-50 sentimeter di Georgia dan South Carolina. Gubernur dari ketiga negara bagian tersebut telah menyatakan keadaan darurat guna membantu percepatan upaya penanggulangan. Lebih dari 245.000 pemadaman listrik telah dilaporkan di ketiga negara bagian tersebut, menurut poweroutage.us. [th/ka]
- Associated Press
Hujan Badai di China Tewaskan Lebih dari 150 Orang dalam 2 Bulan
Tanah longsor dan banjir telah menewaskan lebih dari 150 orang di seluruh China dalam dua bulan terakhir akibat hujan badai yang melanda wilayah tersebut.
Pencarian masih berlangsung pada Senin (5/8) untuk mencari para korban banjir dan tanah longsor di daerah pegunungan Tibet, provinsi Sichuan, yang menewaskan sembilan orang dan 18 orang lainnya belum ditemukan, kata media pemerintah.
Bencana yang terjadi pada Sabtu (3/8) pagi itu menghancurkan rumah-rumah dan menewaskan sedikitnya tujuh orang di desa Ridi, kata lembaga penyiaran pemerintah CCTV dalam sebuah laporan online. Dua orang lainnya tewas, setelah sebuah jembatan di dekatnya yang menghubungkan dua terowongan runtuh dan empat kendaraan jatuh.
China kini berada dalam puncak musim banjir, yang berlangsung dari pertengahan Juli sampai pertengahan Agustus, dan para pembuat kebijakan di China telah berulang kali memperingatkan bahwa pemerintah perlu meningkatkan persiapan bencana karena cuaca buruk semakin sering terjadi.
Menurut CCTV, sebuah laporan tahunan pemerintah tentang iklim menyebutkan bahwa data historis bulan lalu menunjukkan frekuensi curah hujan dan panas yang ekstrem telah meningkat di China.
Peringatan panas diberlakukan pada hari Senin di beberapa bagian di China timur, di mana suhu diperkirakan akan mencapai 40 derajat Celcius di sejumlah kota, termasuk Nanjing, dan 37 derajat Celcius di wilayah pantai Shanghai.
Sejak bulan Juni tercatat telah terjadi serangkaian badai hujan yang mematikan. Hujan deras selama berhari-hari setelah Topan Gaemi, yang melemah menjadi badai tropis setelah mendarat di China sekitar 10 hari yang lalu, menewaskan sedikitnya 48 orang di provinsi Hunan dan 35 orang lainnya hilang pekan lalu.
Otoritas mengatakan pada Jumat (2/8) bahwa jumlah korban tewas akibat badai sebelumnya di bulan Juli, yang merobohkan sebuah jembatan di provinsi Shaanxi pada tengah malam, telah meningkat menjadi 38 orang, dan 24 orang lainnya masih hilang. Sedikitnya 25 mobil jatuh ke dalam aliran sungai deras dan menghanyutkan beberapa di antaranya hingga ke hilir.
Pada pertengahan Juni, sedikitnya 47 orang tewas akibat banjir dan tanah longsor setelah hujan yang lebat di provinsi Guangzhou. Enam orang lainnya meninggal di provinsi tetangga, Fujian. Hujan lebat juga telah merenggut ratusan nyawa di beberapa tempat lain di Asia pada musim panas ini, termasuk tanah longsor dahsyat yang menewaskan lebih dari 200 orang di India selatan minggu lalu.
Sisa-sisa Topan Gaemi juga membasahi wilayah timur laut China dan Korea Utara, meluapkan Sungai Yalu yang membelah kedua wilayah tersebut, dan membanjiri perkotaan dan lahan pertanian. [th/ka]
Badai Berpotensi Akibatkan Hujan Lebat dan Banjir Besar di Wilayah Tenggara AS
Para peramal cuaca, Senin (5/8) memperingatkan tentang gelombang badai yang mengancam jiwa, curah hujan yang sangat tinggi dan banjir besar di Amerika Serikat bagian tenggara saat Badai Debby menghantam Florida di pantai Teluk Meksiko.
Pusat Badai Nasional AS (National Hurricane Center/NHC), mengatakan badai tersebut menimbulkan angin berkecepatan maksimum sekitar 130 kilometer per jam pada hari Senin pagi saat pusat badai menghantam daratan dekat Steinhatchee, Florida.
Badai yang diberi nama Debby itu dapat membawa gelombang air setinggi tiga meter di atas pasang normal di beberapa wilayah. Gelombang badai merupakan penyebab utama kematian akibat badai, menurut NHC.
