Mansour Hamada, 18 tahun, mengubah sebuah kamar di rumahnya menjadi laboratorium robot ... dan merancang pakaian yang bisa mendeteksi sinyal otak pemakainya dan menerjemahkannya menjadi gerakan anggota tubuh yang terimbas.
"Robot dioperasikan oleh sesuatu yang disebut 'Antarmuka Komputer Otak', menggunakan sinyal otak, yang berarti kita memikirkan gerakan itu, dan robot menerjemahkannya menjadi tindakan. Sensor otak ini menggunakan apa yang disebut sebagai EEG (Electroencephalograph) dan robot ini utamanya dirancang untuk membantu para difabel," kata Mansour Hamada.
Hamada, yang bukan difabel, melakukan penelitian ekstensif di beberapa pusat terapi fisik, berkonsultasi dengan ahli bedah otak, dan mempelajari teknik elektro dan elektronika sebelum memulai rancangannya.
Ia mengatakan bahwa robot tersebut dikaji oleh para profesor di Universitas Zagazig yang awalnya berpendapat rancangannya tidak akan berhasil.
"Ketika saya ke Universitas Zagazig untuk mempresentasikan ide saya kepada para profesor, mereka tidak percaya robot itu akan bekerja dengan sensor otak. Tetapi ketika mereka menelaah penelitian saya, mereka menegaskan apa yang saya sampaikan itu benar, dan mereka kagum dan terkejut bahwa seseorang seperti saya, siswa SMU, bisa menemukan sesuatu seperti ini yang tidak ada di Mesir,” kata Mansour.
Exoskeleton ini akan diuji pada para difabel bulan ini. Hamada berharap dapat terus memperbaiki desainnya, dan ingin kuliah di jurusan rekayasa di universitas. [my/ds]