Suatu keputusan yang dikeluarkan kelompok negara-negara BRICS (Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan) untuk menetapkan dan mengecam sejumlah organisasi teroris di Afghanistan, Pakistan dan tempat-tempat lainnya, telah memicu perdebatan di kalangan akademisi dan analis di China.
Awal bulan ini, BRICS menyatakan dukungan mereka bagi upaya-upaya kontraterorisme Kabul dalam pertemuan di China. Langkah ini menimbulkan kegelisahan di Islamabad, mendorong Menteri Luar Negeri Khawaja Asif untuk mula-mula mengunjungi Beijing dan kemudian Teheran, guna menggalang dukungan bagi negaranya.
Ini adalah untuk pertama kalinya bagi China untuk mengecam Pakistan secara terbuka mengenai kelompok-kelompok teror yang berbasis di Pakistan, Lashkar-e-Taiba dan Jaish-e-Mohammad, yang sebelumnya juga dikecam oleh Dewan Keamanan PBB.
Islamabad memiliki alasan untuk khawatir mengenai kemungkinan berubahnya sikap Beijing, terutama pada masa di mana Presiden Amerika Donald Trump mengancam akan menghentikan bantuan jika Pakistan tidak mengubah pendekatannya terhadap terorisme.
Kunjungan Asif ini terbukti berhasil, setidaknya di ranah publik, dengan dilontarkannya pujian Menteri Luar Negeri China Wang Yi terhadap upaya-upaya Pakistan membendung terorisme.
Tetapi analis menyatakan ini sekadar sikap Beijing di depan umum, seraya menambahkan China sangat khawatir mengenai ketidakmampuan Islamabad untuk mengekang teroris yang bermukim di Pakistan, termasuk tokoh-tokoh penting Gerakan Islam Turkmenistan Timur, yang oleh Beijing dituduh menyebabkan teror yang meluas di Xinjiang, China Barat, yang dihuni penduduk minoritas Muslim Uighur.
Beijing juga khawatir bahwa meningkatnya terorisme dapat menjadi penghambat serius bagi keselamatan warga China yang terlibat dalam pembangunan Koridor Ekonomi China-Pakistan. Tewasnya dua warga China oleh teroris di provinsi Baluchistan, Pakistan, telah mengguncang keyakinan Beijing terhadap kemampuan Islamabad untuk mengendalikan terorisme. [uh/lt]