JAKARTA —
Mantan Anggota DPR yang juga mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), di Jakarta hari Jumat (30/5) terkait dugaan kasus gratifikasi proyek pembangunan pusat pendidikan, pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional di Bukit Hambalang, Bogor Jawa Barat dan proyek-proyek lainnya serta tindak pencucian uang.
Jaksa Penuntut umum yang diketuai oleh Yudi Cristiana juga menyatakan bahwa Anas Urbaningrum menerima gratifikasi berupa satu unit mobil Toyota Harier senilai Rp 670 juta dan satu unit mobil Vellfire senilai Rp 735 dari pengurusan proyek, salah satunya Hambalang melalui Permai Group.
Anas juga dinyatakan menerima uang sebesar Rp 487 juta dari kegiatan survei pemenangan Kongres Partai Demokrakt pada 2010 lalu serta uang Rp 116 milliar dan US$ 5,2 juta.
Pemberian uang dan mobil tersebut lanjut Jaksa Penuntut Umum berkaitan dengan kepengurusan proyek Hambalang di Kementerian Pemuda dan Olahraga, proyek pendidikan tinggi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta proyek APBN lain yang diurus Permai Group.
Selain itu, Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu juga didakwa telah melakukan pencucian uang sekitar Rp23,8 milliar lebih ketika menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2009-2014.
Uang itu kata Jaksa digunakan untuk membeli lahan dan bangunan di jalan Teluk Semangka dan jalan Selat Makassar, Duren Sawit, Jakarta Timur, dua biang tanah di Yogyakarta dan dua bidang lahan di Panggung Harjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta.
Jaksa Penuntut mengatakan, "Yaitu terdakwa sebagai anggota DPR RI mengetahui pemberian tersebut untuk mengupayakan proyek pengurusan pendidikan dan sarana olahraga Hambalang di Kementerian Pemuda dan Olahraga. Proyek-proyek di perguruan tinggi Direktorat Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional dan proyek-proyek lain yang dibiayai APBN yang didapatkan Permai Group."
Usai Persidangan, Anas Urbaningrum yang mengenakan kemeja putih panjang menilai dakwan korupsi dan pencucian uang Jaksa Penuntut umum spekulatif dan imajiner.
Dia berharap agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Edhi Baskoro Yudhoyono (Ibas) menjadi saksi fakta.
Atas perbuatan gratifikasinya Anas terancam hukuman penjara seumur hidup. Sedangkan kasus pencucian uang, Mantan Ketua HMI itu terancam penjara paling lama 10 tahun.
Anas Urbaningrum mengatakan, "Jadi pengadilan nanti kita lihat, mudah-mudahan ada kesempatan diajukan sebagai saksi meringankan, kenapa saya anggap sebagai saksi meringankan karena kalau pak SBY dan mas Ibas mengatakan secara jujur apa yang terjadi masih meringankan saya."
Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha mengungkapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta proses hukum terhadap Anas Urbaningrum tak dipolitisasi. SBY berharap seluruh proses hukum yang berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S.Langkun mendesak kasus Hambalang secara tuntas dan tidak berhenti sampai Anas Urbaningrum. Menurutnya KPK harus mengusut nama-nama yang disebutkan oleh Kepala Biro Perencanaan Sekretarian kementerian Pemuda dan Olahraga Dedy Kusnidar.
"Sekarang baru 2 milliar sekian kerugian Hambalang berapa ratus milliar. Kemudian dalam dakwaan disebutkan seperti anggota DPR. Nama-nama yang disebut dan ikut menikmati itu harus dikejar," kata Tama S.Langkun.
Jaksa Penuntut umum yang diketuai oleh Yudi Cristiana juga menyatakan bahwa Anas Urbaningrum menerima gratifikasi berupa satu unit mobil Toyota Harier senilai Rp 670 juta dan satu unit mobil Vellfire senilai Rp 735 dari pengurusan proyek, salah satunya Hambalang melalui Permai Group.
Anas juga dinyatakan menerima uang sebesar Rp 487 juta dari kegiatan survei pemenangan Kongres Partai Demokrakt pada 2010 lalu serta uang Rp 116 milliar dan US$ 5,2 juta.
Pemberian uang dan mobil tersebut lanjut Jaksa Penuntut Umum berkaitan dengan kepengurusan proyek Hambalang di Kementerian Pemuda dan Olahraga, proyek pendidikan tinggi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta proyek APBN lain yang diurus Permai Group.
Selain itu, Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu juga didakwa telah melakukan pencucian uang sekitar Rp23,8 milliar lebih ketika menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2009-2014.
Uang itu kata Jaksa digunakan untuk membeli lahan dan bangunan di jalan Teluk Semangka dan jalan Selat Makassar, Duren Sawit, Jakarta Timur, dua biang tanah di Yogyakarta dan dua bidang lahan di Panggung Harjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta.
Jaksa Penuntut mengatakan, "Yaitu terdakwa sebagai anggota DPR RI mengetahui pemberian tersebut untuk mengupayakan proyek pengurusan pendidikan dan sarana olahraga Hambalang di Kementerian Pemuda dan Olahraga. Proyek-proyek di perguruan tinggi Direktorat Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional dan proyek-proyek lain yang dibiayai APBN yang didapatkan Permai Group."
Usai Persidangan, Anas Urbaningrum yang mengenakan kemeja putih panjang menilai dakwan korupsi dan pencucian uang Jaksa Penuntut umum spekulatif dan imajiner.
Dia berharap agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Edhi Baskoro Yudhoyono (Ibas) menjadi saksi fakta.
Atas perbuatan gratifikasinya Anas terancam hukuman penjara seumur hidup. Sedangkan kasus pencucian uang, Mantan Ketua HMI itu terancam penjara paling lama 10 tahun.
Anas Urbaningrum mengatakan, "Jadi pengadilan nanti kita lihat, mudah-mudahan ada kesempatan diajukan sebagai saksi meringankan, kenapa saya anggap sebagai saksi meringankan karena kalau pak SBY dan mas Ibas mengatakan secara jujur apa yang terjadi masih meringankan saya."
Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha mengungkapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta proses hukum terhadap Anas Urbaningrum tak dipolitisasi. SBY berharap seluruh proses hukum yang berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S.Langkun mendesak kasus Hambalang secara tuntas dan tidak berhenti sampai Anas Urbaningrum. Menurutnya KPK harus mengusut nama-nama yang disebutkan oleh Kepala Biro Perencanaan Sekretarian kementerian Pemuda dan Olahraga Dedy Kusnidar.
"Sekarang baru 2 milliar sekian kerugian Hambalang berapa ratus milliar. Kemudian dalam dakwaan disebutkan seperti anggota DPR. Nama-nama yang disebut dan ikut menikmati itu harus dikejar," kata Tama S.Langkun.