Sekitar 7.000 orang yang dibebaskan dari pusat-pusat penipuan di Myawaddy, Myanmar, kini berada di kamp-kamp yang dikelola kelompok-kelompok bersenjata yang beroperasi di perbatasan, menyusul tindakan keras multinasional untuk membongkar kompleks-kompleks ilegal itu. Pusat-pusat penipuan Myawaddy adalah bagian dari jaringan kompleks-kompleks semacam itu di Asia Tenggara, tempat geng-geng kriminal memperdagangkan ratusan ribu orang untuk membantu menghasilkan hingga miliaran dolar per tahun, menurut PBB.
Banyak dari pekerja di pusat-pusat semacam itu mengatakan telah dipaksa melakukan penipuan secara daring. Korban mereka ada di seluruh dunia.
Negara-negara seperti China dan Indonesia telah memulangkan sebagian warga mereka dari Myawaddy dengan bantuan otoritas Thailand, tetapi ribuan orang masih berada di daerah tersebut, termasuk mereka yang berasal dari negara-negara Afrika yang tidak memiliki kedutaan besar di Thailand.
Pada Kamis, penerbangan pertama dari 19 penerbangan repatriasi menuju China yang direncanakan pekan ini bagi hampir 1.500 warga China yang diselamatkan dari Myawaddy, lepas landas dari kota perbatasan Thailand, Mae Sot.
Untuk negara-negara yang tidak memiliki kantor perwakilan, kementerian luar negeri Thailand telah menghubungi kedutaan yang terakreditasi atau ibu kota secara langsung, kata juru bicara kementerian Nikorndej Balankura. "Terserah kepada pemerintah penerima apakah akan mengirim pejabat dari kedutaan mereka untuk datang ke Thailand atau mengirim orang dari ibu kota masing-masing," katanya kepada wartawan dalam pengarahan di Bangkok.
Thailand mengharuskan negara mana pun yang memulangkan warganya dari Myawaddy untuk mengirim pejabat ke perbatasan Thailand-Myanmar guna memfasilitasi proses itu, yang meliputi pemeriksaan kesehatan dan keimigrasian.
Ratusan warga negara asing yang dievakuasi dari kamp-kamp penipuan itu hanya memiliki sedikit makanan, layanan kesehatan yang minim, dan toilet yang kotor di kamp milisi terpencil tempat mereka dibawa.
Sebagian tahanan dari negara-negara Afrika yang kini ditampung di kamp itu mengatakan kepada kantor berita Reuters minggu lalu bahwa mereka juga tidak memiliki sarana untuk membeli tiket pulang. [ka/ab]
Forum