Kedutaan Besar AS di Kuba, Selasa (3/5) untuk pertama kalinya mulai mengeluarkan visa sejak dugaan terjadinya serangan sonik terhadap staf diplomatik lebih dari empat tahun lalu.
Washington menutup layanan konsulernya di ibu kota Kuba itu pada 2017 setelah personel AS dan keluarga mereka menderita penyakit misterius yang kemudian dikenal sebagai "Sindrom Havana."
Penutupan itu merupakan pukulan besar bagi banyak warga Kuba yang berharap untuk beremigrasi ke Amerika dan melarikan diri dari kesengsaraan ekonomi di negara kepulauan mereka.
"Selamat datang di kedutaan setelah sekian lama," kata seorang pegawai Kuba kepada sekelompok kecil orang yang menunggu waktu pertemuan mereka di bagian konsuler.
Amerika dua bulan lalu mengumumkan akan memulai pembukaan kembali kedutaan dan konsulernya secara "terbatas" dan "bertahap".
Kedutaan AS di Havana ditutup pada September 2017 setelah presiden AS saat itu Donald Trump mengecam dugaan serangan-serangan sonik tersebut.
Laporan pemerintah AS pada tahun 2020 mengatakan penyakit yang diderita oleh staf dan keluarga mereka kemungkinan besar disebabkan oleh "energi frekuensi radio (RF) debar yang terarah."
"Kami berharap semuanya berjalan dengan baik. Saya sudah menunggu tiga tahun untuk ini untuk bergabung kembali dengan putri saya" yang berada di Amerika, kata seorang laki-laki yang tidak mau disebut namanya. Ia mengatakan belum bertemu putrinya selama tujuh tahun.
Setelah penutupan kedutaan itu, warga Kuba yang ingin beremigrasi ke Amerika harus mengalami banyak rintangan, di antaranya dipaksa melakukan perjalanan ke Kolombia atau Guyana untuk mengajukan permintaan visa.
Banyak yang malah memilih untuk melakukan perjalanan berbahaya melalui Amerika Tengah dan Meksiko dan masuk ke Amerika sebagai migran gelap.
Kantor bea cukai AS mengatakan lebih dari 78.000 orang Kuba masuk ke AS dari Meksiko antara Oktober 2021 dan Maret tahun ini.
Menurut perjanjian imigrasi yang ada, AS harus memberikan 20.000 visa imigran setahun untuk Kuba, hal yang belum terpenuhi.
Kuba mengalami krisis ekonomi terburuk dalam hampir 30 tahun, sebagian besar karena pandemi virus corona dan penurunan pariwisata. [my/lt]