Tautan-tautan Akses

Desakan Kuat Pengesahan RUU PPRT di Hari Pekerja Rumah Tangga Nasional


Aksi unjuk rasa sejumlah pekerja rumah tangga, bersama wakil-wakil dari Komnas Perempuan, Komnas HAM, KPAI dan KND di Jakarta. (Yuniyanti Chuzaifah/Mantan Komisioner Komnas Perempuan)
Aksi unjuk rasa sejumlah pekerja rumah tangga, bersama wakil-wakil dari Komnas Perempuan, Komnas HAM, KPAI dan KND di Jakarta. (Yuniyanti Chuzaifah/Mantan Komisioner Komnas Perempuan)

Tanggal 15 Februari lalu diperingati sebagai hari Pekerja Rumah Tangga Nasional, yang sekaligus menjadi momentum untuk kembali mendesak DPR RI agar segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) menjadi undang-undang.

Mendorong pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) – yang sudah 21 tahun jalan di tempat – kembali menjadi seruan utama dalam peringatan hari Pekerja Rumah Tangga Nasional akhir pekan lalu.

Sejumlah pekerja rumah tangga, bersama wakil-wakil dari Komnas Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Komnas HAM, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Komnas Disabilitas (KND) turun ke jalan-jalan di sejumlah kota besar, menyerukan kepada DPR agar tidak lagi menunda-nunda pembahasan RUU PPRT yang telah masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Proglenas) 2025-2029.

Marthen Jenarut, perwakilan Konferensi Waligereja Indonesia, menilai pengesahan RUU PPRT menjadi undang-undang dibutuhkan untuk melindungi pekerja rumah tangga yang rentan terhadap manipulasi, perlakuan sewenang-wenang, eksploitasi dan perdagangan orang.

“Dan dalam kerentanan inilah maka dibutuhkan satu instrumen hukum yang bersifat mengikat supaya ada jaminan perlindungan sekaligus supaya harkat dan martabat mereka tetap dijaga,” kata Marthen Jenarut dalam Konferensi Pers di Kantor Komnas Perempuan di Jakarta Pusat, Jumat (14/2).

FILE - Hari ketiga, aksi tenda perempuan Pekerja Rumah Tangga (PRT) pada Senin, 13 Maret 2023 di depan gerbang DPR RI. (Twitter/@jalaprt)
FILE - Hari ketiga, aksi tenda perempuan Pekerja Rumah Tangga (PRT) pada Senin, 13 Maret 2023 di depan gerbang DPR RI. (Twitter/@jalaprt)

Harapan serupa juga disampaikan oleh Rev Ethika dari Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) yang menilai pelabelan sebagai pembantu rumah tangga atau asisten rumah tangga menyebabkan pekerja rumah tangga tidak diakui sebagai pekerja, sehingga mereka tidak mendapat perlindungan hukum dan perlindungan sosial.

“Karena itulah PGI mendorong hak-hak yang sangat mendasar itu lewat pengesahan RUU PPRT,” tegasnya.

Rev Ethika berharap kehadiran UU PPRT secara signifikan dapat mengurangi kasus-kasus kekerasan terhadap PRT berupa kekerasan verbal, kekerasan fisik, kekerasan seksual hingga praktik perdagangan orang.

Perlindungan PRT Butuh Payung Hukum

Ummu Salamah dari Pengurus Pusat Aisyiyah, organisasi Perempuan Islam tertua di Indonesia, menilai ketidakadilan yang dialami pekerja rumah tangga merupakan bentuk kezaliman struktural yang harus dihapuskan lewat kebijakan yang berpihak pada kelompok rentan.

“Kasus-kasus yang ditangani menunjukkan bahwa tanpa payung hukum yang kuat, PRT sulit mendapatkan keadilan, oleh karena itu -pengesahan- RUU PPRT menjadi kebutuhan yang mendesak,” ujarnya.

Ummu Salamah menegaskan memperjuangkan hak pekerja rumah tangga adalah jihad sosial sebagaimana Islam mengajarkan untuk membela kaum tertindas.

Hal senada disampaikan Nur Achmad, pengasuh sebuah pesantren di Bogor yang sekaligus anggota Majelis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI). Ia menilai pekerja rumah tangga di Indonesia harus mendapatkan penghargaan, jaminan keselamatan, dan jaminan kesejahteraan.

“Menyerukan kepada DPR RI, DPD RI dan Pemerintah segera mengesahkan RUU PPRT ini untuk melindungi kemanusiaan, kesejahteraan dan perlindungan warga negara Indonesia,” ujarnya.

