Setelah jalan lengang selama seminggu, ibukota Kenya kini kembali normal. Lalu lintas mengalir, dan orang-orang mulai kembali bekerja.
Tapi itu bukan berarti sengketa mengenai pemilihan presiden 8 Agustus telah berakhir. Oposisi mengatakan pemilu itu diwarnai kecurangan dan telah menolak mengakui kekalahan setelah petahana Uhuru Kenyatta dinyatakan sebagai pemenang dengan 54 persen suara.
Pengumuman mengenai hasil pilpres itu diikuti dengan sejumlah protes di beberapa bagian Nairobi dan beberapa wilayah barat yang merupakan kubu kuat penantang utama Kenyatta, pemimpin oposisi Raila Odinga.
Kawasan-kawasan kumuh di Nairobi seperti Mathare telah dilanda banyak kekerasan.
Odinga mengunjungi permukiman itu hari Minggu dan menyerukan para pendukungnya untuk mogok kerja sebagai bentuk protes.
John Mark, 35 tahun, menolak membuka usaha bengkel lasnya.
“Saya ingin tahu apa yang akan dia katakan kepada kami besok, apabila Raila menyuruh saya untuk membuka usaha maka saya akan melakukannya, tapi saya juga ingin dia memberitahu kemana suara saya dan apa yang akan dia lakukan,” paparnya.
Tidak seperti Mark, Steven Odhiambo telah membuka kios makanannya di Mathare. Dia mengatakan bisnis kurang menguntungkan sejak Uhuru diumumkan sebagai pemenang dan para pelanggannya takut untuk datang. Dia menambahkan ada yang tetap datang, tapi akan lari menyelamatkan diri lagi karena konflik berkelanjutan antara polisi dan para demonstran, dan apabila mereka pergi mereka akan dipukuli polisi.
Oposisi mengatakan lebih dari 100 demonstran telah tewas oleh polisi di seluruh negara itu sejak pemilu. Badan-badan keamanan telah membantah tuduhan itu, dan Komisi HAM Nasional Kenya mengatakan 24 orang telah tewas.
Presiden terpilih Kenyatta mengatakan pemilu telah usai dan mayoritas warga Kenya telah kembali bekerja. Dia menyerukan para penentangnya untuk menerima hasilnya dan bagi yang merasa dirugikan agar menempuh jalur hukum. [vm/jm]