Tautan-tautan Akses

Pertumpahan Darah Baru di Burkina Faso, Kelompok HAM Salahkan Relawan Milisi


Kapten Ibrahim Traore, presiden Burkina Faso yang baru setelah kudeta militer terjadi di negara itu, meninggalkan acara peringatan 35 tahun terbunuhnya Thomas Sankara, mantan presiden Burkina Faso, di Ouagadougou, pada 15 Oktober 2022. (Foto: AFP/Olympia De Masimont)
Kapten Ibrahim Traore, presiden Burkina Faso yang baru setelah kudeta militer terjadi di negara itu, meninggalkan acara peringatan 35 tahun terbunuhnya Thomas Sankara, mantan presiden Burkina Faso, di Ouagadougou, pada 15 Oktober 2022. (Foto: AFP/Olympia De Masimont)

Sebanyak 28 mayat ditemukan di wilayah barat laut Burkina Faso selama akhir pekan lalu, ungkap pemerintah negara itu. Sementara itu, para aktivis HAM menyalahkan milisi sukarelawan yang dibentuk untuk mendukung pertempuran tentara melawan kelompok jihadis atas meninggalnya para korban tersebut.

Serangan yang menarget pasukan keamanan dan warga sipil meningkat dalam beberapa bulan terakhir, terutama di wilayah utara dan timur Burkina Faso yang berbatasan dengan Mali dan Niger.

Pemerintah Burkina Faso, pada Senin (2/1) malam, mengatakan “telah diberitahu tentang insiden di Nouna pada malam 30-31 Desember lalu.” Laporan awal “menunjukkan 28 orang tewas,” tambah pernyataan itu seraya menambahkan penyelidikan telah dibuka dan meminta masyarakat untuk tetap tenang.

Tetapi sebuah kelompok hak asasi manusia Collective of Communities Against Impunity and Stigmatizations (CISC) menuding Relawan Pembela Tanah Air (VDP) bertanggung jawab atas insiden itu. VDP merupakan sebuah pasukan bantuan sipil yang mendukung militer dalam perjuangannya melawan kelompok jihadis dalam tujuh tahun terakhir.

Jaksa Penuntut Umum di Nauna, Armel Sama, dalam sebuah pernyataan mengatakan “sebagian besar korban, semuanya laki-laki, ditembak mati.”

Negara di Afrika Barat yang terkurung oleh daratan itu adalah salah satu negara termiskin dan paling bergejolak di dunia.

Sejak tahun 2015, Burkina Faso telah bergulat dengan berbagai pemberontakan yang dipimpin kelompok jihadis yang berafiliasi dengan Al Qaeda dan ISIS. Puluhan ribu orang telah tewas, sementara sekitar dua juta orang terpaksa mengungsi.

VDP, yang dibentuk pada Desember 2019, terdiri dari sukarelawan sipil yang diberi pelatihan militer selama dua minggu dan kemudian bekerja bersama tentara, di mana mereka biasanya melakukan tugas pengawasan, pengumpulan informasi atau pengawalan.

Para pakar telah sejak lama khawatir bahwa relawan yang kurang terlatih dapat menjadi sasaran empuk para jihadis, dan jika tidak ada kontrol yang tepat dapat berpotensi mengobarkan gesekan etnis.

Juru bicara pemerintah Jean Emmanuel Ouedraogo mengatakan pembunuhan pada akhir pekan itu “terungkap ketika Burkina Faso meluncurkan operasi untuk memobilisasi seluruh penduduk dalam aksi bersatu melawan terorisme.”

Pihak berwenang yang didukung kampanye patriotik pada bulan November lalu meluncurkan upaya untuk merekrut 50.000 anggota VDP. Sedikitnya 90.000 orang mendaftar.

Pernyataan pemerintah itu mengatakan “pada dasarnya pemerintah menentang segala bentuk penyalahgunaan atau pelanggaran HAM demi alasan apapun.”

Ratusan relawan VDP telah tewas, terutama akibat penyergapan atau ledakan yang disebabkan oleh alat peledak yang diimprovisasi IED yang ditanam di pinggir jalan.

Meningkatnya jumlah korban – baik tentara, polisi dan VDP – memicu dua kudeta militer tahun lalu yang diluncurkan oleh para perwira militer yang marah karena kegagalan pemerintah membendung pertumpahan darah. [em/jm]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG