Pasca peristiwa bom bunuh diri di sebuah gereja di Solo, Jawa Tengah, propinsi Jawa Timur menyatakan siaga terhadap kemungkinan penyebaran tindak terorisme di wilayahnya. Pemerintah, aparat keamanan, serta tokoh masyarakat melakukan langkah antisipasi, dengan melakukan penguatan pada kelompok-kelompok masyarakat, baik yang berbasis agama, sosial, ekonomi dan budaya, untuk mempersempit ruang gerak pelaku terorisme.
Pemerintah propinsi Jawa Timur meminta seluruh masyarakat bersama jajaran pemerintah daerah serta aparat keamanan, mewaspadai kemungkinan penyebaran pelaku terorisme terus meluas. Gubernur Jawa Timur Soekarwo menginstruksikan Pemerintah Kabupaten dan Kota di wilayah Jawa Timur agar mengaktifkan kembali semua elemen keamanan, mulai yang organik maupun keamanan swakarsa oleh masyarakat sendiri.
“Permasalahan terorisme itu hanya bisa ditanggulangi dengan kebersamaan yang baik. Salah satu bentuk tehnisnya adalah pamswakarsa di tiap desa kelurahan dilakukan, siaktifkan kembali, dan fungsi polisi di pedesaan itu dan babinsa yang ada di pedesaan itu menjadi bagian untuk mensupport bagaimana ketertiban dan keamanan di masyarakat”, demikian kata Gubernur Jawa Timur, Sukarwo.
Pengaktifan Pamswakarsa oleh masyarakat di tingkat desa kata Soekarwo, diharapkan dapat mengantisipasi dan mewaspadai masuknya pelaku terorisme, yang berwujud kegiatan serta perilaku orang yang mencurigakan. Pihak kepolisian menyiagakan personil khusus di setiap pintu masuk di perbatasan Propinsi Jawa Timur, guna mempersempit ruang gerak pelaku teroris.
Kepala Bagian Humas Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya, Komisaris Polisi Suparti mengatakan, berbagai upaya pengamanan dilakukan pihak kepolisian untuk memberi jaminan rasa aman masyarakat terhadap ancaman terorisme, baik di tempat ibadah maupun obyek vital lainnya.
“Memang pasca pengeboman Solo itu, dari Polrestabes sudah menurunkan beberapa prtugas baik terbuka maupun terttutup ya, samapi ke polsek-polsek, sudah diadakan pendataan beberapa tempat ibadah. Kemudian diadakan penjagaan setiap ada kegiatan di gereja itu, apakah itu hari Minggu atau hari-hari biasa. Bahkan kami juga memasang beberapa brosur ya, dengan harapan masyarakat mengetahui barangkali ada kemiripan dengan pelaku yang DPO selama ini”, demikian ungkap Komisaris Polisi Suparti, Kepala Bagian Humas Polrestabes Surabaya.
Upaya mencegah tindak terorisme juga dilakukan tokoh masyarakat dan pemuka agama, agar tidak ada anggotanya yang terlibat aksi terorisme. Ketua Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan Keuskupan Surabaya, Pastor Antonius Luluk Widyawan mengatakan, meski potensi konflik dan terorisme di Jawa Timur cenderung lebih kecil dibandingkan dengan daerah lain, pertemuan antar tokoh agama dan masyarakat perlu ditingkatkan, untuk membantu mencegah aksi terorisme memecah belah kerukunan antar umat beragama.
Luluk Widyawan menambahkan, segala bentuk aksi kekerasan, teror maupun intimidasi, yang menyerang manusia maupun kegiatan beribadah tidak dapat dibenarkan, karena mencederai hak asasi manusia.
“Persis kemarin, ketika hari Selasa itu, ketika pasca peristiwa itu kita berkumpul, dan kita memang tidak hanya sekedar prihatin, tapi juga bagaimana usaha-usaha kita turun ke kecamatan-kecamatan. Nah menurut saya itu langkah yang positif untuk penguatan lintas agama,” demikian ungkap Ketua Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan Keuskupan Surabaya.