Tautan-tautan Akses

Isu Iklim

Pemantau UE: Laju Pemanasan Laut Meningkat Hampir Dua Kali Lipat Sejak 2005

FILE - Guru konservasi Penyelaman Penyu Hitam Sandra Rubio (kanan) dan muridnya Nannalin "Fleur" Pornprasertsom (Kiri) sedang mengamati karang yang memutih di sekitar pulau Koh Tao di provinsi Surat Thani, Thailand selatan, 14 Juni 2024.
FILE - Guru konservasi Penyelaman Penyu Hitam Sandra Rubio (kanan) dan muridnya Nannalin "Fleur" Pornprasertsom (Kiri) sedang mengamati karang yang memutih di sekitar pulau Koh Tao di provinsi Surat Thani, Thailand selatan, 14 Juni 2024.

Laju pemanasan lautan telah meningkat hampir dua kali lipat sejak tahun 2005 seiring dengan meningkatnya suhu global akibat perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia, demikian sebuah laporan dari pemantau Uni Eropa, Copernicus, Senin (30/9).

“Pemanasan lautan bisa dipandang sebagai pengawas kita untuk pemanasan global. Jadi, hal ini telah meningkat secara terus menerus sejak tahun 60-an dan sejak sekitar tahun 2005, laju pemanasan laut telah meningkat dua kali lipat,” ujar ahli kelautan Karina von Schuckmann dari Copernicus Marine Service kepada para wartawan.

Selama dua dekade terakhir, laju pemanasan lautan melonjak dari tingkat jangka panjang 0,58 watt per meter persegi menjadi 1,05 watt per meter persegi, menurut “The State of the Ocean Report” yang dikeluarkan oleh Copernicus.

Lautan, yang meliputi 70 persen permukaan bumi, merupakan pengatur utama iklim dan berperan sebagai penyerap karbon dengan menarik gas rumah kaca dari atmosfer.

IPCC, panel ahli ilmuwan iklim yang diberi mandat oleh PBB, mengatakan bahwa sejak tahun 1970, lautan telah menyerap sekitar 90 persen dari kelebihan panas yang disebabkan oleh emisi yang menyebabkan pemanasan bumi.

Copernicus mengatakan bahwa laporannya merinci “suhu laut yang memecahkan rekor, gelombang panas laut yang menjalar ke laut dalam, hilangnya es laut yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan naiknya tingkat panas yang tersimpan di lautan.” Pada tahun 2023, lebih dari 20% permukaan lautan global mengalami setidaknya satu kali gelombang panas laut yang sangat parah, tambahnya.

Hal ini merusak ekosistem dan mengganggu keseimbangan nutrisi di lautan, sementara air yang lebih hangat menyebabkan angin topan, badai, dan peristiwa cuaca ekstrem lainnya yang lebih dahsyat. [my/ab]

Inggris akan Jadi Negara G7 Pertama yang Akhiri Penggunaan Tenaga Batu Bara

PLTU batu bara Ratcliffe-on-Soar yang berlokasi di Nottingham, di wilayah Inggris tengah, terlihat dalam foto yang diambil pada 12 September 2024. PLTU tersebut berhenti beroperasi pada akhir September 2024. (Foto: AFP/Oli Scarff)
PLTU batu bara Ratcliffe-on-Soar yang berlokasi di Nottingham, di wilayah Inggris tengah, terlihat dalam foto yang diambil pada 12 September 2024. PLTU tersebut berhenti beroperasi pada akhir September 2024. (Foto: AFP/Oli Scarff)

Inggris akan menjadi negara anggota G7 pertama yang mengakhiri produksi energi tenaga batu bara pada Senin (30/9) dengan penutupan pembangkitnya yang terakhir, Ratcliffe-on-Soar milik Uniper di Midlands, Inggris.

Penutupan itu akan mengakhiri penggunaan tenaga batu bara selama lebih dari 140 tahun di Inggris.

Pada tahun 2015, Inggris mengumumkan rencana untuk menutup pembangkit listrik bertenaga batu baranya dalam satu dekade ke depan sebagai bagian dari langkah-langkah yang lebih luas untuk mencapai target iklimnya. Pada saat itu, hampir 30% listrik di negara itu bertenaga batu bara. Akan tetapi, angka itu turun menjadi hanya lebih dari 1% tahun lalu.

“Inggris telah membuktikan bahwa pengurangan tenaga batu bara pada kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya mungkin dilakukan,” kata Julia Skorupska, kepala sekretariat Powering Past Coal Alliance, kelompok yang terdiri dari sekitar 60 pemerintahan nasional yang berusaha mengakhiri penggunaan tenaga batu bara.

Penurunan penggunaan batu bara telah membantu mengurangi emisi gas rumah kaca Inggris, yang telah berkurang lebih dari setengahnya sejak tahun 1990.

Inggris, yang memiliki target untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050, juga berencana untuk mendekarbonisasi sektor kelistrikan pada tahun 2030 – langkah yang akan mensyaratkan peningkatan pesat energi terbarukan seperti tenaga angin dan surya.

