Tumpukan bangkai hewan yang terpotong-potong dapat ditemukan di mana-mana setelah kekeringan parah di Kenya yang menyebabkan hampir 4,5 juta orang kelaparan.
Di Desa Quley, di timur laut Distrik Wajir, Nadir Mohamed yang berusia 11 tahun dan dua dari tujuh saudara kandungnya terpaksa putus sekolah pada bulan Agustus lalu untuk mengurus ternak milik keluarga.
Ibu mereka, Hindiya Abdi, mengatakan keluarga itu terpaksa pindah ke padang rumput yang lebih hijau karena jika tidak maka ternak mereka akan mati, dan mereka akan kelaparan.
“Saya ingin anak-anak tetap bersekolah, tapi kami membutuhkan bantuan mereka untuk bertahan hidup," katanya.
Di Desa Karu, Sadik Dakane yang berusia 17 tahun tiba di salah satu dari sedikit sumur bor yang sedang dikerjakan di daerah tersebut.
Dia berjalan kaki selama dua jam di bawah terik matahari untuk mengambil air yang sangat dibutuhkan.
“Saya putus sekolah ketika kekeringan melanda. Ayah saya pindah dengan ternaknya ke Somalia, meninggalkan ibu saya dan saya," katanya.
Dalam sebuah laporan bulan lalu, Dana Anak-anak PBB (UNICEF) mengatakan lebih dari 400.000 siswa Kenya telah terkena dampak kekeringan dan diperkirakan 66.000 telah putus sekolah secara nasional.
Namun, situasi untuk pendidikan anak-anak sebenarnya mungkin lebih buruk.
Berbagai sumber mengatakan kepada VOA bahwa perkiraan resmi yang belum dirilis menunjukkan 100.000 anak di sedikitnya tiga distrik di Kenya timur laut – Garissa, Mandera, dan Wajir – telah putus sekolah.
Hashim Elmoge adalah aktivis tata kelola lokal yang baik yang peduli dengan dampak jangka panjang pada masa depan anak-anak.
“Jika tren tingkat siswa putus sekolah ini terus berlanjut, maka kita berisiko mengalami tingkat putus sekolah terbesar, kehidupan seluruh generasi terancam; dan Anda tahu apa artinya itu. Ini akan menghasilkan generasi yang tidak memiliki pendidikan berkualitas, dan kemudian akan ada beban — Anda tahu, penyalahgunaan narkoba, ketidakamanan, jaringan teror, radikalisasi, dan seluruh bangsa akan berada dalam bahaya," paparnya.
Untuk mengurangi dampak kekeringan, pemerintah dan kelompok-kelompok bantuan telah membuat lebih banyak sumur bor dan menyediakan makanan darurat untuk para penggembala dan ternak mereka.
Para pejabat dan aktivis khawatir jika hujan tidak segera turun, lebih banyak keluarga penggembala akan mengeluarkan anak-anak mereka dari sekolah, dan bisa memakan waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun untuk mengembalikan mereka ke kelas. [lt/em]
Forum