Akhir Januari lalu Trump mengeluarkan perintah eksekutif untuk melacak sekitar 11 juta imigran yang tinggal di Amerika secara tidak sah. Mereka yang diburu bukan saja yang sudah memiliki sejarah melakukan kejahatan, tetapi juga mereka yang melakukan pelanggaran kecil atau bahkan tidak melakukan pelanggaran sama sekali.
Sepanjang dua pekan terakhir ini, penggerebekan besar-besaran dilakukan di enam negara bagian, termasuk di kota-kota seperti Atlanta, Chicago, New York, dan Los Angeles.
Namun demikian, Direktur Kantor ICE Enforcement & Removals ERO di Los Angeles David Marin mengatakan pada wartawan (10/2) bahwa sekitar 75% yang ditangkap di Los Angeles adalah pernah dijatuhi hukuman karena melakukan kejahatan berat dan tidak ada kaitannya dengan perintah eksekutif Trump.
"Operasi ini kami lakukan sebagaimana operasi serupa pada masa lalu," ujar Marin.
Menjawab pertanyaan VOA, Lalu Muhammad Iqbal hari Minggu (19/2) mengatakan sejauh ini WNI yang dideportasi dari Amerika termasuk dalam tiga kategori.
Pertama, mereka yang memang ditangkap dan dideportasi karena dikategorikan sebagai buronan dan memang sudah mendapat perintah pemulangan atau “order of removal”.
Kedua, WNI yang sudah dideportasi dan masuk kembali ke wilayah Amerika. Mereka ini kemudian ditangkap dan dideportasi kembali.
Ketiga, WNI yang memang sudah divonis karena melakukan suatu kejahatan dan dideportasi. “Semua yang dipulangkan itu bukan karena operasi pasca pemberlakuan perintah eksekutif”, ujar Lalu.
Ia juga membantah informasi yang beredar luas di kalangan warga Indonesia di Amerika tentang penangkapan sejumlah besar migran dari berbagai negara oleh ICE, termasuk diantaranya 54 warga negara Indonesia. Lalu memastikan bahwa semua perwakilan Indonesia di Amerika sudah melakukan komunikasi dengan pihak ICE dan sejauh ini tidak ada warga Indonesia yang ditangkap akibat pemberlakuan perintah eksekutif tersebut. [em]