Tautan-tautan Akses

Rendahnya Vonis Cikeusik Dinilai Toleransi Tindak Kekerasan


Seorang polisi memeriksa kerusakan di Cikeusik, Banten (7/2). Pelaku kekerasan di Cikeusik, yang menewaskan 3 orang, hanya divonis antara 3-6 bulan penjara.
Seorang polisi memeriksa kerusakan di Cikeusik, Banten (7/2). Pelaku kekerasan di Cikeusik, yang menewaskan 3 orang, hanya divonis antara 3-6 bulan penjara.

Pegiat HAM dan politisi DPR RI sangat kecewa dengan vonis hakim yang sangat rendah terkait kasus penyerangan kelompok Ahmadiyah di Cikeusik.

Dua belas orang terdakwa dalam kasus penyerangan dan pembunuhan tiga pengikut Ahmadiyah di Cikeusik, Banten hanya dijatuhi vonis dengan hukuman ringan antara tiga sampai enam bulan penjara, meski tiga orang anggota kelompok Ahmadiyah meninggal dalam insiden penyerangan ini.

Para terdakwa mendapat hukuman sangat ringan atas kejahatan mereka, termasuk untuk Dani bin Misra, 17 tahun, yang dalam rekaman video yang beredar luas nampak memukul kepala salah satu korban dengan batu. Dani hanya dijatuhi hukuman tiga bulan kurungan.

Hukuman ringan juga diterima Idris bin Mahdani, salah satu penggerak aksi massa ke rumah pengikut Ahmadiyah bulan Februari lalu, yang menurut majelis hakim terbukti memiliki senjata tajam dan dikenai hukuman penjara lima setengah bulan.

Kuasa Hukum Ahmadiyah, Erna Ratnaningsih menjelaskan rendahnya vonis hakim ini diduga salah satunya disebabkan karena banyaknya massa dari kelompok garis keras yang hadir di setiap persidangan.

Erna Ratnaningsih mengatakan, "Ketika pressure-nya dari Ahmadiyah kurang dan pressure dari kelompok-kelompok garis keras ini yang selalu misalnya datang ke persidangan dan lain-lain, nah sehingga ini mengakibatkan ya kemungkinan hakim tidak berani memutuskan lebih tinggi ancaman hukumannya."

Sementara, peneliti dari Human Rights Watch, Andreas Harsono menilai kurang adanya profesionalisme polisi, jaksa dan hakim dalam menangani kasus penyerangan anggota Ahmadiyah di Cikeusik,Banten.

Polisi bahkan tidak menangkap nama-nama yang sempat mencuat didalam persidangan sebagai orang yang menentukan tanggal 6 Februari untuk menyerang Ahmadiyah.
Dalam persidangan itu, Jaksa juga hanya menghadirkan satu orang saksi dari kelompok Ahmadiyah.

Andreas juga menyebut vonis hakim terkait kasus Cikeusik ini sebagai pesan menyeramkan dunia peradilan Indonesia terhadap pencari keadilan kasus toleransi umat beragama.

"Dampaknya jelas sekali bahwa orang boleh melakukan kekerasan terhadap kalangan minoritas dan hukumannya relatif rendah. Padahal kalau ada kelompok minoritas membela diri seperti dalam kasus Cikeusik, mereka dihukum kayak Deden itu (anggota Ahmadiyah) sekarang dituntun 6 tahun penjara. Saya tidak melihat ada kerja yang cukup profesional dari jaksa maupun polisi," ujar Andrea Harsono.

Kekecewaan atas vonis hakim ini juga disampaikan anggota Komisi Hukum DPR RI, Eva Sundari. Menurutnya vonis tersebut sama artinya memberi sinyal toleransi atas tindak kekerasan.

Eva Sundari mengatakan, "Saya sangat terganggu sekali karena ini seperti sinyal bahwa tindakan pembunuhan karena perbedaan keyakinan itu kok ditoleransi oleh para penegak hukum. Dan ini ironis sekali, sementara dibeberapa kasus mencuri kakao, mencuri sarung, itu lebih tinggi. Jadi memang ada problem dengan penegakan hukum di Indonesia yang tidak menjamin keadilan."

Eva Sundari menambahkan bahwa ia akan membuat legal opinion terhadap para penegak hukum terkait kasus Cikeusik itu.

Politisi dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan ini juga berharap agar kuasa hukum Ahmadiyah mengajukan banding.

XS
SM
MD
LG