Isu Iklim
- Associated Press
Pelajaran Tentang Perubahan Iklim Bantu Siswa Atasi Kecemasan

Menurut sebagian kalangan, pendidikan mengenai perubahan iklim harus diintegrasikan ke mata pelajaran utama sekolah untuk membantu para siswa mengatasi kecemasan yang mungkin mereka rasakan terkait topik itu. Akan tetapi para peneliti mengatakan pemanasan global dan topik terkait lainnya tidak dibahas para guru karena mereka khawatir akan reaksi negatif yang mungkin mereka hadapi.
Melbourne, Victoria, Australia - Sejumlah percakapan terjadi di antara para siswa SD Harkaway di Melbourne. Mereka sedang membahas tentang level kebakaran semak serta kit evakuasi di sekolah.
“So, what's the fire ratings, Penelope?”
“A firebox is something that we would use, if the fire danger rating is either high or there is a fire near you.”
Di sekolah itu, lingkungan hidup setempat menjadi pusat perhatian mereka.
Ekologi laut, misalnya, diajarkan oleh siswa dari kelas yang lebih tinggi ke adik-adik kelasnya.
“Is it a sponge?"
"It is a sponge, it's called a sea sponge.”
Satwa liar asli juga dipelajari, dan kesehatan sungai kecil di dekat sekolah dipantau oleh para siswa. Bagi kepala SD Harkaway, Leigh Johnson, yang penting adalah para siswa dapat menjadi lebih ahli lagi mengenai lingkungan.
"Kami menginginkan anak-anak kami memiliki gagasan luar biasa mengenai berbagai hal yang dapat mereka lakukan untuk membantu lingkungan mereka, untuk membantu masa depan planet, untuk memperoleh pemahaman itu, lalu melakukan hal-hal terkait itu yang dapat benar-benar membuat mereka bergairah dan penuh harapan mengenai masa depan mereka,” jelas Leigh Johnson.
Tetapi pendekatan ini tidak diterapkan oleh semua sekolah. Kurikulum nasional Australia diperbarui pada tahun 2022 untuk meningkatkan penekanan pada pendidikan mengenai perubahan iklim. Tetapi, para peneliti mengatakan para guru berhati-hati dalam memasukkan topik tersebut ke kelas mereka karena mereka menganggap topik itu terlalu kontroversial.
Mellita Jones dari Australian Catholic University School of Education (Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Katolik Australia) mengatakan, "Ada sejumlah kepala sekolah dalam penelitian kami yang mengatakan, contohnya, ‘oh, perubahan iklim terlalu sulit, komunitas kami belum siap untuk itu’. Sebagian guru ada yang begitu saja menolak melakukannya.”
Peta White dari Deakin University mengatakan ada peluang dalam kurikulum Australia untuk menjajaki topik perubahan iklim. Tetapi, lanjutnya, peluang tersebut tidak selalu wajib diambil, dan mereka juga tidak selalu memiliki sumber daya yang baik.
Bagi Leigh Johnson, mendidik para siswa mengenai perubahan iklim pada dasarnya adalah mendidik mereka agar mampu mengatasi kecemasan yang terfokus pada ekologi. Johnson menambahkan, "Ada banyak gagasan yang saling bersaing mengenai apa tujuan sekolah. Tetapi jika kita dapat mengonsolidasikannya ke gagasan bahwa sekolah memberi anak-anak kebebasan, saya pikir masa depan berada di tangan yang baik.”
Sementara itu seorang siswa, Ario Hassanzadeh berpendapat, "Saya pikir anak-anak punya hak untuk belajar hal-hal ini.” [uh/ab]
Namibia akan Buru 83 Gajah, Distribusikan Daging untuk Korban Kekeringan

Kementerian Lingkungan Hidup Namibia mengumumkan rencana untuk memburu 723 satwa liar, termasuk 83 gajah, dan membagikan dagingnya kepada masyarakat yang menghadapi kesulitan akibat bencana kekeringan parah di Afrika bagian selatan.
Perburuan satwa tersebut akan dilaksanakan di taman dan area komunitas di mana otoritas merasa bahwa populasi hewan melebihi kapasitas padang penggembalaan dan pasokan air yang ada, menurut pernyataan yang dirilis, Senin (26/8).
Afrika bagian selatan menghadapi kekeringan terburuk dalam beberapa dekade. PBB memperkirakan Namibia telah mengonsumsi 84 persen cadangan makanannya pada bulan lalu. Diperkirakan hampir setengah dari populasi Namibia akan mengalami tingkat kerawanan pangan yang tinggi dalam beberapa bulan ke depan.
Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan bahwa dengan bencana kekeringan yang parah, konflik antara manusia dan satwa liar diperkirakan akan meningkat jika pihak berwenang tidak segera campur tangan.
"Untuk tujuan ini, 83 ekor gajah dari area konflik yang teridentifikasi akan diburu, dan dagingnya akan dialokasikan untuk program bantuan kekeringan," kata kementerian.
Negara itu juga berencana untuk memburu 30 kuda nil dan 60 kerbau, serta 50 impala, 100 rusa liar biru, 300 zebra, dan 100 antelop besar.
Sebanyak 157 hewan berhasil ditangkap pemburu profesional dan perusahaan yang dikontrak oleh pemerintah, menghasilkan lebih dari 56.800 kilogram daging.
"Kegiatan ini diperlukan dan sesuai dengan mandat konstitusi kami, di mana sumber daya alam kami digunakan untuk kepentingan warga Namibia," kata Kementerian Lingkungan Hidup.
Diperkirakan lebih dari 200.000 gajah hidup di kawasan konservasi yang tersebar di lima negara Afrika bagian selatan—Zimbabwe, Zambia, Botswana, Angola, dan Namibia—menjadikan wilayah tersebut sebagai rumah bagi salah satu populasi gajah terbesar di dunia. [ah/es]
Ancaman Iklim Meningkat, Warga di Australia Kesulitan Bayar Asuransi Rumah