Desakan Organisasi Masyarakat Sipil

Organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Sipil untuk UU PPRT turut mengingatkan kebutuhan mendesak pengesahan RUU PPRT, yang pada periode pemerintahan sebelumnya sudah sampai di tahap daftar inventarisasi masalah (DIM) dan menerima surpres dari Presiden RI ke-7, Joko Widodo.

Jumisih, staf Advokasi JALA PRT, mengatakan hanya dengan aturan hukum yang ajeg, pekerja rumah tangga akan mendapat perlindungan dalam hal bentuk pekerjaan, jam kerja, upah dan jaminan sosial.

FILE - Sejumlah pekerja rumah tangga yang turut berdemonstrasi menuntut RUU PRT segera disahkan. (Foto: Courtesy/Jala PRT)
FILE - Sejumlah pekerja rumah tangga yang turut berdemonstrasi menuntut RUU PRT segera disahkan. (Foto: Courtesy/Jala PRT)

“Justru dengan adanya undang-undang PPRT maka perlindungannya itu bukan hanya kepada PRT tetapi juga kepada pemberi kerja. Kenapa? Karena acuan kesepakatan tertulis itu ada dalam perjanjian kerja itu,” jelas Jumisih.

Pada akhir periode DPR sebelumnya, RUU PPRT diumumkan menjadi draf yang di-carry-over atau dibawa ke periode berikutnya. Oleh karena itu JALA PRT mendesak seluruh anggota legislatif DPR periode 2024–2029, terlebih Komisi XIII yang membidangi Reformasi Regulasi dan Hak Asasi Manusia, untuk memberikan dukungan dalam pengesahan RUU PPRT tanpa alasan penundaan apa pun.

Pemenuhan Harapan Empat Juta PRT

Hari Pekerja Rumah Tangga Nasional adalah peringatan yang lahir pada 2007 sebagai refleksi kekerasan terhadap pekerja rumah tangga anak yang dialami Sunarsih, pekerja rumah tangga berusia 14 tahun, yang menjadi korban perdagangan paksa di Surabaya pada tahun 2001. Sunarsih mengalami kekerasan berlapis yang berujung pada kematiannya.

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dalam siaran pers-nya menyatakan momentum peringatan Hari PRT nasional tahun 2025 ini diharapkan menjadi ruang pemenuhan harapan lebih dari empat juta PRT di Indonesia atas pengesahan RUU PPRT menjadi undang-undang.

FILE - Wakil Ketua Komnas Perempuan Olivia Chadidjah Salampessy. (Tangkpan layar0
FILE - Wakil Ketua Komnas Perempuan Olivia Chadidjah Salampessy. (Tangkpan layar0

Wakil Ketua Komnas Perempuan Olivia Chadidjah Salampessy mengatakan “hingga 2024, Komnas Perempuan masih menerima kasus pengaduan terhadap kekerasan yang dialami oleh PRT diantaranya Kekerasan hingga berakhir meninggal dalam kondisi mengenaskan yakni ditemukan gantung diri lantaran dituduh melakukan pencurian oleh majikannya.”

Secara terpisah Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan pihaknya telah menyusun Standar Norma dan Pengaturan (SNP) tentang Hak atas Pekerjaan yang Layak, yang menjelaskan bahwa “pekerja rumah tangga merupakan salah satu kelompok rentan yang membutuhkan pengaturan khusus dalam pemenuhan hak atas pekerjaan.”

Anis menambahkan PRT selama ini mendapat kesulitan untuk pemenuhan hak atas pekerjaan yang layak, karena jenis hubungan kerjanya sering kali dikecualikan dari hubungan kerja sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, karena pemberi kerjanya adalah orang perseorangan, dan hubungan kerjanya sering kali dianggap bersifat kekeluargaan.

Mencegah PRT Anak

Pada hari peringatan Pekerja Rumah Tangga Nasional ini, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah menyoroti urgensi melihat manipulasi usia, yang membuat anak-anak dipekerjakan sebagai PRT dan berpotensi mengalami kekerasan.

“PRT anak merupakan bentuk-bentuk Pekerjaan terburuk anak/BPTA yang sangat membahayakan tumbuh kembang serta merampas hak anak seperti pendidikan, kesehatan, pengasuhan dan partisipasi dalam hidupnya. sehingga upaya menghapus pekerja anak dan anak dalam BPTA menjadi agenda prioritas pemerintah dalam optimalisasi perlindungan anak,” ujarnya.

KPAI masih terus menerima pengaduan anak korban eksploitasi ekonomi atau seksual karena bekerja sebagai PRT. Beberapa kasus di Lampung pada tahun 2023 dan di Jakarta pada tahun 2024 menjadi catatan kelam anak-anak direkrut dan ditempatkan menjadi PRT tanpa perlindungan. [yl/em]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG