Ratusan pelayat berkumpul di ibu kota Baghdad sambil membawa peti mati seorang pejuang yang mereka sebut tewas dalam serangan Amerika Serikat yang menarget beberapa lokasi milisi di Irak pada Selasa (26/12) pagi.
Presiden AS Joe Biden memerintahkan militer Amerika Serikat untuk melancarkan serangan udara balasan terhadap kelompok militan yang didukung Iran setelah tiga personel militer Amerika terluka dalam serangan pesawat nirawak di bagian utara Irak.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS Adrienne Watson mengatakan salah seorang tentara AS menderita luka kritis dalam serangan pada hari Senin (25/12) itu.
Milisi Kataib Hizbullah yang didukung Iran dan beberapa kelompok afiliasinya yang berada di bawah payung kelompok militan yang didukung Iran mengaku bertanggungjawab atas serangan yang menggunakan pesawat nirawak satu arah itu.
Pihak berwenang Irak mengatakan serangan AS yang menarget lokasi kelompok militan itu menewaskan seorang anggota militan dan melukai 18 lainnya.
Serangan balasan tersebut terjadi saat kekhawatiran akan dampak perang Israel-Hamas ke kawasan itu tengah meningkat.
Kelompok milisi “Pasukan Mobilisasi Populer” atau “Popular Mobilization Forces” yang didukung Iran merupakan kunci dalam perang melawan anggota militan ISIS setelah kelompok ekstremis itu menguasai sebagian besar Irak pada tahun 2014.
Tiga personel AS luka-luka
Amerika Serikat melancarkan serangan balasan pada hari Selasa, sekitar pukul 04.45 pagi waktu Irak, kurang dari 13 jam setelah serangan terhadap personel militer AS terjadi. Menurut Pusat Komando Amerika Serikat, serangan balasan terhadap tiga lokasi itu “menghancurkan fasilitas yang menjadi sasaran dan kemungkinan menewaskan sejumlah anggota militan Kataib Hizbullah.”
Serangan terbaru terhadap pasukan AS itu terjadi seiring meningkatnya ancaman dan tindakan terhadap pasukan Amerika Serikat di kawasan itu terkait perang Israel-Hamas.
Serangan berbahaya itu terus meningkat sejak kelompok militan yang berada di bawah “Perlawanan Islam di Irak dan Suriah” atau “Islamic Resistance in Iraq and Syria – yang didukung Iran – mulai menyerang fasilitas Amerika Serikat pada 17 Oktober, saat terjadi serangan Israel terhadap sebuah rumah sakit di Gaza yang menewaskan ratusan orang. Kelompok militan yang didukung Iran itu telah melakukan lebih dari 100 serangan terhadap pangkalan AS di Irak dan Suriah.
Amerika Serikat menempatkan ribuan tentara di Irak, yang melatih pasukan negara itu dan sekaligus memerangi sisa-sisa kelompok ISIS. Ratusan tentara Amerika Serikat lainnya ditempatkan di Suriah, sebagian besar juga dalam misi kontra-ISIS.
Aksi saling serang tersebut menempatkan posisi pemerintahan Perdana Menteri Irak Shia Al Sudani dalam posisi sulit. Ia berkuasa sejak tahun 2022 berkat dukungan partai-partai yang didukung Iran, sebagian diantaranya terkait dengan kelompok militan yang sama yang melancarkan serangan terhadap pangkalan-pangkalan Amerika Serikat. Dalam sebuah pernyataan pada Selasa, Sudani mengutuk serangan militan di Irbil dan serangan balasan Amerika Serikat. [em/jm]
Forum