Semakin banyak rumah tangga di Australia yang mengalami kesulitan untuk membayar asuransi rumah, seiring meningkatnya ancaman perubahan iklim yang mendorong premi naik. Hal itu berpotensi memengaruhi pinjaman hipotek senilai miliaran dolar Australia, menurut laporan yang dirilis Actuaries Institute pada Senin (25/8).
Laporan itu menunjukkan bahwa sejak Maret 2024, 15% rumah tangga Australia menghadapi “affordability stress”, atau “beban keterjangkauan”, yang diartikan sebagai kewajiban membayar premi sebesar lebih dari empat minggu pendapatan mereka.
Angka tersebut setara dengan 1,61 juta rumah tangga—naik 30% dibandingkan dengan tahun lalu, yaitu sebesar 1,24 juta rumah tangga.
Meningkatnya biaya asuransi telah memicu inflasi di Australia, dan ada indikasi bahwa sejumlah pemilik rumah tidak mampu lagi melindungi rumah mereka dari risiko-risiko terkait iklim dan biaya konstruksi yang tinggi.
“Sayangnya, kami memperkirakan hal ini akan terus berlanjut karena meningkatnya risiko bencana alam yang terkait dengan perubahan iklim, yang akan terus mendorong kenaikan premi,” ujar penulis utama laporan tersebut, Sharanjit Paddam.
Laporan tersebut juga mengestimasi bahwa 5% rumah tangga Australia yang memiliki kredit rumah menghadapi beban keterjangkauan ekstrem, dengan rata-rata premi asuransi mereka yang mencapai A$5.216 (sekitar Rp54 juta) per tahun—dua kali lipat lebih besar dari rata-ratanya sebesar A$2.124 (Rp 22 juta).
Mereka yang menghadapi beban terparah (secara keseluruhan) memiliki pinjaman hipotek sekitar A$57 miliar (Rp 600 triliun) yang belum dilunasi sejak Maret. Angka itu setara 3% dari seluruh aset pinjaman rumah.
“Jadi, ini berpotensi menjadi masalah yang lebih besar dari sekadar asuransi. Ini juga merupakan masalah bagi pemberi pinjaman, regulator, dan pemerintah,” tambah Paddam.
Laporan itu menyatakan bahwa meningkatnya risiko banjir dan angin topan telah menyebabkan separuh rumah tangga di barat daya Queensland, wilayah Northern Rivers di New South Wales, dan Australia Barat menghabiskan lebih dari satu bulan pendapatan untuk membayar premi setahun. [br/lt]
- Associated Press
Studi: Kebijakan 'Pencemar Membayar' Bisa Turunkan Emisi Karbon

