Lebih dari 60 warga Kenya yang diselamatkan dari kompleks penipuan siber terkenal di Myanmar, terjebak di perbatasan dengan Thailand dalam kondisi yang “mengerikan,” menurut pemerintah negara Afrika timur itu.
Operasi penipuan daring, yang telah berkembang pesat di kawasan perbatasan Myanmar yang berjalan tanpa hukum dalam beberapa tahun terakhir, memikat para pekerja asing dengan janji pekerjaan yang bergaji tinggi.
Tetapi ketika para pekerja itu tiba di sana, para penipu menahan mereka sebagai sandera, memaksa mereka untuk melakukan penipuan daring.
Di bawah tekanan dari sekutu utamanya China, Myanmar telah menindak beberapa kompleks itu, dan membebaskan sekitar 7.000 pekerja dari setidaknya dua lusin negara.
Di antara yang sudah dibebaskan adalah 64 warga Kenya itu tetapi “mereka belum melintasi perbatasan ke Thailand untuk pemulangan selanjutnya ke negara asal mereka”, kata Departemen Luar Negeri Kenya untuk Urusan Diaspora dalam sebuah pernyataan yang di unggah di X pada Senin (3/3).
“Ini karena otoritas Thailand belum membuka kembali pintu lintas batas sejak 12 Februari 2025, ketika gelombang pertama dari 260 warga asing, termasuk 23 warga Kenya, diserahkan kepada Angkatan Bersenjata Kerajaan Thailand,” tambah mereka.
Sebagai dampaknya para pekerja yang sudah dibebaskan itu dibiarkan menunggu di kamp-kamp darurat di perbatasan Myanmar-Thailand dalam kondisi yang “mengerikan” dengan kurangnya akses ke fasilitas kesehatan, air bersih dan listrik, kata pernyataan itu.
Otoritas Kenya mengatakan mereka juga mencari rute alternatif untuk membawa warga negaranya pulang.
Pekan lalu, sekitar 600 warga negara China dikirim pulang dari Myanmar ke negara mereka melalui Thailand.
PBB memperkirakan bahwa hingga lebih dari 120.000 orang, kebanyakan dari mereka berasa dari China, mungkin bekerja di kompleks-kompleks penipuan di Myanmar. [ns/ka]
Forum