Perundungan terhadap Paleka diketahui dari sejumlah video yang viral di media sosial. Dalam salah satu video, nampak Paleka disuruh melakukan push up dan squat jump dengan hanya mengenakan pakaian dalam. Dia pun disuruh memaki dirinya sendiri.
Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) yang terdiri atas 16 organisasi pemantau hukum dan HAM, antara lain KontraS dan LBH Jakarta, mengecam perundungan tersebut. Anggota koalisi, Julius Ibrani, menyatakan meski prank Paleka tidak dapat dibenarkan, haknya tetap harus dihormati.
“Setiap tersangka, saksi, atau mereka-mereka yang berhadapan dengan hukum dan diperiksa oleh aparat penegak hukum, harus dijaga harkat dan martabatnya, termasuk kesehatannya. Tidak boleh disiksa, tidak boleh diintimidasi secara verbal, fisik, dan segala macamnya,” jelasnya kepada VOA.
Hak-hak tersebut, ujar Julius, tertuang dalam UU No. 5/ 1998 tentang Konvensi Menentang Penyiksaan serta UU No. 12/ 2005 tentang Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik.
Sekjen Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) ini mengatakan, praktik perpeloncoan memang sudah lama terjadi di dalam rumah tahanan atau pun lapas. Namun, tidak berarti hal itu dapat dibenarkan. Jika dibiarkan, ujar Julius, masyarakat akan terus terjebak dalam rantai kekerasan.
“Si tersangka yang kita harapkan dengan proses ini bertobat dan berbuat baik, oh malah nggak, nanti dia berbuat yang lebih berbahaya lagi,” kata Julius.
Julius mendesak Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengawasi ketat praktik-praktik tersebut. "Apakah perlu surat edaran lagi, apakah perlu UU? Nggak perlu. Sudah ada aturanya tinggal ditindak saja nih pelanggaran-pelanggaran kaitan dengan hukum acara seperti ini,” tegasnya.
Komnas HAM dan Kepolisian Angkat Bicara
Terpisah, Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengecam perundungan terhadap Paleka. "Saya mengecam perundungan terhadap Ferdian dan kawan-kawannya sebagaimana saya mengecam keras aksi yang dilakukan oleh Ferdian dan temannya kepada kawan-kawan transpuan,” tulisnya lewat akun Facebook-nya.
"Aparat sudah seharusnya melindungi Ferdian atau siapa pun yang ada dalam tahanan kepolisian, dari aksi perundungan atau aksi lain yang merendahkan martabat manusia,” tambahnya.
Sementara Polrestabes Bandung, di mana Paleka ditahan, menyatakan telah menindak pelaku perundungan dan perekam video itu. Polisi juga memeriksa petugas kepolisian yang sedang ditugasi piket saat kejadian.
Paleka Dijerat UU ITE
Ferdian Paleka ditangkap polisi Jumat (8/5) malam usai buron selama 4 hari. Dia dilaporkan ke polisi atas aksinya melakukan prank bansos berisi sampah kepada sejumlah transpuan di Kota Bandung. YouTuber itu dikenakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Penerapan pasal itu tak lepas dari kritik Koalisi. KPP berpendapat, UU ITE berisi pasal-pasal karet "yang kerap digunakan untuk membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi."
Selain itu, menurut Julius, UU tersebut hanya menyentuh konten YouTube Paleka. Sementara aksi prank-nya sendiri tidak tersentuh. "Perbuatannya adalah merendahkan derajat kelompok, nah kita nggak punya pidana itu dalam hukum kita. ITE itu kan masalah elektroniknya tadi, tapi substansinya nggak ada,” ujarnya.
Dia mendorong kasus hukum ini dibawa ke ranah perdata, supaya Paleka bisa dihukum dengan membayar ganti rugi kepada korban. “Baik itu diminta bayarin sembakonya selama sebulan kek, atau diganti sejumlah uang sebagai ganti kerugiannya. Harusnya begitu, itu bermanfaat bagi korban,” tutupnya. [rt/em]