Untuk mengetahui apa yang benar-benar berhasil saat banyak negara mencoba melawan perubahan iklim, para peneliti mengamati 1.500 cara yang telah dicoba oleh negara-negara untuk mengurangi efek gas rumah kaca. Jawaban mereka: Tidak banyak yang berhasil. Dan keberhasilan sering kali berarti seseorang harus membayar harganya, baik di SPBU maupun di tempat lain.
Menurut sebuah studi baru dalam jurnal Science edisi Kamis (22/8), para peneliti menemukan hanya 63 kasus sejak 1998 yang menunjukkan kebijakan yang menghasilkan pengurangan polusi karbon yang signifikan,
Upaya untuk menghentikan penggunaan bahan bakar fosil dan mesin-mesin berbahan bakar gas, misalnya, belum berhasil dengan sendirinya. Namun, akan lebih berhasil jika dikombinasikan dengan semacam pajak energi atau sistem biaya tambahan, demikian kesimpulan yang didapat penulis studi dalam analisis mendalam tentang emisi global, kebijakan iklim, dan hukum.
“Kunci utama jika Anda ingin mengurangi emisi adalah Anda harus memiliki harga dalam pembuatan kebijakan.” kata salah satu penulis studi, Nicolas Koch, seorang ekonom iklim di Institut Penelitian Dampak Iklim Potsdam di Jerman.
“Jika subsidi dan regulasi diterapkan sendiri-sendiri atau dipadukan, Anda tidak akan melihat pengurangan emisi yang signifikan. Namun, jika instrumen harga diterapkan seperti pajak energi karbon, maka pengurangan emisi yang substansial akan tercapai.”
Studi itu juga menemukan bahwa apa yang berhasil di negara-negara maju tidak selalu berhasil di negara-negara berkembang.
Namun, hal itu menunjukkan kekuatan finansial dalam memerangi perubahan iklim, seperti yang selalu diperkirakan oleh para ekonom, kata beberapa pakar kebijakan luar, ilmuwan iklim, dan ekonom yang memuji studi tersebut.
"Kita tidak akan memecahkan masalah iklim di negara-negara maju sampai pencemar membayar," kata Rob Jackson, ilmuwan iklim Universitas Stanford dan penulis buku Clear Blue Sky. "Kebijakan lain membantu, tetapi hanya sedikit."
“Penetapan harga karbon membebankan tanggung jawab pada pemilik dan produk yang menyebabkan krisis iklim,” kata Jackson melalui email.
Koch mengatakan, contoh terbaik dari strategi yang berhasil adalah di sektor kelistrikan di Inggris. Negara itu menerapkan gabungan dari 11 kebijakan berbeda mulai 2012, termasuk penghentian penggunaan batu bara dan skema penetapan harga yang melibatkan perdagangan emisi. Menurut Koch, gabungan kebijakan itu berhasil mengurangi hampir separuh emisi di Inggris.
“Dampak yang sangat besar,” katanya.
Dari 63 kisah sukses penanganan iklim, pengurangan terbesar terlihat di sektor bangunan Afrika Selatan, di mana kombinasi regulasi, subsidi, dan pelabelan peralatan mengurangi emisi hampir 54%.
Satu-satunya kisah sukses di Amerika Serikat adalah di bidang transportasi. Emisi turun 8 persen dari 2005 hingga 2011 berkat perpaduan standar bahan bakar — yang berarti regulasi — dan subsidi.
Namun, bahkan perangkat kebijakan yang tampaknya berhasil masih belum mampu mengurangi emisi karbon dioksida yang terus meningkat. Secara keseluruhan, 63 contoh kebijakan iklim yang berhasil memangkas 600 juta hingga 1,8 miliar metrik ton gas yang memerangkap panas, demikian temuan studi tersebut. Tahun lalu, dunia mengeluarkan 36,8 miliar metrik ton karbon dioksida saat membakar bahan bakar fosil dan proses pembuatan semen.
Jika setiap negara besar bisa mempelajari pelajaran dari analisis itu dan memberlakukan kebijakan yang paling berhasil, hal itu hanya akan mempersempit "kesenjangan emisi" sebesar 26 persen dari 23 miliar metrik ton “kesenjangan emisi” dari seluruh gas rumah kaca yang dikalkulasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Kesenjangan tersebut adalah perbedaan antara seberapa banyak karbon yang akan dilepaskan dunia ke udara pada t2030 dan jumlah yang akan menjaga pemanasan pada atau di bawah tingkat yang disepakati secara internasional.
“Hal ini pada dasarnya menunjukkan bahwa kita harus melakukan pekerjaan yang lebih baik,” kata Koch, yang juga merupakan kepala laboratorium evaluasi kebijakan di Mercator Research Institute di Berlin.
Niklas Hohne dari Institut Iklim Baru Jerman, yang tidak terlibat langsung dalam penelitian tersebut mengatakan: “Dunia benar-benar perlu melakukan perubahan besar, beralih ke mode darurat dan menjadikan hal yang tidak mungkin menjadi mungkin.”
Koch dan timnya mengamati emisi dan upaya untuk menguranginya di 41 negara antara 1998 dan 2022, yang mencakup 1.500 tindakan kebijakan. Jadi, pengamatan Koch tidak termasuk paket belanja penanggulangan iklim senilai hampir $400 miliar atau setara Rp 6 kuadriliun yang disahkan dua tahun lalu sebagai landasan kebijakan lingkungan Presiden Joe Biden.
Mereka mengelompokkan kebijakan dalam empat kategori besar, yaitu penetapan harga, regulasi, subsidi, dan informasi serta menganalisis empat sektor ekonomi yang berbeda: listrik, transportasi, bangunan, dan industri.
Tim tersebut menciptakan pendekatan yang transparan secara statistik yang dapat digunakan orang lain untuk memperbarui atau mereproduksi pendekatan tersebut, termasuk situs web interaktif tempat pengguna dapat memilih negara dan sektor ekonomi untuk melihat apa yang berhasil. Dan pendekatan tersebut pada akhirnya dapat diterapkan pada paket iklim Biden 2022, katanya. Paket tersebut sangat bergantung pada subsidi.
John Sterman, seorang profesor manajemen di MIT Sloan Sustainability Institute yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut, mengatakan bahwa politisi merasa lebih mudah untuk meloloskan kebijakan yang mensubsidi dan mempromosikan teknologi rendah karbon. Ia mengatakan hal itu tidak cukup.
“Penting juga untuk mencegah penggunaan bahan bakar fosil dengan menetapkan harga yang mendekati biaya penuhnya, termasuk biaya kerusakan iklim yang ditimbulkannya,” katanya. [rz/ft]
- Associated Press
Banjir Sengsarakan Ratusan Ribu Orang di Bangladesh dan India

Banjir menyengsarakan ratusan ribu orang di wilayah timur laut India dan wilayah timur negara tetangga Bangladesh. Banjir tersebut menyebabkan sedikitnya 15 orang tewas dan tim penyelamat kesulitan menjangkau mereka yang membutuhkan bantuan, kata para pejabat dan laporan-laporan media, Kamis (22/8).
Sedikitnya 11 orang tewas dan ribuan orang mengungsi dari rumah mereka akibat banjir dan tanah longsor yang melanda negara bagian Tripura di timur laut India, yang berbatasan dengan Bangladesh, sejak Rabu.
Empat orang lainnya tewas di Bangladesh karena wilayah hulu India dan wilayah hilir Bangladesh berbagi sungai yang sama di sepanjang perbatasan mereka.
Di Bangladesh, seorang perempuan hamil meninggal setelah ia terjatuh ke dalam aliran air yang deras di Akhaura di distrik Brahmanbaria, lapor surat kabar Kal Bela yang berbahasa Bengali. Tiga orang lainnya meninggal karena tenggelam dan tersengat listrik, katanya.
Hujan dan naiknya permukaan air sungai-sungai dari hulu negara bagian Tripura menghancurkan banyak wilayah di Bangladesh timur.
Banyak warga di distrik-distrik yang terdampak paling parah seperti Cumilla, Feni dan Noakhali meminta bantuan penyelamatan setelah listrik padam dan jaringan jalan terputus. Perjalanan dan komunikasi terputus antara ibu kota, Dhaka, dan kota pelabuhan Chattogram di tenggara karena sebagian jalan raya utama terendam air.
Pusat Prakiraan dan Peringatan Banjir Bangladesh mengatakan pada hari Kamis bahwa ketinggian air di banyak sungai di wilayah timur, timur laut, dan tenggara negara delta tersebut masih meningkat.
Belasan relawan yang bergegas ke lokasi kejadian dengan perahu dan speedboat di wilayah tersebut mengatakan kepada kantor berita Associated Press melalui telepon bahwa mereka kesulitan untuk menjangkau banyak orang yang terdampak karena nomor ponsel para korban tidak dapat dihubungi. Banyak daerah yang aliran listriknya terputus, kata pemerintah.
“Orang-orang tidak bisa memasak apa pun, apa yang akan kita lakukan sekarang? Ke mana kita akan pergi? Banyak yang meninggalkan rumah mereka. Situasinya sangat buruk di sini,” kata seorang warga desa Noakhali di Bangladesh.
Militer dan pihak berwenang lainnya telah memulai operasi penyelamatan di wilayah tersebut, kata pihak berwenang.
Meskipun kedua negara tetangga tersebut terdampak banjir, banyak warga Bangladesh yang menyalahkan India atas banjir bandang tersebut, dengan mengatakan bahwa India membuka bendungan sungai di Tripura, sehingga menyebabkan banjir mendadak di Bangladesh. Kementerian Luar Negeri India membantah hal itu dalam sebuah pernyataan.
Hujan muson di negara-negara Asia Selatan, India dan Bangladesh, biasanya dimulai pada bulan Juni. India dan Bangladesh berbagi 54 sungai bersama yang mengalir dari Himalaya hingga Teluk Benggala. Negara-negara tersebut berselisih mengenai pembagian air sungai bersama itu. [ab/lt]
Kekeringan Parah Landa Costa Blanca di Spanyol, Warga Antre Air Minum