“Era batu bara mungkin akan segera berakhir, tetapi era baru lapangan kerja di bidang energi baik bagi negara kita baru saja dimulai,” kata Menteri Energi Inggris Michael Shanks dalam pernyataan melalui email.

Emisi dari energi menyumbang sekitar tiga perempat dari total emisi gas rumah kaca. Para ilmuwan mengatakan, penggunaan bahan bakar fosil harus dikurangi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam perjanjian iklim Paris.

April lalu, negara-negara industri besar G7 sepakat untuk menghentikan pembangkit listrik tenaga batu bara pada paruh pertama satu dekade ke depan, tapi juga memberikan kelonggaran bagi negara-negara yang sangat bergantung pada batu bara – hal yang dikritik kelompok-kelompok lingkungan.

“Ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa target 2035 terpenuhi dan dimajukan ke tahun 2030, terutama di Jepang, AS dan Jerman,” kata Christine Shearer, analis riset Global Energy Monitor.

Pembangkit listrik tenaga batu bara masih menyumbang lebih dari 25% listrik Jerman dan lebih dari 30% listrik Jepang. [rd/ka]

Sapa Dunia: PBB Soroti Lebanon, Ketimpangan Ekonomi, Perubahan Iklim

Sapa Dunia: PBB Soroti Lebanon, Ketimpangan Ekonomi, Perubahan Iklim
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:08:42 0:00

Jurnalis VOA Rendy Wicaksana melaporkan dari New York soal pidato Menlu Retno Marsudi di SU PBB; lembaga nirlaba Oxfam menyoroti ketimpangan ekonomi dunia; melelehnya permafrost atau ibun abadi memicu pengungsian iklim di Alaska; dan jalur amal untuk bisa ikut lomba lari bergengsi internasional.

Badai Helene Hantam Florida Barat Laut

YouTuber Mark Peyton memegang bendera Amerika berpose untuk saudaranya Matt Peyton di tepi pantai, menjelang Badai Helene di Alligator Point, Florida, 26 September 2024.
YouTuber Mark Peyton memegang bendera Amerika berpose untuk saudaranya Matt Peyton di tepi pantai, menjelang Badai Helene di Alligator Point, Florida, 26 September 2024.

Badai Helene menghantam daratan dengan kecepatan angin maksimum lebih dari 200 kilometer/jam.

Pusat Badai Nasional Amerika Serikat (NHC) melaporkan bahwa Badai Helene yang bergerak cepat menerjang daratan pada Kamis (26/9) malam, menghantam Florida barat laut sebagai badai Kategori 4. Badai Helene diperkirakan akan membawa angin kencang dan banjir bandang ke beberapa bagian negara bagian dataran rendah tersebut.

NHC mengatakan Helene menerjang daratan sekitar pukul 22.10 waktu setempat di wilayah "Big Bend" di pantai barat Florida dengan kecepatan angin maksimum 225 kilometer/jam.

Pusat badai menyebut Helene sebagai badai yang "sangat berbahaya dan mengancam jiwa" dan mengimbau orang-orang untuk tetap berlindung saat badai tersebut menghantam kawasan tersebut.

Menurut Komisi Konservasi Ikan dan Satwa Liar Florida, Big Bend di Florida terletak di lekukan semenanjung Florida di sekitar Teluk Meksiko dan daerah Jefferson, Taylor, Dixie, dan Levy, dan merupakan lokasi beberapa tujuan wisata alam liar terpenting di Florida.

Peramal cuaca mengatakan dampak gelombang badai, angin, dan hujan akan meluas jauh dari pusat badai, terutama ke arah timur. Peringatan badai berlaku untuk Georgia selatan serta sebagian besar Florida utara, dan peringatan badai tropis meluas ke Carolina.

Gubernur Florida Ron DeSantis telah mengeluarkan status darurat untuk hampir keseluruhan wilayah Florida yang terdiri dari 67 daerah, termasuk Miami-Dade. Ia telah memobilisasi Garda Nasional dan menempatkan ribuan personel untuk mempersiapkan kemungkinan operasi pencarian dan penyelamatan serta pemulihan listrik.

Dalam sebuah pernyataan, Gedung Putih mengatakan Presiden AS Joe Biden telah diberi pengarahan tentang badai tersebut pada hari Rabu, dan pemerintahannya siap memberikan bantuan lebih lanjut kepada Florida dan negara bagian lain yang terdampak Helene.

Helene adalah badai kedelapan yang diberi nama pada musim badai Atlantik, yang dimulai pada 1 Juni. Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional telah memperkirakan musim badai Atlantik di atas rata-rata tahun ini karena suhu laut yang sangat hangat.

Badai kesembilan yang diberi nama di Atlantik pada musim ini, Badai Tropis Isaac, terbentuk pada Rabu (25/9)malam di Samudra Atlantik. Pusat badai melaporkan badai diperkirakan akan menguat saat bergerak ke arah timur, dan mungkin akan menjadi badai pada akhir minggu ini. [es/ft]

Beberapa informasi untuk laporan ini berasal dari The Associated Press, Reuters, dan Agence France-Presse.

Tunjukkan lebih banyak

XS
SM
MD
LG