Setelah menghantam Florida, badai Debby diperkirakan akan bertahan di wilayah tersebut, dan kemudian bergerak perlahan ke utara sambil menumpahkan sejumlah besar hujan di Florida, Georgia, dan South Carolina dalam beberapa hari mendatang.
Curah hujan 15-30 sentimeter diperkirakan terjadi di Florida, dan 25-50 sentimeter di Georgia dan South Carolina. Para gubernur dari ketiga negara bagian itu telah mengumumkan keadaan darurat untuk membantu mempercepat upaya bantuan.
“Jadi, cuacanya akan basah. Akan ada banyak banjir yang akan menimbulkan bahaya dan tantangan, tetapi kami akan menanggapinya dengan tepat, dan kami telah menyiapkan semua yang ingin kami siapkan,” kata Gubernur Florida Ron DeSantis dalam jumpa pers pada hari Minggu. [lt/uh]
Aktivis: Carbon Capture Storage Justru Perparah Krisis Iklim
Pemerintah berencana menerapkan Carbon Capture and Storage dan Carbon Capture Utilisation and Storage (CCS/CCUS) sebagai komitmen mengurangi gas emisi rumah kaca. Namun aktivis dan ekonom melihat teknologi tersebut justru akan semakin memperparah krisis iklim.
Beberapa aktivis lingkungan memperingatkan pemerintah untuk tidak menerapkan teknologi Carbon Capture and Storage dan Carbon Capture Utilisation and Storage (CCS/CCUS) sebagai salah satu upaya menekan emisi gas rumah kaca.
CCS dan CCUS merupakan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon di mana karbon dioksida (CO2) dari berbagai sumber industri seperti PLTU batubara, PLTG, industri baja, industri migas dan lain-lain, dipisahkan, diolah, dan disimpan dalam lokasi penyimpanan jangka panjang.
Mareta Sari dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur mengkhawatirkan apabila teknologi CCS/CCUS benar-benar diberlakukan, akan menambah daftar panjang penderitaan masyarakat sekitar yang terdampak aktivitas pertambangan seperti polusi, pencemaran lingkungan dan masalah sosial lainnya.
“Dengan mekanisme penyimpanan karbon dengan regulasi yang ada saat ini, justru akan menambah titik-titik misalnya pencemaran, titik-titik kematian, atau berulang kematian di tempat yang sama, atau di konsesi yang sama, kemudian menambah jumlah krisis di tapak-tapak masyarakat adat karena hampir semua kawasan di Kaltim bersinggungan dengan kawasan tempat tinggal masyarakat adat,” ungkap Mareta.
Selain itu, kata Mareta, mekanisme CCS/CCUS juga dikhawatirkan akan memperparah situasi kesehatan masyarakat, terutama perempuan dan anak-anak, yang tinggal berdekatan dengan wilayah lingkar pertambangan. Perusahaan, ia yakin, akan terus melakukan berbagai penggalian dan melipatgandakan operasi. “Sehingga lagi-lagi masyarakat semakin merasakan daya rusak yang dihadirkan karena ada pencemaran terhadap air, tanah, udara, bahkan juga generasi karena ada kematian,” tambahnya.
Adapun situasi di Kalimantan Timur, kata Mareta, dalam konteks pertambangan batubara sejak tahun 2018 setidaknya menguasai 5,3 juta hektare kawasan daratan dengan total 1.404 izin. Namun, pada 2022-2023 terjadi penyusutan izin pertambangan menjadi hanya 319.
“Tetapi apakah ini kemudian mengubah situasi krisis di Kaltim? Tentu saja tidak, karena sejak 2011 misalnya ada kematian yang tidak bisa dihentikan, totalnya 49 sampai tahun ini. Kemudian jumlah lubang tambang dari data yang dirilis, juga sangat luar biasa. Dari 80 ribu lubang tambang di Indonesia, 44 ribunya ada di Kaltim,” jelasnya.
Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Indonesia (WALHI) Dwi Sawung mengungkapkan teknologi CCS/CCUS sangat kompleks dan cenderung mahal. Ia mencontohkan, apabila sebuah PLTU ingin dipasangi CCS/CCUS, ada alat yang harus dibuat secara khusus, dan ruang atau tempat penyimpanan CO2 biasanya akan dialirkan ke pipa atau sumur migas untuk kemudian di simpan di dalam lapisan tanah.
“Kesulitannya, dia harus (disimpan) di lapisan batuan yang stabil selama ratusan atau ribuan tahun karena kita gak ingin tiba-tiba dia bocor, atau (terimbas) gempa bumi. Karena ketika misalnya disimpan di bawah (tanah) terus tiba-tiba (gempa), karbon dalam jumlah yang besar itu keluar, itu akan jadi bencana ekologis yang sangat parah,” papar Sawung.