Kekeringan yang parah telah membuat air keran di beberapa kota di sepanjang Costa Blanca, Spanyol, tidak layak dikonsumsi. Kondisi tersebut memaksa para wisatawan dan penduduk setempat mengantre di sejumlah titik distribusi untuk mendapatkan air minum dalam kemasan guna memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Seiring dengan menurunnya permukaan air dan meningkatnya kadar salinitas, pihak berwenang di beberapa daerah menganggap air keran sudah tidak aman untuk diminum atau dimasak. Untuk mengatasinya, air minum kemasan didistribusikan secara gratis.
Pembangunan yang berlebihan, perubahan iklim, dan pariwisata massal selama bulan-bulan musim panas ketika jumlah populasi penduduk di tujuan wisata Mediterania yang populer membengkak, telah memperburuk masalah tersebut, kata para aktivis.
Di wilayah Marina Alta, utara ibu kota provinsi Alicante, konsumsi air melonjak menjadi 19,67 miliar liter pada Juli. Meningkat drastis dari angka 2,3 miliar liter pada Januari.
Menurut Institut Statistik Nasional, terdapat hampir 38.000 kolam renang di wilayah tersebut, atau sekitar satu kolam renang untuk setiap lima penduduk. Perbandingan ini amatlah jauh, mengingat rata-rata presentase kolam renang untuk seluruh Spanyol adalah satu kolam renang untuk setiap 35 orang.
Kurangnya pasokan air telah memaksa dewan kota untuk melarang kegiatan seperti mengisi kolam renang, atau menyiram taman dan mencuci mobil di siang hari.
"Kita sudah memasuki keadaan darurat iklim," kata Joan Sala dari kelompok lingkungan Accio Ecologista-Agro kepada Reuters. Mengutip rendahnya curah hujan di wilayah utara provinsi Alicante, yang hanya menerima setengah dari jumlah curah hujan biasanya tahun lalu dan hanya 10 persen dari tingkat rata-rata sepanjang tahun ini.
"Perlu ada kesadaran lingkungan yang lebih, karena di musim panas seperti ini akan ada lebih banyak orang di sini daripada di musim dingin." kata Fernando Sapena yang merupakan pemilik restoran El Raco De L'arros di kota Teulada-Moraira. Restorannya merupakan spesialis dalam pembuatan paella, hidangan nasi khas wilayah Valencia.
Secara tradisional, warga Valencia menghubungkan cita rasa khas paella lokal dengan air mereka yang kaya akan mineral di sana.
Kekeringan juga telah menyebabkan kerugian lebih dari 65 juta euro atau sekitar 1.13 triliun rupiah pada sektor pertanian di wilayah tersebut, kata asosiasi petani ASAJA pada Juli. [rz/ft]
Pemerintah Berencana Pensiunkan Sebagian Pembangkit PLTU Suralaya

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, Rabu (21/8), bahwa pemerintah mungkin akan menutup operasi sebagian unit pembangkit di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara Suralaya untuk mengurangi polusi udara di Jakarta.
Luhut mengatakan pemerintah berencana menutup kapasitas pembangkitan sebesar 2 gigawatts (GW) dari total 4GW yang dioperasikan oleh PLTU Suralaya, yang berlokasi di Cilegon, Banten.
"(Menutup Suralaya) penting untuk polusi udara di Jakarta," kata Luhut di sela-sela konferensi energi surya di Jakarta. "Kami sedang membahas dan kami akan mengumumkan segera."
Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang mengoperasikan PLTU Suralaya tidak segera memberi komentar.
PLN mengoperasikan delapan unit pembangkitan di kompleks PLTU Suralaya. Unit pembangkitan listrik tertua di PLTU tersebut sudah beroperasi sejak 1980.
PLTU Suralaya adalah salah satu pembangkit yang memasok listrik untuk Jakarta. Namun, Suralaya juga dituding sebagai penyebab tingginya tingkat polusi udara di Jakarta, yang dihuni sekitar 10 juta jiwa.
Warga Jakarta mengeluhkan kualitas udara yang buruk dari kemacetan lalu lintas kronis, asap industri dan PLTU yang menggunakan batu bara. Pada 2021, sejumlah warga Jakarta melayangkan gugatan perdata, menuntut pemerintah mengambil langkah untuk mengontrol polusi udara.
Deputi Menko Maritim, Rachmat Kaimuddin, mengatakan di sela-sela konferensi yang sama bahwa pembahasan mengenai perhitungan biaya dan perincian lainnya untuk menutup unit-unit pembangkit di PLTU Suralaya, masih berlangsung.
Ketika pemerintah sedang mempertimbangkan untuk menutup operasi sejumlah unit pembangkitan di PLTU Suralaya, di sisi lain, PLN masih menambah kapasitas pembangkitan.
Melalui usaha patungan yang didirikan bersama dengan PT Barito Pacific, PT Indo Raya Tenaga, PLN sedang membangun PLTU di Suralaya dengan kapasitas batu bara yang lebih modern untuk memasok listrik untuk Jawa dan Bali.
Unit pembangkitan listrik yang baru itu akan beroperasi akhir Agustus, Reuters melaporkan, mengutip kantor berita Antara. [ft/rs]
Australia Beri Lampu Hijau Pembangunan PLTS Terbesar di Dunia

