Penyelidik PBB menuding Israel sengaja menargetkan fasilitas kesehatan di Gaza, serta membunuh dan menyiksa tenaga medis di sana
Kematian pemimpin kelompok militan Hamas, Yahya Sinwar, dalam serangan drone Israel minggu lalu dinilai tidak akan menyurutkan perlawanan kelompok itu, atau menghentikan perang Israel-Hamas di Gaza.
Penyelidikan juga akan menyorot bagaimana dokumen-dokumen tersebut diperoleh—termasuk apakah ini merupakan kebocoran yang disengaja oleh anggota komunitas intelijen AS atau diperoleh dengan metode lain, seperti peretasan.
Tekad Israel dan musuhnya, Hamas dan Hizbullah, untuk melanjutkan pertempuran menggugurkan harapan bahwa kematian pemimpin Hamas, Yahya Sinwar, pekan lalu dapat mendorong gencatan senjata di Gaza dan Lebanon serta mencegah eskalasi lebih lanjut di Timur Tengah.
"Siapa pun yang meletakkan senjata dan menyerahkan sandera akan diizinkan pergi dan hidup dengan damai," demikian isi pamflet yang ditulis dalam bahasa Arab itu.
Beberapa sekutu politik garis keras Netanyahu, termasuk Menteri Keuangannya Bezalel Smotrich, mengatakan Israel tidak boleh berhenti sebelum Hamas "menyerah sepenuhnya".
Sebuah video menunjukkan detik-detik terakhir kehidupan Yahya Sinwar. Ia tampak menggunakan masker, dan terlihat terluka di sebuah apartemen yang hancur akibat tembakan. Namun, di tengah kondisi tersebut ia tetap berusaha melemparkan tongkat ke arah drone yang merekamnya.
Militer Israel melaporkan bahwa tiga drone diluncurkan dari Lebanon pada Sabtu (19/10), dan mereka berhasil mencegat dua di antaranya.
Pasukan Israel kembali mengepung dan menyerang Rumah Sakit Indonesia (RSI) di Beit Lahia, Gaza utara, Sabtu (19/10) dini hari, menurut otoritas kesehatan di Gaza. Relawan WNI yang sempat bertugas di RSI, Fikri Rofiul Haq dan Edy Wahyudi, sudah mengevakuasi diri sejak 7 Oktober, menurut pihak MER-C.
Tunjukkan lebih banyak