Hamas pada Jumat (24/1) mengumumkan nama empat sandera wanita Israel yang akan dibebaskan oleh kelompok militan tersebut pada Sabtu (25/1) sebagai imbalan atas (pembebasan) tahanan Palestina dalam pertukaran kedua berdasarkan perjanjian gencatan senjata di Gaza.
Keempat wanita tersebut adalah Karina Ariev, Daniella Gilboa, Naama Levy, dan Liri Albag, kata Hamas. Keempat wanitu itu adalah tentara Israel yang diculik dari pangkalan Nahal Oz di Israel selatan pada 7 Oktober 2023, ketika Hamas melancarkan serangannya.
Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengonfirmasi bahwa mereka telah menerima daftar tersebut melalui mediator dan tanggapannya akan diberikan kemudian.
Pertukaran diperkirakan akan dimulai pada Sabtu sore. Pada 19 Januari, hari pertama gencatan senjata, Hamas membebaskan tiga wanita Israel dengan imbalan 90 tahanan Palestina.
Pada tahap pertama perjanjian gencatan senjata, Hamas diperkirakan akan membebaskan 33 sandera sebagai imbalan atas pembebasan tahanan Palestina yang ditahan oleh Israel, dan peningkatan bantuan kemanusiaan serta penarikan militer Israel dari beberapa wilayah Gaza.
Perang Israel-Hamas dimulai dengan serangan Hamas terhadap Israel yang menewaskan 1.200 orang dan menyandera 250 orang lainnya.
Serangan balasan Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 47.000 orang, menurut Kementerian Kesehatan Gaza, yang tidak membedakan korban antara warga sipil dan kombatan. Namun, Kementerian itu sebelumnya mengatakan lebih dari separuh korban tewas adalah perempuan dan anak-anak. Respons Israel juga telah membuat sebagian besar penduduk wilayah tersebut mengungsi dan menghancurkan sebagian besar wilayah kantong tersebut.
Menjelang pertukaran tahanan pada Sabtu, Kantor Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat memperingatkan bahwa meningkatnya kekerasan di Tepi Barat yang diduduki dapat mengancam gencatan senjata di Gaza.
Sejak Selasa, operasi Israel di Tepi Barat telah menewaskan sedikitnya 12 warga Palestina dan melukai 40 lainnya, “kebanyakan dari mereka dilaporkan tidak bersenjata,” kata juru bicara kantor Hak Asasi Manusia PBB, Thameen Al-Kheetan.
“Sangat memprihatinkan bahwa apa yang terjadi saat ini di Tepi Barat mungkin berdampak pada gencatan senjata di Gaza. Gencatan senjata di Gaza sangat penting untuk dipertahankan,” katanya.
Ratusan warga Jenin meninggalkan rumah mereka ketika militer Israel menghancurkan beberapa rumah pada hari ketiga operasi besar di kota Tepi Barat pada Kamis (23/1).
Para pejabat Israel mengatakan operasi Jenin ditujukan pada apa yang menurut militer merupakan kelompok militan yang didukung Iran di kamp pengungsi di sebelah kota tersebut, yang telah menjadi pusat kelompok bersenjata Palestina selama bertahun-tahun.
“Kami juga prihatin dengan komentar berulang-ulang dari beberapa pejabat Israel tentang rencana untuk memperluas permukiman dan pelanggaran baru terhadap hukum internasional,” kata Al-Kheetan.
“Kami mengingatkan kembali bahwa pemindahan penduduk sipil oleh Israel ke wilayah yang didudukinya juga merupakan kejahatan perang.”
Israel telah menduduki Tepi Barat Sungai Yordan, yang diinginkan Palestina sebagai pusat negara merdeka, sejak perang Timur Tengah pada 1967.
Sebagian besar negara memandang pemukiman Yahudi yang dibangun Israel di sana sebagai ilegal, tetapi Israel mengutip hubungan sejarah dan Alkitab dengan wilayah tersebut. [ft/pp]
Beberapa informasi dalam laporan ini berasal dari Reuters dan Agence France-Presse.