Australia pada Rabu (21/8) menyetujui rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan baterai yang digadang-gadang sebagai “kawasan tenaga surya terbesar di dunia”. PLTS itu nantinya akan mengekspor listrik ke Singapura.
Otoritas Australia mengumumkan persetujuan lingkungan hidup untuk proyek SunCable senilai $24 miliar di wilayah utara Australia yang terpencil dan direncanakan akan memasok listrik ke tiga juta rumah.
Proyek tersebut akan mencakup pembangunan serangkaian panel surya, baterai, dan, pada akhirnya, kabel yang menghubungkan Australia dengan Singapura. Proyek masif itu disokong oleh miliarder teknologi dan aktivis lingkungan hidup, Mike Cannon-Brookes.
“Proyek ini akan menjadi kawasan tenaga surya terbesar di dunia –- dan menjadikan Australia sebagai pemimpin dunia dalam energi ramah lingkungan,” kata Menteri Lingkungan Hidup Tanya Plibersek.
Produksi energi diharapkan dapat dimulai pada 2030.
Proyek yang menempati lahan seluas 12.000 hektare itu akan menyediakan 4 gigawatt energi per jam (GWh) untuk keperluan rumah tangga.s.
Dua gigawatt lagi, yang akan dikirim ke Singapura melalui kabel bawah laut, akan memasok sekitar 15 persen kebutuhan negara kota tersebut.
Baterai akan mampu menyimpan daya sekitar 40 GW.
Direktur pelaksana SunCable Australia Cameron Garnsworthy mengatakan persetujuan tersebut merupakan "momen penting dalam perjalanan proyek."
Meskipun lampu hijau telah diberikan pada Rabu, masih banyak proses persetujuan yang masih berjalan, termasuk bekerja sama dengan otoritas pasar energi Singapura, Pemerintah Indonesia, dan komunitas Pribumi Australia.
“SunCable sekarang akan memfokuskan upayanya pada tahap perencanaan berikutnya untuk memajukan proyek menuju keputusan investasi akhir (Final Investment Decision/FID) yang ditargetkan pada 2027,” kata Garnsworthy.
Pemimpin Energi Bersih
Australia saat ini merupakan salah satu eksportir batu bara dan gas terbesar di dunia. Namun, negara itu juga dilanda dampak perubahan iklim, mulai dari panas terik hingga banjir dan kebakaran hutan.
Meskipun masyarakat Australia merupakan salah satu negara yang paling antusias mengadopsi panel surya rumah tangga, sejumlah pemerintah negara bagian masih lamban dalam memanfaatkan sepenuhnya energi terbarukan.
Pada 2022, energi terbarukan menyumbang 32 persen dari total pembangkitan listrik di Australia, dibandingkan dengan batu bara, yang menyumbang 47 persen, menurut data terbaru pemerintah.
Direktur Institut Perubahan Energi di Universitas Nasional Australia Ken Baldwin mengatakan proyek ini adalah proyek "yang pertama di dunia" yang mengekspor listrik terbarukan dari tenaga surya dan angin dalam skala sebesar itu.
“Australia mempunyai sumber daya tenaga surya dan angin yang terbaik dibandingkan negara mana pun, dan sebagai hasilnya, Australia memasang tenaga surya dan angin dengan tingkat tercepat dibandingkan negara mana pun di dunia berdasarkan basis per kapita,” katanya kepada AFP.
Namun momentum ini harus terus berlanjut, terutama jika Australia ingin mencapai target net zero pada 2050, kata Baldwin. [ft/rs]
Menteri Lingkungan Brazil: G20 Harus Fokus pada Perubahan Iklim

Menteri Lingkungan Hidup Brazil Marina Silva, pada Selasa (20/8), mengatakan bahwa salah satu prioritas pertemuan G20 mendatang adalah memastikan suhu dunia tidak naik lebih dari 1,5 derajat Celsius.
Dalam pertemuan persiapan KTT Sosial G20, Silva mengatakan, “G20 juga perlu menyelaraskan diri dengan misi ini, misi yang tidak membiarkan kenaikan suhu dunia melebihi 1,5 derajat Celsius.”
Ia juga mengingatkan bahwa kenaikan suhu dapat menyebabkan lebih banyak kerusakan lingkungan hidup seperti banjir di negara bagian Rio Grande do Sul dan kebakaran di lahan basah Pantanal, selain kekeringan dan kebakaran hutan di Amazon.
Para ilmuwan telah menetapkan 1,5 derajat Celsius sebagai ambang kenaikan suhu global, yang menggambarkan suhu rata-rata selama beberapa dekade. Jika melampaui ambang itu, para ilmuwan memperingatkan tentang dampak yang lebih ekstrem dan tidak dapat dipulihkan.
Dalam laporan bulan Juni, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mengatakan saat ini terdapat peluang sebesar 80% bahwa sedikitnya satu dari lima tahun mendatang akan menandai tahun kalender pertama dengan suhu rata-rata yang untuk sementara melebihi 1,5 derajat Celsius di atas tingkat praindustri – naik dari peluang 60% pada tahun lalu. [uh/ns]
Ratusan Petugas Berjuang Padamkan Kebakaran Hutan di Madeira, Portugal

