Para demonstran meneriakkan kata-kata “Tidak Lagi” sewaktu mereka memperingati peristiwa kudeta diri (self coup) Alberto Fujimori pada 1992.
Kudeta diri adalah kudeta yang digerakkan oleh pemerintah sendiri dengan bantuan militernya untuk mendapatkan kekuasaan konstitusional yang lebih luas. Waktu itu, setelah dua tahun menjabat sebagai presiden, Fujimori membekukan konstitusi, mencampuri urusan pengadilan, dan memerintah militer Peru menutup parlemen. Fujimori membela langkahnya itu sebagai cara terbaik untuk menghadapi kelompok-kelompok yang berkepentingan khusus dan menegakkan reformasi ekonomi.
Fujimori menjabat hingga tahun 2000 namun menghadapi protes luas sewaktu berusaha memulai masa jabatan ketiganya setelah pemilu yang menurut para pengeritik diwarnai penipuan. Ia lari ke Jepang, dan kemudian diektradisi ke Peru dan dijatuhi hukuman 25 tahun penjara pada 2009 atas dakwaan korupsi dan pelanggaran HAM, yang mencakup otorisasi pembentukan skuad kematian untuk menegakkan wewenangnya.
Putrinya, Keiko Fujimori, konservatif berusia 40 tahun, dipandang sebagai unggulan pada pemilu 10 April mendatang. Namun jajak-jajak pendapat menunjukkan, ia tidak akan meraih mayoritas yang diperlukan untuk menghindari pemilu babak kedua.
Para pengecam Keiko Fujimori khawatir perempuan politisi itu akan kembali memberlakukan pemerintahan otoriter seperti yang dilakukan ayahnya. Ia kalah dalam pemilu presiden tahun 2011 dari President Ollanta Humala. Humala akan berhenti tahun ini karena batasan masa jabatan. [ab/as]