Saksi-saksi di kota Taiz, Yaman selatan mengatakan sekurangnya 20 orang tewas ketika tentara membubarkan demonstrasi anti pemerintah, sementara di kota di dekatnya Zinjibar, pasukan pemerintah menyusun kekuatan kembali setelah dikalahkan oleh para militan.
Para saksi melaporkan serangan udara terhadap posisi-posisi militan di Zinjibar terjadi setelah serangan mematikan atas pasukan pemerintah di luar kota itu.
Militan masih menguasai bangunan-bangunan penting di Zinjibar, kota ketiga terbesar di Yaman, yang ditinggalkan pasukan pemerintah dalam beberapa hari terakhir. Militan mengatakan mereka ingin mendirikan emirat Islam dan pemerintah menuduh mereka terkait jaringan teroris lokal, al-Qaida di Semenanjung Arab.
Para penentang menuduh Presiden Ali Abdullah Saleh sengaja menyerahkan kota itu untuk menunjukkan apa yang akan terjadi kalau Yaman tidak dibawah kekuasaannya.
Namun yang lainnya di kawasan itu mengatakan militan Yaman tidak punya hubungan dengan al-Qaida dan mempertanyakan alasan ditinggalkannya kota itu dengan sengaja.
Yaman, negara yang tidak pernah bersatu, dikoyak pertikaian suku, gerakan Islamis dan kini mengalami perpecahan politik dalam seminggu terakhir hampir menjurus pada perang saudara setelah pertempuran meluas ke beberapa tempat.
Demonstran di Taiz juga di barat daya mengatakan pasukan pemerintah melepaskan tembakan dalam penggerebekan menjelang fajar hari Senin untuk mengosongkan lapangan di pusat kota, tempat demonstrasi menentang Saleh dimulai bulan Februari.
Sumber-sumber RS mengatakan selain korban tewas, sejumlah orang cedera dalam serangan itu, di mana pasukan pemerintah katanya juga membakar tenda-tenda demonstran.
Di ibukota Sana’a tembak menembak terdengar setelah gencatan senjata yang seharusnya mengakhiri pertempuran antara pasukan pemerintah dan anggota federasi suku Hashid, suku terkuat di negara itu.
Presiden Saleh, yang hendak disingkirkan oleh demonstran dan kelompok oposisi lainnya setelah berkuasa hampir selama 33 tahun juga menghadapi pembelotan militer.
Bekas menteri pertahanan Abdullah Ali Aleiwa hari Minggu menyerukan kepada anggota militer lainnya untuk mengabaikan sumpah setia terhadap Presiden Saleh, namun ia juga meminta perlindungan bagi lembaga-lembaga pemerintah.
Upaya agar Presiden mundur, namun pemerintahan tetap berjalan adalah tujuan utama dalam upaya-upaya regional dan internasional untuk menyelesaikan krisis itu. Sekutu lama Arab Saudi, Dewan Kerjasama Teluk (GCC) dan Amerika telah mendesak Presiden Saleh untuk mundur.
Namun, Presiden Saleh telah tiga kali menolak kesepakatan GCC yang menginginkan transisi ke arah pemerintahan berdasarkan perwakilan. Penolakan paling akhir terjadi minggu lalu.
Nasser Arrabiyee, penulis Yaman dan analis politik di Sana’a mengatakan, "Saleh kini menghadapi serangan dari semua penjuru dan tentunya mencari jalan keluar. Ada banyak tekanan agar ia mundur. Namun ia adalah politisi cerdas yang akan menggunakan semua senjata yang ada."
Senjata yang paling disukai Presiden Saleh adalah ancaman akan terjadi anarki jika ia tidak lagi berkuasa. Tapi dari hari ke hari, kerusuhan makin bertambah, di kawasan yang lebih luas di negara itu sehingga ancamannya tampaknya makin memudar.