Ratusan pemadam kebakaran Portugal pada Minggu (18/8) berjuang untuk mengatasi kebakaran hutan yang melanda beberapa bagian pesisir selatan pulau Madeira di kawasan Atlantik, yang merupakan destinasi wisata populer. Para petugas menghadapi angin kencang yang mempersulit upaya untuk mengatasi kebakaran.
Kebakaran tersebut, yang dimulai sejak Rabu (14/8) di desa terpencil Ribeira Brava telah merambat ke kota tetangganya, Camara de Lobos, dan sekarang telah menjalar ke tiga arah, kata pihak berwenang di pulau itu.
Hampir 200 petugas, didukung oleh 38 kendaraan, diturunkan untuk menangani kebakaran itu. Tetapi suhu tinggi, kelembaban yang rendah dan angin kencang mempersulit upaya memadamkan kobaran api. Sebuah helikopter juga berupaya mengatasi kebakaran tetapi telah berhenti beroperasi begitu malam tiba.
“Kebakaran ini, yang sangat berbahaya, saya tidak meragukan bahwa ini disebabkan oleh pelaku pembakaran di daerah yang tidak dapat diakses di mana dukungan udara tidak dapat beroperasi,” kata kepala pemerintah regional Madeira, Miguel Albuquerque, kepada wartawan.
Tidak ada korban luka atau korban jiwa yang dilaporkan, tetapi 160 orang telah dievakuasi sebagai tindakan pencegahan, ujarnya.
Seluruh pesisir Madeira – wilayah otonom di Portugal yang berpenduduk sekitar 250 ribu orang – telah ditetapkan dalam tingkat siaga tertinggi kedua, hingga Senin (19/8), karena suhu yang tinggi.
Menurut badan cuaca IPMA, suhu di Madeira mencapai 30 derajat Celsius dalam beberapa hari terakhir. Angin kencang yang memperbesar kobaran api telah menyebabkan puluhan penerbangan dibatalkan.
Portugal mengirim satu pasukan beranggotakan 76 petugas pemadam kebakaran ke Madeira pada hari Sabtu, sedangkan kepulauan tetangganya, Azores, dijadwalkan mengirimkan 15 petugas pemadam pada Minggu malam. [uh/ka]
Hampir 68 Juta Orang Terdampak Kekeringan di Afrika Selatan

Sekitar 68 juta orang di Afrika Selatan terkena dampak kekeringan yang disebabkan oleh El Niño. Kemarau yang parah itu disebut telah menghancurkan tanaman di seluruh wilayah, kata Komunitas Pembangunan Afrika Selatan (Southern African Development Community/SADC) pada Sabtu (17/8).
Kekeringan yang dimulai pada awal 2024 telah merusak produksi tanaman dan ternak, menyebabkan kekurangan pangan, dan berdampak negatif pada ekonomi secara keseluruhan.
Kepala negara dari 16 negara SADC bertemu di Ibu Kota Zimbabwe, Harare, untuk membahas berbagai isu regional termasuk ketahanan pangan.
Sekitar 68 juta orang, atau 17 persen dari populasi wilayah tersebut, membutuhkan bantuan, kata Elias Magosi, sekretaris eksekutif SADC.
"Musim hujan 2024 merupakan musim yang penuh tantangan, sebagian besar wilayah merasakan dampak negatif dari fenomena El Niño, termasuk datangnya hujan yang terlambat," katanya.
Kekeringan ini merupakan yang terburuk di Afrika Selatan dalam beberapa tahun terakhir, disebabkan oleh kombinasi fenomena El Niño dan suhu rata-rata yang lebih tinggi akibat emisi gas rumah kaca. El Niño kali ini melibatkan pemanasan abnormal air di Pasifik timur yang mengubah pola cuaca global.
Negara-negara seperti Zimbabwe, Zambia, dan Malawi telah mengumumkan krisis kelaparan sebagai bencana, sementara Lesotho dan Namibia telah meminta bantuan kemanusiaan.
Kawasan tersebut mengajukan permohonan pada Mei untuk bantuan kemanusiaan sebesar $5,5 miliar untuk membantu mengentaskan masalah kekeringan. Namun, Presiden Angola yang sekaligus merupakan ketua SADC, Joao Lourenco, hingga kini sumbangan yang diperlukan belum tersedia.
"Jumlah yang berhasil dimobilisasi hingga saat ini sayangnya masih kurang dari yang diperkirakan. Saya ingin menegaskan kembali permohonan ini kepada mitra regional dan internasional untuk meningkatkan upaya mereka... demi membantu masyarakat yang terkena dampak El Niño," katanya dalam pertemuan puncak tersebut. [ah/ft]
Pembelian AC yang Meningkat di Balkan Bebani Jaringan listrik

