Seorang diaspora Indonesia yang tinggal di Dallas, Texas mempunyai gagasan untuk menyatukan warga Indonesia melalui badminton. Budisetia Yoelioes (41) asal Jakarta, semula kuliah di California, sebelum pindah untuk bekerja di Dallas, Texas pada tahun 2017. Warga Indonesia yang tinggal di Dallas tidak sebanyak di California sehingga membuat Budi, panggilan akrabnya, merasa ingin berbuat lebih banyak untuk bertemu dengan sesama warga Indonesia dan menyatukan mereka.
“Apa yang bisa menyatukan orang Indonesia di sini ya? Makanan, bazaar? Dari KJRI kan biasanya hanya sekali atau dua kali bazaar dalam setahun. Itupun ketemu, beli makanan, pulang. Ada yang saling kenal, okeylah, ngga ada yang kenal, pulang,” katanya.
Kemudian Budi yang juga menjadi Ketua Komunitas Masyarakat Indonesia (KMI) di Dallas itu mempunyai suatu gagasan. “Kan orang Indonesia suka badminton? Kita kan dulu main bulu tangkis sejak kita kecil,” tambahnya.
Gudang disulap jadi lapangan badminton
Berawal dari tahun 2019 sebelum COVID merebak, Budi bergabung di lapangan badminton milik gereja China di Dallas. Sayangnya hanya tiga lapangan tersedia dan hanya empat orang Indonesia yang berlatih di sana.
Pada tahun 2021 dari grup KMI dan dari mulut ke mulut, warga Indonesia mulai berdatangan dan akhirnya menjadi 20 orang, sehingga Budi mencari tempat lain yang lebih memadai dan tidak perlu bergabung dengan grup lain. Akhirnya ada warga Indonesia yang mempunyai warehouse (semacam gudang) dan menyulapnya menjadi delapan lapangan badminton. Maka dibentuklah Persatuan Badminton Indonesia Seluruh Dallas (PBISD).
Empat tahun berlalu dan kini terdapat 60 orang berlatih badminton di sana, 15 di antaranya warga Amerika Serikat keturunan China, India, dan Malaysia. Tampaknya mimpi Budisetia tercapai, seperti dikatakan seorang anggotanya, Yani Saputera, yang merasa senang banyak orang Indonesia dari segala umur berlatih sambil bersilaturahmi.
“Kelompok ini berkembang, jumlahnya makin banyak. Ada yang sudah lama main, ada yang baru belajar. Ada truk yang menjual makanan Indonesia datang ke tempat latihan bulu tangkis. Harapan saya makin terus berkembang supaya bisa diadakan lebih banyak pertandingan.”
Ditanya mengenai pelatih, PBSID mempunyai tiga pelatih, di antaranya mantan juara badminton putri, Sarwendah, pemenang piala dunia tahun 1990 dan SEA Games 1993.
“Saya ingin grup PBISD ini bisa bertanding ke state-state lain, seperti antar PERMIAS (Persatuan Mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat), misalnya Los Angeles atau state lain, sehingga kita bisa saling main,” tambah Budi.
Lebih banyak warga Amerika Serikat
Seorang juara badminton binaan PB Djarum, Dea Adi Rangga yang semula menjadi pelatih di Dallas, kini pindah ke North Carolina. Jika Budisetia ingin mempersatukan masyarakat Indonesia lewat badminton, Dea, kelahiran Blitar tahun 1988, lebih banyak melatih warga Amerika untuk bermain badminton.
“Lumayan banyak, ada 200-an murid, kebanyakan kelahiran Amerika, keturunan India, Malaysia, Tionghoa. Prestasinya juga lebih bagus dengan program latihan yang intensif.”
Sebelum menjadi pelatih di Amerika Serikat, dengan bekal sertifikat Coaching Course tingkat dua, Dea telah mengajarkan badminton di berbagai negara. “Tahun 2015 saya melatih di Filipina dulu, lalu ke Uni Emirat Arab (Dubai), China dan ke sini (Amerika Serikat),” tambahnya.
Selain menjadi pelatih bersama delapan pelatih Indonesia lainnya, Dea Adi Rangga juga telah mengikuti pertandingan di Amerika Serikat sejak tahun 2022 hingga kini. Tahun lalu, ia meraih medali emas tunggal putra Pan American Masters Cleveland, di Ohio.
Belum setenar bola basket
Menurut Dea, badminton di Amerika Serikat memang masih dalam tahap perkembangan, belum sepopuler bola basket dan bisbol.
“Untuk meningkatkan popularitasnya, diperlukan lebih banyak turnamen yang berkualitas, pemberitaan media, serta pembinaan di sekolah-sekolah dan komunitas, untuk menarik para pemain muda. Saat ini saya didukung oleh klub saya, Peak Sports North Carolina dan perusahaan Real Estat yang membantu dalam berbagai aspek, termasuk keuangan dan fasilitas.”
Badminton merupakan olahraga yang bisa dijadikan karir di Indonesia.
Para orangtua yang mengetahu anak-anaknya berbakat dalam olahraga ini, memasukkan anaknya ke pelatihan badminton sedini mungkin, biasanya pada usia 8 -11 tahun.
Menurut Dea, badminton di Indonesia mempunyai eko sistem yang sangat mendukung sebagai jalur karir, baik dari segi kompetisi, sponsor maupun apresiasi masyarakat.
“Saat ini, meskipun banyak pilihan karir lain yang menarik bagi generasi muda, badminton tetap menjadi impian banyak anak yang ingin berprestasi di tingkat nasional maupun internasional,” tambah Dea.
Dibina sejak usia dini
Salah seorang mantan pemain bulu tangkis profesional asal Klaten, Aditya Sindoro yang akrab dipanggil coach Yang Yang, mengepalai tiga Persatuan Bulu Tangkis (PB) Champion di Klaten, Yogyakarta dan Medan.
Seperti yang dijelaskan Dea Adi Rangga, pelatih yang juga mantan pemain Persatuan Bulu Tangkis (PB) Djarum itu, Yang Yang senang mendengar badminton dipopulerkan oleh juniornya di Amerika. Yang Yang berharap agar badminton semakin mendunia dan digemari, sehingga terus dipertandingkan di olimpiade.
“Badminton akan membuat kesejahteraan para atlet itu naik, dengan berbagai hadiah uang yang bisa dinikmati para pemainnya. Jadi kalau badminton populer di Amerika kan otomatis banyak sponsor dan itu membentuk eko sistem di dunia badminton dari anak-anak, remaja dan dewasa yang akan terus ada pembinaan dan pelatihan.”
Menurut Budisetia, klub badminton sudah terdapat di beberapa negara bagian di Amerika Serikat, seperti di California, North Carolina, Maryland dan Texas. Namun yang anggotanya banyak warga Indonesia ada di Dallas, Texas. Sedangkan di Peak Sports North Carolina, dengan Dea sebagai pelatih dan pemain, anggotanya lebih banyak warga Amerika Serikat keturunan Asia. [ps/lt]
Forum