Ia menambahkan bahwa akan jauh lebih murah apabila pemerintah secara bertahap membangun dan mengembangkan energi terbarukan ketimbang menggunakan teknologi CCS/CCUS.
“Secara karakteristik CCS/CCUS ini desainnya sangat kompleks, dan harus custom sesuai dengan pembangkitnya. Ini yang membuatnya jadi mahal dan sulit ketika operasionalnya misal untuk memisahkan karbonnya dengan unsur yang lain, dan upaya perawatannya juga mahal,” katanya.
Ekonom CELIOS Bhima Yudhistira mengungkapkan beban seperti biaya operasional dan investasi sebuah PLTU yang menggunakan CCS/CCUS akan jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan pembangkit listrik energi fosil maupun pembangkit listrik energi terbarukan.
“Penambahannya kalau pakai CCUS itu sebesar Rp30,2 juta per kwh, kemudian di 2050 itu diperkirakan akan turun, tapi turunnya cuma Rp22,01 juta per kwh, jadi masih dalam range yang cukup mahal kalau PLTU menggunakan CCUS,” ungkap Bhima.
Bhima juga menjelaskan biaya operasional PLTU yang menggunakan CCS/CCUS diperkirakan akan semakin membengkak karena membutuhkan biaya mitigasi risiko seperti kebocoran dalam penyimpanan karbon di lapisan bawah tanah. Ini perlu mengingat Indonesia dikenal sebagai wilayah yang berada di pusat bencana atau “ring of fire”.
“Artinya, pemilihan CCS/CCUS yang dikatakan transisi energi sebagai solusi, secara keekonomian sudah bisa kita tolak. Kecuali pemerintah ingin menggelontorkan subsidi yang lebih besar, subsidi yang seharusnya ke energi terbarukan, itu justru nanti subsidi dana kompensasinya bisa masuk ke CCS dan CCUS. Itu jadi masalah baru,” jelasnya.
Jika ke depannya pemerintah tetap memaksakan menggunakan teknologi CCS/CCUS, kata Bhima, konsumen diperkirakan akan menanggung beban tarif listrik yang lebih mahal. Ini dikarenakan beban subsidi dan kompensasi energi dari pemerintah yang akan semakin menyempit, karena dialihkan untuk biaya investasi dan operasional dari penerapan teknologi CCS/CCUS.
Bhima juga mengatakan, hasil penelitian menunjukkan penerapan CCS/CCUS merupakan taktik penundaan untuk melanggengkan penggunaan energi fosil dalam berbagai industri yang tidak mau melakukan dekarbonisasi secara benar.
“Jadi temuan pada 2018 bahwa di dalam jangka menengah dan jangka panjang, kehadiran CCS akan meningkatkan konsumsi dari energi fosil, itu bahkan di tahun 2100 bisa sampai ada tambahan 65 persen dari reserve yang digunakan untuk terus menerus melakukan eksploitasi,” katanya.
Dengan begitu, kata Bhima, dunia tidak akan selesai dari penggunaan energi kotor karena akan selalu di cari celah atau jalan tengah dengan menggunakan teknologi CCS dan CCUS. Bhima juga mempertanyakan mengapa pemerintah ingin menerapkan teknologi CCS/CCUS, mengingat teknologi serupa yang diterapkan di negara lain sudah terbukti menimbulkan bencana, seperti yang terjadi di satu desa di Mississippi, Amerika Serikat pada 2020 akibat kebocoran pipa gas CO2. Peristiwa ini menyebabkan 300 orang harus dievakuasi dan 45 di antaranya harus dirawat di rumah sakit. Setelah ditelusuri, kasus ini berkaitan dengan pemanfaatan teknologi CCS/CCUS untuk kebutuhan power plant dan industri.
“Ini dampaknya sudah jelas, kebocoran pipa CO2. Jadi kalau ada yang bilang CCS akan aman, CCS tidak akan merusak lingkungan, tidak akan mencemari udara karena karbonnya bisa disimpan, karbonnya bisa ditransfer dan sebagainya , fakta tidak menunjukkan itu,” jelasnya.