Raba Peci tidak pernah menginginkan pndingin ruangan atau AC - udara dingin membuat orang sakit, pikirnya. Kemudian tahun ini serangkaian gelombang panas yang melanda Kota Mitrovica di Kosovo utara akhirnya mengubah pikirannya.
"Musim panas tahun ini sangat panas dan tak tertahankan, itulah sebabnya kami memutuskan untuk membeli satu (pendingan ruangan) sekarang." katanya sambil menyiapkan kopi khas Turki untuk dua pekerja yang sedang memasang unit AC baru di rumahnya. Tetangga sebelahnya sudah lebih dahulu memasang dua unit.
Banyak orang di kawasan Balkan di Eropa Tengah telah lama tidak mempercayai metode pendinginan buatan. Di beberapa daerah, yang jauh dari tempat wisata, orang bahkan menghindari minuman dingin dan es krim karena alasan takut masuk angin.
Namun suhu musim panas yang menyengat seperti yang terjadi beberapa minggu terakhir mengubah sikap tersebut, kata analis seperti yang juga terungkap dalam data yang tersedia. Itu adalah kabar baik bagi para pemasok AC.
Namun peningkatan pembelian AC menimbulkan kekhawatiran mengenai dampak meningkatnya konsumsi pada jaringan listrik wilayah tersebut yang dikenal rapuh.
"Pendingin udara menjadi tantangan bagi kami karena kami selalu memiliki konsumsi tinggi selama musim dingin dan sekarang kami memiliki situasi serupa selama musim panas," kata Margarita Rashiti, juru bicara perusahaan pemasok energi Kosovo, Kesco.
Pada tanggal 16 Juli, perusahaan tersebut mengeluarkan peringatan kepada pelanggan untuk membatasi konsumsi listrik karena alasan perlunya mengimpor listrik senilai satu juta euro per hari dari negara tetangganya.
Satu bulan sebelumnya, lonjakan konsumsi selama gelombang panas kemungkinan besar memicu pemadaman listrik besar-besaran di Montenegro, Bosnia, Albania, dan sebagian besar pesisir Kroasia, yang sangat mengganggu kegiatan bisnis dan mematikan rangkaian lampu lalu lintas.
"Tekanan yang dialami jaringan listrik akibat gelombang panas yang berkepanjangan di wilayah ini berkontribusi terhadap terjadinya kerusakan ini," kata kepala operator transmisi Yunani, IPTO, Manos Manousakis pada saat itu.
Menjaga kesejukan
Menurut para ahli, dalam jangka panjang negara-negara di wilayah Balkan perlu memperkuat jaringan listrik dan meningkatkan produksi energi terbarukan dalam negeri.
Bosnia, Makedonia Utara, Montenegro, Kosovo, dan Serbia mengandalkan batu bara untuk produksi listrik. Sementara Albania menggunakan tenaga air tetapi bergantung pada impor saat curah hujan menurun di musim panas.
"Ini situasi baru, beban jaringan menjadi lebih berat di bulan-bulan musim panas. Jaringan transportasi di wilayah ini pun sudah tua, kapasitasnya juga sudah tua," kata Mirza Kusljugic dari Pusat Regional untuk Transisi Berkelanjutan.
Kosovo telah mengalami peningkatan impor unit pendingin udara sebesar 400% dalam lima tahun terakhir, menurut data bea cukai. Dulunya hanya digunakan oleh bank dan bisnis, kini AC beroperasi di gedung-gedung apartemen di seluruh ibu kota Pristina.
"Kami menerima banyak sekali permintaan. Kami bahkan menerima permintaan untuk memasang hingga empat unit di satu rumah," kata Rinor Gashi, seorang manajer di Interplast Group setempat yang tahun ini menggandakan jumlah kru untuk memenuhi permintaan yang meningkat.
Selama bertahun-tahun Markovic Koviljka, seorang pensiunan berusia 86 tahun di Beograd, Serbia, menghindari pemasangan AC di apartemennya yang terletak di lantai 16 salah satu gedung pencakar langit yang terkenal di kota itu.
Namun musim panas ini, ketika gelombang panas terus datang dan bulan Juli kemarin menjadi yang terpanas dalam 70 tahun, dia meminta putrinya untuk membelikannya satu unit AC.
"Saya tidak suka AC, karena menghabiskan terlalu banyak listrik," katanya. "Namun, saya tidak ingat [kapan] suhu setinggi itu [pernah terjadi], padahal saya mampu mengingat banyak hal." [rz/rs]
Badai Ernesto Diperkirakan Menjadi Angin Topan setelah Melewati Puerto Rico, Virgin Islands

Badai Tropis Ernesto diperkirakan akan menguat menjadi angin topan, Rabu (14/8) saat badai ini bergerak ke utara menuju Atlantik dan membawa hujan yang lebih deras ke wilayah Virgin Islands dan Puerto Rico, memutus aliran listrik ke ribuan rumah dan area komersial.
Ernesto berada sekitar 200 kilometer barat laut dari ibu kota Puerto Rico, San Juan, ketika badai itu merangkak ke barat laut, membawa angin dengan kecepatan sekitar 110 km per jam, kata Pusat Badai Nasional dalam sebuah peringatan pada hari Rabu pagi.
Ernesto, badai Atlantik kelima yang dinamai pada musim ini, kemungkinan akan menguat menjadi angin puting beliung pada hari Rabu saat berbelok ke utara Puerto Rico dan menjadi “badai besar dalam beberapa hari,” kata pusat tersebut. Badai ini akan mendekati wilayah pulau Bermuda di Inggris, sekitar 1.093 kilometer di sebelah timur North Carolina, Sabtu (17/8).
Badai dianggap sebagai angin topan ketika angin yang berkelanjutan mencapai 119 kph. Badai besar, Kategori 3 atau lebih tinggi, memiliki kecepatan angin setidaknya 179 kilometer per jam.
Sekitar 436.000 rumah dan usaha komersial tidak mendapatkan aliran listrik pada hari Rabu di Puerto Rico, menurut LUMA Energy, yang menyediakan listrik ke teritori AS itu.
Lebih banyak hujan yang menyebabkan banjir turun di Virgin Islands AS dan Puerto Rico, kata pusat informasi badai, memperingatkan bahwa air banjir menutupi sejumlah ruas jalan dan menyebabkan tanah longsor.
“Saya mengimbau Anda untuk tetap aman di rumah Anda, siapkan nomor-nomor darurat dan ikuti rekomendasi dari pihak berwenang. Keselamatan semua orang adalah prioritas,” kata Gubernur Puerto Rico Pedro Pierluisi di X.
Sekolah-sekolah di Puerto Rico dan Virgin Islands ditutup pada hari Rabu, begitu juga dengan kantor-kantor pemerintah. Bandara di Virgin Islands, di sebelah timur dan tenggara Puerto Rico, diperkirakan akan dibuka kembali pada pukul 10 pagi waktu setempat (1400 GMT) pada hari Rabu.
Virgin Islands diperkirakan akan diguyur hujan dengan curah hingga 15,2 sentimeter, sementara di bagian tenggara Puerto Rico diperkirakan akan diguyur hujan hingga 25,4 sentimeter. Virgin Islands, Puerto Rico, Vieques dan Culebra berada di bawah peringatan badai tropis, kata pusat informasi badai.
Ernesto adalah badai Atlantik kedua dalam seminggu. Sebelumnya, badai Debby yang bergerak lambat menghantam Pantai Teluk Florida sebagai badai Kategori 1 pekan lalu, sebelum merendam sejumlah daerah di negara bagian North Carolina dan South Carolina dengan curah hujan hingga 0,6 meter. [th/uh]
Kebakaran Hutan di Yunani, Satu Orang Tewas

