Puluhan warga sipil tewas di Republik Demokratik Kongo akhir pekan lalu, mendorong kekhawatiran tentang instabilitas politik di negara itu.
Beberapa serangan di seluruh negara itu terjadi sejak Presiden Joseph Kabila dan partai-partai oposisi gagal mencapai kesepakatan tentang bagaimana dan kapan ia akan meninggalkan jabatan setelah 15 tahun berkuasa di negara yang sedang berkembang itu.
Masa jabatan Kabila sedianya berakhir 19 Desember lalu, tetapi penundaan pemilu presiden November lalu telah ikut memperpanjang kekuasaannya. Kabila tidak bisa mencalonkan diri kembali dan sejumlah kritikus menuduhnya sengaja menunda pemilu untuk memperpanjang kekuasaannya. Pemerintahnya berkilah tidak bisa menyelenggarakan pemilu yang layak hingga awal 2018.
PBB mengatakan ketegangan terkait kepemimpin Kabila telah memicu demonstrasi dan aksi kekerasan tahun ini. PBB telah mendorong pasukan keamanan Kongo untuk menahan diri dan mengijinkan demonstran yang menentang Kabila menyampaikan kekecewaan mereka.
Perundingan yang dipelopori Gereja Katholik dimulai 8 Desember lalu sebagai upaya terakhir menemukan kesepakatan sebelum berakhirnya mandat Kabila, dan sekaligus mencegah aksi kekerasan politik berkecamuk di Kongo. [em]