“Sudah jadi beban berat dengan kondisi fosil sekarang ditambah dengan CCS, tentunya ini akan menjadi beban berat bagi masyarakat rentan, perempuan dan juga pekerja yang bekerja di CCS ataupun yang bekerja dalam sektor yang terkait dengan PLTU dan industri pertambangan. Dan pemerintah harus bisa menjawab, apakah risiko ini sudah dimasukkan di dalam kalkulasi untung rugi sebelum memberikan sebuah kerangka hukum regulasi; dan apakah sudah dihitung kalau terjadi kebocoran sampai kemudian menimbulkan korban masyarakat sekitar yang dialiri pipa dari CCS/CCUS?,” pungkasnya. [gi/ka]
Bencana Longsor di Perkebunan Teh India, 93 Orang Tewas
Longsor di India yang dipicu oleh hujan monsun deras menerjang perkebunan teh dan menewaskan setidaknya 93 orang, Selasa (30/7). Sekitar 250 orang lainnya berhasil diselamatkan dari lumpur dan puing-puing, menurut pejabat setempat.
Negara bagian pesisir selatan Kerala dilanda hujan lebat, mengakibatkan jalan-jalan menuju distrik Wayanad yang terkena bencana terputus dan menyulitkan upaya bantuan.
"Sejauh ini, 93 mayat telah ditemukan," kata kepala menteri Kerala Pinarayi Vijayan kepada wartawan. "Ini adalah salah satu bencana alam terburuk yang pernah terjadi di negara bagian kami."
Sebanyak 128 orang lainnya dilarikan ke umah sakit untuk mendapatkan perawatan setelah mereka berhasil diselamatkan, katanya.
"Rasa simpati saya untuk semua yang kehilangan orang tercinta, dan doa saya untuk mereka yang mengalami cedera," kata Perdana Menteri Narendra Modi dalam sebuah unggahan di platform media sosial X.
Wayanad dikenal dengan perkebunan teh yang membentang di pedesaan perbukitannya dan sangat bergantung pada tenaga kerja lepas untuk kegiatan penanaman dan pemanenan.
Beberapa perkebunan di distrik tersebut dilanda dua bencana longsor berturut-turut yang terjadi sebelum fajar, saat sebagian besar penduduk masih tidur.
Foto yang dirilis oleh Pasukan Tanggap Bencana Nasional menunjukkan tim penyelamat berjuang melintasi lumpur untuk mencari korban selamat dan membawa jenazah keluar dari lokasi bencana dengan tandu.
Tentara India melaporkan telah mengerahkan lebih dari 200 personel ke lokasi bencana untuk mendukung pasukan keamanan negara bagian dan tim pemadam kebakaran dalam upaya pencarian dan penyelamatan.
Menteri cukai negara bagian Kerala M.B. Rajesh mengatakan lebih dari 250 orang berhasil diselamatkan sejauh ini, surat kabar The Hindu melaporkan. [ah/es]
- Associated Press
Angin dan Suhu Meningkat saat Kebakaran Menghanguskan California Utara
Para petugas terus berupaya memadamkan kebakaran besar di California bagian utara pada Minggu (28/7), sementara pihak berwenang di negara bagian tersebut memperingatkan akan tiupan angin yang semakin kencang dan suhu yang meningkat pada siang hari.
Kebakaran yang disebut sebagai Park Fire di luar Kota Chico itu telah menghanguskan lebih dari 144 ribu hektar lahan hingga Minggu sore, kata komandan insiden kebakaran California, Billy See. Insiden tersebut merupakan kebakaran ketujuh terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah negara bagian itu.
Kemajuan bisa dicapai di tengah angin yang melemah dan cuaca lebih sejuk pada Sabtu (27/7), memungkinkan pemadam kebakaran untuk memastikan 12 persen dari api bisa dikendalikan, kata See dalam sebuah konferensi pers.
Namun dia mengingatkan bahwa mulai Minggu, “Suhu udara mulai panas, dan kekuatan angin juga meningkat di lembah bagian atas.” Petugas yang lain mengingatkan “aktivitas api yang meningkat.”
Kebakaran tersebut, yang telah memaksa otoritas mengeluarkan perintah meninggalkan rumah bagi sekitar 4.200 warga di Butte County, menyebar melalui sebagian besar wilayah pedesaan dan area bergunung-gunung sekitar 145 kilometer di sebelah utara Sacramento, ibu kota negara bagian itu.
Pemadam kebakaran menghadapi berbagai tantangan termasuk medan yang terjal, kata kepala seksi operasi, Mark Brunton.
“Kami mulai melihat peningkatan aktivitas api,” kata dia.
Sekitar 4.000 personel berupaya memadamkan api, yang juga dilakukan dengan menggunakan pesawat dan buldoser dalam upayanya.
Belum ada korban meninggal yang dilaporkan, meskipun 67 bangunan telah rusak ataupun hancur, kata See.
Pada Kamis (25/7), polisi menahan seorang pria berusia 42 tahun atas dugaan telah menyebabkan kebakaran itu dengan mendorong sebuah mobil yang terbakar ke dalam jurang. [ns/ka]
Forum