Ratusan petugas pemadam kebakaran di Yunani terus berjuang melawan kebakaran besar, Selasa (13/8) yang telah menghanguskan sejumlah hektar lahan di pinggiran utara Athena dan menewaskan sedikitnya satu orang.
Otoritas mengatakan bahwa jasad seorang wanita ditemukan di reruntuhan pabrik yang terbakar di pinggiran kota Vrilissia, sekitar 14 kilometer di luar ibu kota Yunani. Korban tersebut merupakan korban jiwa pertama yang dilaporkan sejak kebakaran terjadi pada hari Minggu (11/8) di dekat desa Varnavas, sekitar 35 kilometer sebelah utara pusat kota Athena.
Kebakaran tersebut dipicu oleh hutan pinus yang kering dan angin kencang, membuat api membumbung setinggi 25 meter ke udara.
Lebih dari 700 petugas pemadam kebakaran telah merespon, bersama dengan sejumlah pesawat pengebom air untuk memadamkan si jago merah yang telah menghancurkan sejumlah rumah dan pertokoan, serta mengepung Athena dalam lapisan asap dan abu.
Uni Eropa, Senin (12/8) mengumumkan mereka telah mengaktifkan mekanisme perlindungan sipil blok tersebut atas permintaan pemerintah Yunani, sehingga akan membawa lebih banyak petugas pemadam kebakaran dan peralatan pemadam kebakaran.
Para peramal cuaca mengatakan bahwa kondisi masih tetap berbahaya pada hari Selasa, dengan suhu meningkat hingga setidaknya 38 derajat Celcius dan kecepatan angin diperkirakan akan mencapai antara 39 kilometer hingga 60 kilometer per jam.
Beberapa perintah evakuasi dikeluarkan pada hari Senin untuk penduduk di pinggiran kota Athena. Sekitar 380 petugas polisi membantu evakuasi dan membantu merelokasi lebih dari 250 orang. Sejumlah warga yang memilih untuk tidak mengindahkan perintah evakuasi kemudian terjebak dan harus diselamatkan oleh petugas pemadam kebakaran.
Sebuah panti asuhan, rumah sakit anak, rumah sakit militer dan dua biara dievakuasi pada hari Senin.
Pada musim panas kali ini, Yunani mengalami bulan-bulan terpanas yang pernah tercatat, setelah musim dingin terpanas yang pernah terjadi di negara Mediterania tersebut.
Para pejabat mengaitkan kondisi ini dengan perubahan iklim, dengan kebakaran yang lebih sering dan lebih besar bermunculan di negara ini.
Bencana ini telah memicu ingatan akan kebakaran hutan tahun 2018 yang terjadi di kota pesisir Mati, menewaskan 104 orang. [th/jm]
Studi: Sedikitnya 47.000 Orang di Eropa Tewas Akibat Gelombang Panas Tahun Lalu

Institut Kesehatan Global Barcelona (ISGlobal) pada Senin (12/8) mengeluarkan laporan yang menemukan bahwa lebih dari 47.000 orang di Eropa meninggal akibat suhu ekstrem pada 2023. Negara-negara di wilayah selatan adalah negara yang paling terkena dampak atas perubahan iklim.
Tahun lalu adalah tahun terpanas yang pernah ada. Karena perubahan iklim terus membuat suhu semakin tinggi, orang-orang di Eropa sekarang tinggal di benua yang paling cepat memanas dan menghadapi risiko kesehatan yang semakin serius akibat suhu panas yang sangat ekstrem.
Laporan dari pusat penelitian Spanyol menunjukkan jumlah kematian akibat panas pada 2023 lebih rendah dari perkiraan tahun sebelumnya yang diperkirakan mencapai lebih dari 60.000 kematian. Tanpa langkah-langkah adaptasi seperti sistem peringatan dini dan peningkatan layanan kesehatan, kematian akibat panas bisa mencapai 80 persen lebih tinggi. Langkah-langkah tersebut, yang diterapkan dalam 20 tahun terakhir, juga membantu mengurangi dampak suhu ekstrem.
"Penelitian kami menunjukkan bagaimana masyarakat telah beradaptasi terhadap suhu tinggi sepanjang abad ini, yang secara drastis mengurangi kerentanan terhadap panas dan jumlah kematian selama musim panas belakangan ini, terutama pada kalangan orang tua," ujar Elisa Gallo, peneliti di ISGlobal dan penulis utama studi tersebut.
Para peneliti menggunakan data terkait jumlah kematian dan catatan suhu dari 35 negara Eropa. Mereka memperkirakan bahwa 47.690 orang meninggal akibat penyebab yang terkait dengan suhu ekstrem.
Setelah memperhitungkan data populasi, Yunani, Bulgaria, Italia, dan Spanyol ditengarai menjadi negara-negara dengan tingkat kematian tertinggi akibat cuaca panas. [ah/rs]
Forum