Tautan-tautan Akses

Hamas Tangguhkan Pembebasan Sandera Berikutnya, Israel Tuduh ‘Pelanggaran Penuh’ Kesepakatan Gencatan Senjata


TOPSHOT - Para pengungsi berjalan sambil membawa barang-barang mereka di sepanjang jalan al-Rashid, jembatan Wadi Gaza di antara Kota Gaza dan Nuseirat, Gaza bagian tengah, 10 Februari 2025, di tengah kesepakatan gencatan senjata Israel dan Hamas. (Eyad BABA / AFP)
TOPSHOT - Para pengungsi berjalan sambil membawa barang-barang mereka di sepanjang jalan al-Rashid, jembatan Wadi Gaza di antara Kota Gaza dan Nuseirat, Gaza bagian tengah, 10 Februari 2025, di tengah kesepakatan gencatan senjata Israel dan Hamas. (Eyad BABA / AFP)

Berdasarkan ketentuan kesepakatan gencatan senjata antara Hamas dan Israel, di mana fase pertama dimulai sejak 19 Januari 2025, sebanyak 33 sandera Israel akan dibebaskan sebagai ganti bagi sekitar 1.900 tahanan, yang sebagian besar merupakan warga Palestina, yang ditahan di penjara-penjara Israel.

Kelompok militan Palestina Hamas, Senin (10/2) mengumumkan pihaknya akan menangguhkan pertukaran sandera dan tahanan berikutnya hingga waktu yang belum ditentukan, setelah menuduh Israel melanggar kesepakatan gencatan senjata dengan kelompok tersebut.

“Pembebasan para tahanan (sandera Israel), yang dijadwalkan pada Sabtu mendatang, 15 Februari 2025, akan ditunda hingga pemberitahuan lebih lanjut, sambil menunggu kepatuhan (otoritas) pendudukan dan pemenuhan kewajiban minggu-minggu sebelumnya secara retroaktif,” ungkap Abu Ubaida, juru bicara Brigade Ezzedine al-Qassam, melalui pernyataan tertulis.

“Kami menegaskan kembali komitmen kami terhadap ketentuan perjanjian selama (otoritas) pendudukan mematuhinya,” tambahnya, merujuk pada Israel.

Menteri pertahanan Israel, Israel Katz, Senin (10/2) menyebut pengumuman Hamas sebagai “pelanggaran penuh” kesepakatan gencatan senjata.

“Pengumuman Hamas untuk menghentikan pembebasan sandera Israel merupakan pelanggaran penuh kesepakatan gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan sandera. Saya telah memerintahkan (militer) IDF untuk bersiap pada tingkat kewaspadaan tertinggi untuk segala kemungkinan skenario di Gaza,” urai Katz melalui pernyataan tertulis.

Berdasarkan ketentuan kesepakatan gencatan senjata antara Hamas dan Israel, di mana fase pertama dimulai sejak 19 Januari 2025, sebanyak 33 sandera Israel akan dibebaskan sebagai ganti bagi sekitar 1.900 tahanan, yang sebagian besarnya merupakan warga Palestina, yang ditahan di penjara-penjara Israel.

Pada Sabtu (8/2), mereka menyelesaikan pertukaran sandera-tahanan kelima, yang mempertukarkan tiga sandera Israel dengan 183 tahanan Palestina.

Dengan kembalinya mereka, 73 dari 251 sandera yang ditawan Hamas dalam serangan 7 Oktober 2023 kini masih berada di Gaza, termasuk 34 orang yang menurut militer Israel telah tewas.

Melalui pernyataannya, Hamas mengatakan bahwa mereka telah “memantau dengan saksama pelanggaran dan kegagalan musuh untuk mematuhi ketentuan kesepakatan selama tiga minggu terakhir.”

“(Pelanggaran) ini termasuk menunda kembalinya para pengungsi ke Gaza utara, menyasar mereka dengan serangan artileri dan tembakan di berbagai daerah di Jalur Gaza, dan tidak mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan dalam segala bentuk seperti yang telah disepakati,” tambahnya, sambil menegaskan bahwa Hamas telah “memenuhi kewajibannya”.

Pro dan Kontra Relokasi Warga Gaza di tengah Alotnya Perundingan
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:02 0:00

Sementara itu di Washington pada Senin, Presiden AS Donald Trump mengatakan ia akan mengusulkan pembatalan perjanjian gencatan senjata jika semua sandera yang tersisa yang ditahan di Gaza tidak dibebaskan sampai Sabtu siang, dan ia mungkin menahan bantuan ke Yordania dan Mesir jika mereka tidak menerima pengungsi Palestina yang dipindahkan dari Gaza.

Sejak gencatan senjata berlaku bulan lalu, Hamas telah membebaskan 21 sandera sedangkan Israel telah membebaskan lebih dari 730 tahanan.

Trump telah mengusulkan untuk memindahkan warga Palestina di Gaza ke lokasi yang tidak ditentukan di luar wilayah itu. Berdasarkan rencananya untuk daerah kantong itu, mereka tidak akan memiliki hak untuk kembali. Dalam wawancara dengan Fox News yang dirilis Senin, ia menyebut rencananya untuk wilayah sempit di pesisir Laut Tengah itu sebagai "pembangunan real estat untuk masa depan." [rd/lt/ka]

Forum

XS
SM
MD
LG