Krisis pendidikan sekali lagi terjadi di Kenya ketika ratusan guru non-lokal menuntut mutasi dari wilayah yang mayoritas penduduknya Muslim di timur laut negara itu setelah serangkaian serangan mematikan oleh militan al-Shabab. Sekolah dibuka kembali pada 28 Agustus, tetapi sebagian besar siswa belum bisa melanjutkan aktivitas belajar.
Di sebuah sekolah dasar di Distrik Wajir, Kenya, guru Ibrahim Hassan mulai bekerja. Dia telah mengajukan diri untuk mengajar setelah sebagian besar guru meninggalkan sekolah itu karena serangan baru-baru ini di wilayah tersebut oleh kelompok militan al-Shabab.
Dia mengatakan sekolah terpaksa menolak beberapa siswanya. “Karena muridnya banyak, dan gurunya sedikit, kami tidak bisa mengajar semuanya. Jadi terkadang kami menyuruh pulang beberapa siswa,” katanya.
Sejak 2014, lebih dari 4.000 guru telah meninggalkan sekolah dari wilayah timur laut kenya karena keadaan tidak aman.
Al-Shabab telah membunuh 16 orang di wilayah tersebut dalam dua bulan terakhir, termasuk dua guru non-lokal, dan melukai belasan lainnya.
Banyak sekolah di dekat perbatasan dengan Somalia terkena dampak parah eksodus dan berada di ambang penutupan.
Selama seminggu terakhir, ratusan guru berkemah di luar kantor Komisi Pelayanan Guru, di Nairobi, minta dipindahkan dari wilayah tersebut.
“Kami bersumpah untuk bekerja di setiap bagian negara, tapi kita tidak bisa bekerja di tempat di mana kematian menanti kita," ujar Monica Chepng'eno, seorang guru. [lt/ab]
Forum