Warga Suriah kembali berpiknik dan menghisap shisha di tengah reruntuhan Palmyra kuno, yang pernah dirusak oleh para jihadis tetapi masih tetap mengagumkan. Tempat ini juga terbuka untuk umum setelah penggulingan presiden Bashar al-Assad.
Reruntuhan kota yang terkenal yang merupakan Situs Warisan Dunia UNESCO, itu dua kali dikuasai oleh ISIS, yang kemudian menghancurkan banyak bangunan paling terkenal.
Meskipun mereka kemudian diusir, pemerintah Suriah dan sekutunya, termasuk Rusia dan Iran, kemudian mendirikan pangkalan militer di dekatnya, yang secara efektif menghalangi akses publik.
Kini, setelah dibuka untuk umum sekali lagi, Yasser al-Mahmoud, 54, adalah salah satu dari puluhan warga Suriah yang sebelumnya mengungsi, yang menemukan kembali tempat-tempat bersejarah yang mereka cintai dan masih menyimpan bekas luka perang.
“Kami dulu datang ke sini setiap hari Jumat, sebelum perang. Sekarang kami kembali dan kami dapat terhubung kembali dengan kenangan kami. Orang-orang sangat bahagia,” kata Mahmoud, sambil menuangkan teh panas ke dalam cangkir kaca yang diletakkan di atas dasar batu pilar besar.
Tersebar di tengah reruntuhan, keluarga-keluarga membawa tas berisi makanan dan membuat teh, sementara anak-anak muda menghisap shisha.
Mahmoud mengatakan bahwa dia ingin membuka kembali kiosnya yang menjual pernak-pernik dan perhiasan, begitu pengunjung kembali ke Palmyra. Tempat ini dulu menarik lebih dari 150 ribu wisatawan setahun sebelum perang saudara pecah pada 2011.
Di dekatnya, dua pilar besar yang membentuk lengkungan persegi berdiri di tengah lautan puing - satu-satunya yang tersisa dari Kuil Bel setelah jihadis ISIS meledakkan bom di dalamnya.
“Sangat berbeda. Ada banyak hal yang berbeda. Misalnya, dulu ketika kami ingin mengunjungi reruntuhan, kami harus punya izin masuk, menunjukkan kartu identitas, dan ratusan hal lainnya hanya untuk bisa masuk selama setengah jam, tidak lebih. Sekarang, kami bisa masuk dan keluar kapan saja kami mau. Sekarang jauh berbeda, jauh lebih baik, terutama di Palmyra,” kata Abdullah al-Ali, penduduk setempat.
Penggalian Ilegal
Dikenal oleh warga Suriah sebagai “Mutiara Gurun”, Palmyra merupakan rumah bagi beberapa monumen klasik yang paling terawat di Timur Tengah sebelum perang Suriah yang berlangsung selama 13 tahun.
Namun, ISIS melakukan penghancuran setelah merebut Palmyra, menggunakan teater kunonya sebagai tempat eksekusi publik dan membunuh mantan kepala bagian barang antiknya yang berusia 82 tahun.
Para jihadis meledakkan kuil Baal Shamin, menghancurkan Kuil Bel, meledakkan Arch of Triumph, menjarah museum, dan merusak patung serta sarkofagus.
Meskipun para jihadis telah pergi, bahaya masih membayangi Palmyra.
Direktur Jenderal Barang Antik dan Museum di Suriah, Nazir Awad, mengatakan kepada AFP bahwa dia khawatir dengan penggalian ilegal.
Ada penjaga, katanya, “Tetapi saya rasa mereka tidak dapat melakukan pekerjaan mereka sepenuhnya, karena tindakan penggalian yang acak dan biadab di area yang sangat luas”.
Orang-orang yang mencari artefak kuno untuk dijarah menggunakan mesin berat dan detektor logam yang “merusak”. Awad menambahkan bahwa penggalian itu “menghancurkan lapisan situs arkeologi, tidak menyisakan apa pun”. [ns/lt]
Forum