Agustinus Tri Budi Utomo resmi ditahbiskan sebagai Uskup Surabaya dalam suatu upacara agung yang dipimpin oleh Mgr. Piero Pioppo, Duta Besar Vatikan Untuk Indonesia yang sekaligus Nunsius Apostolik Untuk Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara ASEAN; didampingi oleh dua uskup, yaitu Uskup Ketapang Mgr Pius Riana Prapdi, dan Uskup Malang Mgr. Henricus Pidyarto Gunawan. Lebih dari 2.500 orang hadir dalam tahbisan episcopal di Widya Mandala Hall, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (22/1).
Seorang tokoh umat Konghucu di Surabaya, Gatot Seger Santoso, menilai pentahbisan Agustinus Tri Budi Utomo, yang dikenal dekat dengan banyak kalangan, merupakan angin segar yang semakin memperkuat semangat kebangsaan.
“Sangat akrab dengan kita, dan pandangannya memang sangat multikultur, pluralitasnya sangat bagus sekali. Jadi, harapan kita melanjutkan yang baik-baik saja, dilanjutkan, diperluas, diperlebar. Sering mengadakan ruang-ruang pertemuan tak terbatas, bukan hanya umat beragama, komunitas etnis juga. Jadi intinya, kemanusiaannya harus diperkuat," katanya.
Merujuk pada kinerja Uskup Agustinus Tri Budi Utomo selama berkarya sebagai seorang Imam Katolik, Pendeta (Emeretus) Simon Filantropa, dari Gereja Kristen Indonesia, Jawa Timur, mengajak semua orang untuk bersama-sama membangun peradaban yang dilandasi cinta.
“Mari membangun peradaban, peradaban yang hasratnya itu cinta. Jadi, biarlah semua yang kita lakukan itu, sebenarnya digerakkan oleh karena cinta kita, cinta kita pada masyarakat, pada pekerjaan, pada lingkungan, pada bangsa, negara. Tapi, gerakan cinta itu yang menurut saya harus menjadi besar. Kalau saya berharap, Romo Didik karena punya banyak pengalaman, maka Romo Didik akan membangun peradaban," papar Simon.
Sementara Ketua Pengurus Daerah Pemuda Katolik Jawa Timur, Christophorus Suryo, menyoroti perhatian Gereja Katolik di bawah kepemimpinan Uskup Agustinus Tri Budi Utomo, untuk melibatkan kaum muda dalam setiap kegiatan masyarakat.
“Harapannya ya sebagaimana dahulu waktu pertama kali beliau diumumkan menjadi Uskup terpilih, beliau menyatakan bahwa akan mengarahkan gereja Katolik Keuskupan Surabaya untuk kembali ke tengah masyarakat. Dan, pro ecllecia et patria itulah yang menjadi simbol atau tujuan daripada Keuskupan Surabaya ke depan. Dan berkolaborasi dengan ormas-ormas Katolik dan ormas-ormas non-Katolik di Jawa Timur untuk mencapai kesejahteraan, khususnya masyarakat di Jawa Timur," jelasnya.
Krisis yang Ancam Manusia
Saat melakukan gelar griya (open house) menyambut berbagai kalangan masyarakat dan lintas iman pada Kamis (23/1), Uskup Agustinus Tri Budi Utomo mengajak semua pihak menyadari adanya krisis yang mengancam kehidupan umat manusia, antara lain meluasnya aksi kekerasan dan politisasi agama demi kekuasaan.
“Adanya fenomena dehumanisasi global, yang ditandai dengan meluasnya kekerasan, konflik, ego sektoral, yang menimbulkan banyak korban. Yang lebih memprihatinkan lagi, agama seringkali menjadi instrumen politik, bahkan Tuhan itu bisa sangat mungkin menjadi instrumen politik dan kekuasaan," tuturnya.
Selain itu, ia juga menyerukan perhatian yang lebih serius pada isu pemanasan global yang berdampak pada kerusakan lingkungan dan ruang hidup masyarakat. Semua pihak, termasuk para tokoh agama memegang peranan penting untuk mengajak umatnya menyadari ancaman hidup akibat kerusakan alam yang disebabkan keserakahan dan penyalahgunaan kekuasaan, ujarnya.
“Ini semua akan kita hadapi bersama, kalau kita tidak segera sigap menjaga kelestarian alam, maka mau tidak mau, cepat atau lambat, menolak atau setuju, kita akan berhadapan dengan pemanasan global, dan kota-kota yang telah dirintis oleh revolusi industri, yang berada di pelabuhan-pelabuhan terancam tenggelam," kata Uskup Agustinus.
Aktivis Gusdurian, dan Koordinator Jaringan Islam Anti-Diskriminasi (JIAD), Aan Anshori, mengatakan dengan ditahbiskannya Uskup Agustinus Tri Budi Utomo sebagai Uskup Surabaya yang baru, akan semakin membuka lebar ruang kerja sama untuk menangani isu lingkungan hidup maupun kelompok masyarakat yang selama ini sering terpinggirkan.
“Ada gagasan untuk lebih memperlebar isu. Pertama mungkin isu lingkungan, aku membayangkan nanti teman-teman yang concern di wilayah lingkungan, terutama misalkan Gusdurian peduli dan lain sebagainya, itu akan semakin intens, kolaborasi," katanya.
"Dan yang kedua, mungkin teman-teman difabel dan yang menurutku, yang juga mulai diretas juga oleh Bapa Paus, itu juga terutama dari teman-teman yang selama ini masih terstigma kelompok minoritas gender dan seksual. Melihat mereka sebagai manusia itu menurutku itu hal yang sangat kuat, yang aku pelajari dan aku lihat dari monsinyur yang baru ini," imbuh Aan. [pr/em]
Forum