Di Brooklyn, Kota New York, ada seorang perempuan bernama Nora. Ia enggan menyebut nama lengkapnya karena alasan privasi. Namun., sebetulnya, banyak orang mengenal Nora sebagai aktivis daur ulang vape di kota New York.
Nora mengatakan dia memulai upaya yang didanai sendiri ini karena banyaknya vape yang dibuang sembarangan di jalan-jalan kota. Padahal, katanya, sebetulnya sudah banyak kotak pembuangan resmi atau drop-off box di berbagai penjuru kota itu.
“Apa yang saya lakukan dengan vape-nya? Saya membawanya ke pusat daur ulang barang elektronik. Kota New York memiliki sejumlah lokasi daur ulang yang buka satu hari dalam seminggu di hampir setiap wilayah, di mana orang dapat membawa barang elektronik mereka ke sana,” jelasnya.
Inisiatif Nora adalah upaya akar rumput untuk memerangi masalah polusi vape yang semakin meningkat. Namun, tantangannya sangat besar, seperti yang dikatakan para aktivis.
Lucas Gutterman, direktur proyek di Public Interest Research Group, sebuah kelompok advokasi yang berfokus pada kesehatan masyarakat, transportasi, dan pendidikan tinggi, khawatir dengan polusi vape.
“Amerika membuang empat setengah vape setiap detiknya. Masalahnya adalah vape ini terbuat dari komponen yang berbeda-beda, yang semuanya sangat sulit untuk didaur ulang atau ditangani setelah dibuang,” komentarnya.
Guuterman menjelaskan. banyak dari perangkat ini mengandung bahan berbahaya seperti litium dan nikotin, yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan. Jeremiah Mock, seorang dosen di Universitas California San Francisco, yang telah mempelajari masalah ini secara ekstensif, menjelaskan bahayanya.
“Nikotin pada dasarnya adalah racun saraf. Ini adalah racun bagi sistem saraf, termasuk otak kita dan seluruh saraf di tubuh kita. Ketika Anda memiliki perangkat semacam ini yang terlempar ke tanah, dan kemudian terjadi hujan, akibatnya adalah cairan elektronik yang mengandung nikotin dan bahan kimia lainnya ini larut ke dalam air dan mulai mencemari lingkungan sekitar,” jelasnya.
Asosiasi pengecer vape terkemuka, yakni Asosiasi Perdagangan Alternatif Bebas Rokok atau SFATA, juga menyadari bahaya ini, dan bahkan baru-baru ini menyerukan pelarangan impor produk sekali pakai tersebut.
April Meyers, CEO SFATA, mengatakan,“Jadi, SFATA memiliki beberapa ratus anggota yang merupakan pengecer, produsen di bidang vape. Kami baru-baru ini melakukan survei terhadap mereka dan mengambil sikap menentang vape sekali pakai karena dampaknya terhadap lingkungan. Kami percaya bahwa hal tersebut berdampak buruk bagi lingkungan.”
Meyers mengklaim banyak anggotanya masih menjual produk tersebut untuk keperluan bisnis. “Sayangnya, banyak anggota yang terpaksa tetap bertahan, sehingga mereka memilih untuk tidak melakukannya. Tapi ya, mereka memang menjualnya, karena jika tidak, bisnis mereka akan gulung tikar,” jelasnya.
Beberapa negara, termasuk China, Iran, dan Inggris, mulai menerapkan regulasi ketat terhadap produk-produk ini. Meskipun AS masih tertinggal dalam hal regulasi dan upaya daur ulang, orang-orang seperti Nora meningkatkan kesadaran, dan membuka jalan bagi tindakan yang lebih kuat untuk mengekang perangkat-perangkat seperti itu di masa depan. [ab/uh]
Forum