Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengajak semua masyarakat Jawa Timur untuk bersama-sama melakukan upaya perbaikan ekonomi, dengan berjihad melawan kemiskinan di tengah masyarakat. Pada peringatan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2019, Khofifah mengajak semua elemen merajut kembali persatuan dan kesatuan antar anak bangsa, dan bersama-sama memerangi kemiskinan dan kebodohan.
Gerakan sebagian masyarakat yang menyerukan people power, dinilai tidak sesuai dengan kondisi bangsa saat ini yang justru sedang giat membangun dan meningkatkan kondisi ekonominya.
“Sebuah negara yang kemudian ada kekuatan masyarakat yang akan melakukan people power itu biasanya karena negara itu diktator, karena negara itu sedang mengalami guncangan ekonomi yang berat, karena negara itu mengalami guncangan instabilitas yang berat, biasanya kemudian ada kelompok yang ingin melakukan revolusi atau melakukan people power, jadi kalau syarat-syarat itu di Indonesia tidak ada,” kata Khofifah.
Khofifah mengajak semua pihak menghormati hasil Pemilu, yang prosesnya telah dijalani bersama sebagai bagian dari demokrasi. Perselisihan hasil Pemilu hendaknya diselesaikan melalui mekanisme hukum yang berlaku, bukan melalui gerakan yang justru dapat memecah belah bangsa dan masyarakat Indonesia.
“Kalau persoalannya adalah dispute karena hasil Pemilu maka ruang hukum yang ada adalah Mahkamah Konstitusi, yang ada kemudian adu fakta, kemudian adu argumentasi, adu bukti,” imbuhnya.
Gerakan yang menyebut diri sebagai people power, menurut Rektor Universitas Surabaya, Prof. Joniarto Parung, tidak murni muncul dari masyarakat di banyak tempat. Namun lebih pada provokasi sebagian kecil elit politik, dan bukan dari kebutuhan masyarakat secara umum.
“Ini diawali dengan semacam provokasi supaya orang-orang itu mau bergerak. Kalau memang itu dari masyarakat secara murni, maka akan muncul secara bersamaan di banyak tempat, dan itu banyak yang memang mengharapkan demikian. Tetapi kalau diawali dari orang-orang tertentu yang coba mengajak dengan provokasi, maka itu bukan hal-hal yang murni muncul dari banyak masyarakat,” ujarnya.
Joniarto Parung menilai people power diperbolehkan, dengan melihat kondisi bangsa dan negara yang mengalami krisis dari segi ekonomi maupun sosial politik. Namun Joniarto Parung menyebut gerakan people power pada masa kini lebih pada untuk kepentingan kelompok tertentu saja. Sedangkan masyarakat justru menghendaki kondisi kehidupan yang tenang dan damai, tanpa provokasi dan ujaran kebencian yang dapat memecah belah masyarakat.
“Pada saatnya diperlukan, people power boleh, tapi kondisi saat ini bagi saya itu tidak tepat. Di mana masyarakat mengharapkan adanya ketenangan, masyarakat sudah capek dengan kondisi hiruk pikuk seperti sekarang ini, mengapa harus ada model people power. Karena ini lebih banyak kepentingan politik praktis, kepentingan kelompok-kelompok tertentu yang sekarang, bukan karena kebutuhan masyarakat secara umum yang hakiki. Kalau dulu, misalnya tahun 1998, itu semacam people power juga, ketika masyarakat bergerak, mahasiswa bergerak, karena ada keperluan yang hakiki, mendasar, yang sekarang sebenarnya bukan, karena ini lebih banyak ke hal-hal politik dari kelompok-kelompok tertentu,” tambahnya.
Sementara itu, terkait isu gerakan people power, Polda Jawa Timur telah melakukan sejumlah antisipasi keamanan, agar kondisi yang memanas di Jakarta tidak berimbas di daerah. Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol. Luki Hermawan mengatakan, pengamanan bersama TNI telah dilakukan sebagai antisipasi dan kesiapsiagaan berbagai kemungkinan, atas isu kondisi keamanan yang sedang berkembang di Jawa Timur.
“Kita melakukan penebalan, baik itu peralatan-peralatan kami keluarkan semuanya, karena ini sesuai dengan SOP dengan informasi isu yang berkembang, akhirnya kami beserta dengan Panglima (Kodam) melakukan protap SOP dengan pengamanan rencana contingency, dan alhamdulillah isu yang berkembang untuk wilayah Jawa Timur, ini tidak terjadi,” tukasnya. (pr/uh)