Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) mencopot 30 pejabat imigrasi Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Menteri Imipas Agus Andrianto menjelaskan pencopotan itu merupakan imbas dari informasi yang diperoleh dari Kedutaan Besar China di Indonesia mengenai 44 kasus pemerasan oleh petugas imigrasi di bandara itu terhadap 60 warga negara China dalam kurun waktu Februari 2024 hingga Januari 2025.
Agus memastikan semua petugas imigrasi BandaraSoekarno-Hatta yang namanya tercantum dalam data Kedubes China itu sedang menjalani pemeriksaan internal.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah, menilai kasus pemerasan atau pungutan liar terjadi karena lemahnya pengawasan. Menurutnya, kasus di Bandara Soekarno Hatta mencerminkan fenomena “puncak gunung es”. Dia menduga, pemerasan atau pungutan liar tidak hanya terjadi di bandara tersebut, tetapi juga bandara-bandara lainnya di Indonesia. Trubus mendesak pemerintah segera melakukan investigasi menyeluruh.
“Harusnya pemerintah langsung (menjadikan kasus ini) entry point untuk melakukan investigasi secara menyeluruh. Pemerintah perlu menata ulang pelayanan imigrasi dan meningkatkan pengawasannya,” ujar Trubus kepada VOA, Selasa (4/2).
Selain itu, lanjut Trubus, perlu adanya penegakan hukum secara tegas terhadap para petugas imigrasi yang kedapatan menarik pungutan liar dari warga negara asing di bandara. Para pelaku, menurutnya, tidak hanya dimutasi seperti yang selama ini dilakukan tetapi juga dicopot dari jabatannya dan dipenjara sehingga menimbulkan efek jera. Pungutan liar atau pemerasan ini sangat memalukan nama baik negara, tegasnya.
Hal yang sama juga diungkapkan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman. Dia menyakini jumlah kasus pungutan liar oleh petugas imigrasi di bandara sangat banyak, melebihi apa yang disampaikan oleh Kedubes China di Indonesia.
Menurutnya, kasus pemerasan dan pungutan liar di bandara ini harus diungkap secara tuntas. Sebagai pintu gerbang udara terbesar di Indonesia, ungkapnya, Bandara Soekarno-Hatta harus menjadi cerminan integritas dan profesionalisme aparat negara.
“Sistem pengawasan CCTV, apalagi di Bandara Soekarno Hatta, itu banyak. Itu kan dikontrol oleh kantor pusat juga. Pengawasannya ada, tapi kok masih ada penyimpangan. Patut diduga ada unsur kongkalikong,” ujarnya.
Kasus pemerasan warga negara China di bandara tersebut mencuat setelah surat dari Kedubes China di Indonesia beredar. Surat yang ditujukan kepada Kementerian Luar Negeri Indonesia itu membahas 44 kasus pemerasan yang dilakukan petugas imigrasi Bandara Soekarno Hatta terhadap warga negara China.
Dalam surat terrsebut ada lebih dari 30 nama petugas imigrasi bandara itu yang tercatat menerima kiriman uang pungutan liar dari warga China via transfer bank. Angka yang dikirim beragam, mulai dari Rp50 ribu hingga Rp 3 juta.
Dalam surat itu, Kedubes China juga berharap otoritas berwenang menghadirkan tulisan “Dilarang memberi tip” dan “Silakan lapor jika terjadi pemerasan” dalam bahasa Mandarin, Indonesia dan Inggris di tempat pemeriksaan imigrasi
Dengan bantuan Direktorat Konsuler Kementerian Luar Negeri RI, Kedubes China berhasil menyelesaikan 44 kasus tersebut dan mengembalikan uang berjumlah total Rp32,75 juta kepada warga negara China yang jadi korban.
VOA Indonesia telah berusaha menghubungi Kedubes China terkait pemerasan tersebut, tetapi pihak kedubes enggan berkomentar.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Roy Soemirat, mengatakan pihaknya terus berkoordinasi dengan seluruh kementerian dan lembaga terkait mengenai situasi tersebut. Direktorat Konsuler Kemlu terus membantu memfasilitasi komunikasi dengan seluruh lembaga/instansi terkait di Indonesia dengan pihak Kedubes China.
Menteri Impas mengatakan informasi dari Kedubes China di Indonesia mengenai pungli terhadap WNA China oleh petugas imigrasi menjadi momentum untuk berbenah, “Kami berterima kasih dengan infromasi soal perilaku anggota di lapangan, dan kami akan terus berbenah demi kebaikan institusi imigrasi,” kata Agus.
Agus menegaskan kementeriannya akan selalu terbuka dengan kritik maupun saran selama dapat dipertanggungjawabkan.
Dugaan pungutan liar terhadap warga negara asing di bandara pernah terjadi sebelumnya. Pada 2023-2024, Ombudsman menerima laporan dugaan pungutan liar yang dilakukan petugas di Bandara Ngurah Rai, Bali.
Laporan itu kemudian ditindaklanjuti oleh Ombudsman Republik Indonesia (ORI) dengan inspeksi mendadak. Dari sidak itu, ORI menemukan kepadatan penumpang di bandara pada jam-jam sibuk menciptakan situasi yang rentan terhadap praktik malaadministrasi, seperti penyogokan atau pungutan liar.
Data ORI dalam 10 tahun terakhir menunjukkan bahwa potensi malaadministrasi di sektor imigrasi cukup tinggi. Beberapa pelanggaran yang sering terjadi antara lain petugas tidak memberikan pelayanan yang semestinya (24,9 persen), penundaan layanan (24,3 persen), penyimpangan prosedur (20,8 persen), perilaku tidak patut petugas bandara (8,7 persen), dan permintaan imbalan uang dan jasa (5,6 persen).
Sebagai tindak lanjut, ORI menyarankan agar pihak bandara menambah jumlah petugas dan memperbaiki sistem pembayaran untuk menghapus potensi pungli di masa mendatang. [fw/ab]
Forum